Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Olahraga Lari, Lekatkan ke Gaya Hidup Pastilah Melesat

11 September 2017   19:43 Diperbarui: 14 September 2017   09:26 4057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu sekali, seorang rekan kantor menyarankan agar berolah raga agar wajah tidak sering kelipat ketika tiba di kantor. Kelipat karena tidak segar. "Berlarilah!", ujar rekan tersebut. Lari adalah olah raga yang paling murah dan meriah. Murah karena tidak membutuhkan biaya yang relatif besar untuk peralatan. Meriah karena banyak yang ikut terlibat dalam olah raga ini. Tampaknya demikian. 

Nasehat separti itu baik adanya. Tetapi ternyata berlari tidak lagi perkara murah. Meriahnya masih tetap. Masih berwarna warni. Warna-warni mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tetapi, kini berlari tidak lagi murah. Sebabnya, banyak sekali biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli berbagai pernak-pernik lari. Mulai penutup kepala hingga alas kaki. 

Setidaknya kesan itu muncul dan terbaca dari fenomena berlari yang saat ini sangat marak. Menurut Kompas setidaknya ada 60 even lomba lari yang diadakan di Indonesia setiap tahunnya. Berarti, setiap minggu ada even berlari yang berlangsung. Pesertanya selalu banyak, hitungan ribuan orang. Sebagian kecil pelari serius, sebagian lagi pelari sambilan. Untuk menciptakan 'keriangan' tersendiri, maka dibuatkan berbagai menu lari. Lalu, diberi medali finisher. Semua menjadi pemenang. Semua menjadi riang. Semuanya menjadi penakluk diri sendiri. Semuanya menjadi bergaya dan bagian dari zaman. 

Untuk berlari atau setidaknya ikut menjadi peserta lomba-lomba lari itu kita seorang perserta harus siap. Memang lomba larinya menyediakan lintasan untuk berbagai kemampuan. Mulai dari 5 kilometer, 10 kilometer, 20 kilometer hingga full marathon. Siap bukan berarti hanya siap dengan fisik prima yang dibutuhkan lomba ini. Siap juga berkaitan dengan segala pernak-pernik yang diperlukan atau 'sengaja' diperlukan. Terlebih lagi terdorong untuk tampil di media sosial. Ini sebuah keharusan. Ini soal perayaan. 

Mencermati lomba-lomba lari yang dilaksaakan, tergambar betapa perlu kesiapan modal besar untuk menjadi peserta lomba. Disamping biaya ikut lomba yang sudah berbiaya bahkan hingga Rp. 500 ribu, juga benda-benda yang diperlukan untuk berlari. 

Simak harga-harga benda yang 'diperlukan' untuk ikut lomba lari. Sepatu yang dianggap nyaman dan mendukung berlari, harganya berkisar Rp. 1,2 juta -- Rp. 5 juta. Kaus kaki yang nyaman dan diseiramakan warnanya dengan sepatu berkisar puluhan ribu hingga ratusan ribu per pasang. Celana lari, yang lagi-lagi warnanya dipadu-padankan dengan sepatu dan kaus kaki, memiliki rentang harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Baju lari, kacamata lari, topi lari, head banddan juga wrist band. 

Dan di atas semuanya perlu gadget untuk mengukur detak jantung, jarak tempuh, kecepatan, dan mungkin informasi terkait kelembaban, suhu udara dan terrain lintasan. Untuk ini sebuah jam tangan dengan segala keistimewaanya bisa hingga 10 juta rupiah. Mahal bukan? Belum lagi menyewa personal trainer, untuk memastikan pemanasan, gerak lari dan sekaligus lebih bergengsi. 

Untuk menambah tantangan dan juga wawasan, bagi pelari berkantung tebal, mengikuti lomba lari di luar negeri menjadi sebuah keharusan. 

Apakah semuanya itu terkait dengan kesehatan semata? Tentunya, tidak melihat sebagian yang jor-joran untuk mengikuti sebuah lomba lari. Tidak juga, melihat tingginya animo masyarakat mengikuti lomba lari. Stadion-stadion dimana tempat lari bisa dilakukan, cenderung sepi dari para pelari dengan berbagai kelengkapan itu. Lalu dari mana para pelari itu bermunculan? Lalu, soal apa sebenarnya lomba lari yang laris manis itu?

Gaya Hidup, Kalo gak Gaya gak Hidup

Kemeriahan yang ditandai dengan banyaknya peserta yang ikut dalam loba lari ini, setidaknya dalam pengamatan penulis, ketika bisnis mulai melirik adanya ceruk 'keuntungan' di ajang berlari ini. Sejatinya, peluang yang diciptakan akan mendapatkan keuntungan bagi pelaku bisnis utama dan juga turunannya. Keuntungan tidak melulu finansial tetapi lebih kepada non-finansia misalnya promosi. Untuk daerah yang mendukungnya pun, bisa promosi parawisata di daerahnya. Tetapi, semuanya bisa dipastikan berawal dari pebisnis komersil dengan berbagai teknik marketing-nya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun