Dulu hampir setiap bulan pasti ada saja aksi lingkungan. Tapi sejak covid, terus berlanjut ke beralihnya pendanaan seiring dengan berubahnya peta daerah, kota, dan negara yang lebih membutuhkan seperti kata para donor akhirnya banyak program yang dipangkas atau kemudian tidak dilanjutkan.
Ini berdampak juga kepada kerja teman-teman pegiat lingkungan yang selama ini juga bergantung sebagiannya pada pendanaan dari donor sesuai jenis kebutuhan kasus yang marak di lapangan. Termasuk juga kampanye-kampanye seperti gajah, harimau, bahkan badak sudah jauh berkurang dan harus dilakukan secara swadaya atau kolaborasi beberapa lembaga untuk satu kegiatannya.
Patut disayangkan sih, tapi itulah realitasnya. Kini kerja-kerja pegiat lingkungan juga semakin berat karena sebagiannya harus membiayai sepenuhnya  kegiatannya sendiri tanpa dukungan donatur yang representatif.Â
Kampanye Orangutan
Maraknya perdagangan bayi Orangutan Sumatera yang kini berstatus Kritis (Critically Endangered) harus mendapat perhatian yang lebih besar di tengah masifnya perusakan hutan di Sumatera. Kasus perdagangan "orang" ternyata tidak hanya menyasar manusia, tetapi juga menyasar bayi Orangutan Sumatera.Â
Para sahabat pegiat lingkungan bertepatan dengan peringatan International Orangutan Day atau Hari Orangutan Sedunia, pada tanggal 19 Agustus 2025, mengkampanyekan tindakan pencegahan untuk menindaklanjuti semakin masifnya pencurian bayi orangutan Sumatera yang dalam praktiknya untuk mendapatkannya harus membunuh induknya terlebih dahulu. Sehingga menimbulkan keprihatinan yang semakin meluas.
Sebuah baliho berukuran besar dengan warna putih bergambar seekor anak Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) yang tangannya terikat rantai besi berukuran besar dengan wajah memelas langsung menyita perhatian kita.
Apalagi baliho itu berada di salah satu jalan protokol menuju kampus yang menjadi akses yang ramai. Jika biasanya berisi iklan komersial kali ini berisi iklan pariwara.
Menurut informasi dari para pegiat lingkungan, inisiatif tersebut digagas pegiat lingkungan dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Bu-Moe Fest, Forum Orangutan Indonesia (FORINA), Forum Orangutan Aceh (FORA) bertepatan dengan hari peringatan International Orangutan Day atau Hari Orangutan Sedunia.
Baliho itu sengaja dipasang tak berselang jauh dari momentum hari kemerdekaan ke 80 di tahun ini, karena pesan yang ingin disampaikan harapannya agar agar di hari kemerdekaan negara kita, sudah sepatutnya satwa kebanggaan yang kita lindungi dan dalam kondisi kritismendapat perhatian yang lebih besar. Sebagai satwa yang dilindungi mereka juga berhak mendapat kemerdekaannya agar bisa hidup bebas.