Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilmu yang Bermanfaat

6 Maret 2018   09:24 Diperbarui: 6 Maret 2018   18:20 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : LDF AL-IQTISHAD wordpress.com

Ketika saya masih SD hingga saat ini setelah menjadi guru, ukuran kecerdasan seseorang masih sering didasarkan pada nilai akademik yang tertera dalam "rapor" sedangkan kecerdasan lain diluar itu sering diabaikan.

Dulu ketika SMP saya masih ingat dengan jelas, bagaimana seorang siswa akan merasa bangga ketika dapat menghafal "luar kepala" hukum-hukum alam yang terdapat dalam ilmu matematika dan ilmu fisika tanpa mengetahui arti dan tujuan sebenarnya dari hukum-hukum itu.

Demikian juga seorang siswa akan merasa sangat bangga ketika mampu menghafalkan 36 butir yang dikembangkan dari lima sila dalam Pancasila, UUD 1945 yang terdiri dari: Pembukaan, 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan, tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya.

 Adakah yang salah jika kita dapat menghafalkan hukum-hukum fisika, butir-butir Pancasila, UUD'45, rumus-rumus matematika, dsb?

 Sama sekali tidak. Tetapi jika kita hanya mengetahui sesuatu hanya sebatas "hapalan", maka ilmu tersebut tidak akan bermanfaat atau kalaupun bermanfaat hanya sebatas mendapatkan juara pada acara "cerdas cermat" atau "cerdas tangkas" pada masa orde baru.

 Jika demikian lalu bagaimana?

 Ilmu itu akan bermanfaat jika tidak hanya sebatas "hafalan" tetapi harus di"maknai". Tidak hanya sebatas "konsep" tetapi harus di"terapkan". Tidak hanya sebatas "teori" tetapi harus di"praktek" kan.

 Jadi ada makna dari yang tertulis, ada aplikasi atau penerapan dari konsep dan ada praktek dari teori, sehingga ilmu tidak hanya sebatas wacana yang melayang di awang-awang, tetapi dekat melekat dalam kehidupan nyata.

Hal yang paling berbahaya akan terjadi terutama pada ilmu agama. Jika agama hanya dimaknai sebatas hafalan, konsep atau teori, disana akan terjadi kemunafikan dan penyesatan.

Ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan akan menjadi batu sandungan bagi orang lain dan ayat-ayat dalam Kitab Suci pun akan rentan untuk "diperjual-belikan".

Selamat hari minggu.

Salam dari saya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun