Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mustahil Meledakkan Parawisata Danau Toba Tanpa Keramahtamahan

28 November 2017   10:39 Diperbarui: 28 November 2017   15:55 4214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Didampingi Menko Maritim, Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN, Presiden Jokowi meresmikan Bandara Internasional Silangit di Siborong-borong (Jumat, 24/11/2017). Sumber: cnnindonesia.com

Tampaknya Masyarakatnya Belum Siap

Pengalaman berkunjung ke Parapat kurang lebih 6 tahun lalu menggambarkan betapa masyarakat Danau Toba belum siap dengan dunia keparawisataan.

Ketika itu, penulis dengan keluarga besar yang sedang berwisata ke Danau Toba, sehabis menikmati kesegaran airnya, mencoba mencari oleh-oleh yang bisa dibawa pulang. Oleh-oleh yang juga menjadi penanda telah mengunjungi Danau Toba.

Tibalah saatnya berbelanja di kios-kios yang ramai berjejer di jalan raya menuju salah satu pantai di Danau Toba dari Parapat. Rencananya membeli kaus oblong sebagai oleh-oleh dengan tulisan Toba Lake, Samosir Island. Kok pakai bahasa Inggris yah?

"Kalo tidak punya uang, jangan tanya-tanya!". Tiba-tiba sebuah suara kencang meluncur dari seorang Inang penjual pakaian.  Berbahasa Batak tentunya.  Dari kiosnya, dia berteriak kencang. Kami yang terdiri dari beberapa orang, yang juga kampung halamannya juga tidak jauh dari Parapat, kaget dengan kata-kata ibu tadi.

Sebelumnya, kami masuk kiosnya dan bertanya-tanya harga berbagai kaos yang kira-kira bisa dibawa pulang. Sambil melihat-lihat, kami mencoba menawar harganya. Karena harga tidak cocok dan masih merupakan kios pertama, kami tinggalkan tanpa beli.

Ternyata, perlakuan yang sama juga diterima dari kios yang berbeda. "Kalau sudah pegang, harus beli!", ujar ibu lain di kios berbeda yang didatangi. "Pokoknya, kalau udah pegang harus beli!', ujar ibu itu lagi. Kami pun terpaksa beli satu dua potong. Rasanya sudah tidak nyaman lagi.

"Boasa ndang boi tawaron, Inang?" balas kakak tertua saya dengan suaranya yang lembut. Melembut karena sudah puluhan tahun di tinggal Papua. "Halak Batak do hami, par Siantar", lanjut kakak saya. Tetapi si ibu tidak juga bergeming. "Ndang adong Batak-Batak. Molo ditiop ingkon dituhor!" Semburan berikutnya mengalir kencang dari mulutnya. Perlahan omelannya menghilang setelah kami menjauh. "Ndang na lakku i. Parsahalian doi. Betama mulak!" ajak kakak saya itu. Sebab telah dongkol, akhirnya oleh-oleh yang terbeli hanya dua baju.

Pengalaman sedemikian tidak kami alami sendirian. Banyak pengunjung juga yang merasa tidak nyaman. Belum lagi tukang parkir yang galak-galak dan menetapkan parkir dengan harga tinggi. Tidak ada sama sekali karakteristik yang mencirikan bahwa Danau Toba terutama Parapat sebuah daerah tujuan wisata internasional.

Masyarakatnya tidak siap untuk menjadi pelaku parawisata. Sikap-sikap yang harus ditunjukkan termasuk keramahtamahan, senyum, suara lembut dan juga perilaku sopan santun dan menghargai tamu, tidak ada sama sekali.

Bahkan cerita buruk juga ada. Sebuah cerita lama yang menjadi cerita umum. Pernah di Tomok turis Prancis harta bendanya dicuri. Belum lagi ketika mandi juga diintip. Sialnya, turis Prancis itu melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun