Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Nikmati Saja Jadi Orang Tua Tunggal, Agar Tetap Waras Di Tengah Orang Toxic

29 Agustus 2025   20:54 Diperbarui: 18 September 2025   11:00 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
orang tua tunggal-national day calender.com

Kehilangan pasangan dengan cara yang tiba-tiba bisa dialami siapa saja. Tentu saja perubahan yang mendadak itu menjadi sebuah pengalaman hidup yang butuh masa transisi untuk membiasakan diri berada dalam situasi baru itu. 

Memang tidak pernah terbayang bagaimana rasanya, ketika tiba-tiba harus berada dalam posisi menjadi satu-satunya figur yang harus memikul dua peran sekaligus,  pencari nafkah dan pengasuh utama. 

tetangga atau teman toxic-merdeka.com
tetangga atau teman toxic-merdeka.com

Bayangkan saja, bagaimana caranya harus beradaptasi ngurus keseimbangan keuangan sambil ngasuh anak-apalagi yang masih kecil-kecil ditambah lagi harus tetap jaga hati sendiri biar kuat agar tidak tumbang. Selama tetap bisa waras, berpikir positif (positive thinking) menyikapinya, semua bisa dikendalikan.

Ini mengingatkan saya dengan buku Tetap Waras Di Tengah Orang Toksik karya Dr. Tim Cantopher. Toxic biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang atau lingkungan yang dinilai sudah tidak sehat lagi. Dengan kata lain, istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan sebuah kondisi ketika seseorang kerap membuat suatu hubungan atau suasana menjadi keruh, entah itu hubungan cinta atau pertemanan.

ibu dan puteranya-kumparan .com
ibu dan puteranya-kumparan .com

Hidup Diantara Stigma dan Godaan

Bagi yang baru saja menjadi seorang ibu tunggal akan terasa seperti pukulan yang menyakitkan. Terbayang bagaimana harus menghidupi anak-anaknya yang masih kecil dan tanggung. Tidak sedikit perempuan dengan status sebagai ibu tunggal malah langsung mendapat beban ganda.

Tapi tidak sedikit ibu tunggal justru makin tangguh ketika memutuskan menjalani peran ganda sendirian. Banyak ibu tunggal kuat menjaga kasih sayang dan keberanian sekaligus. Bekerja lebih keras, memastikan keluarga tetap aman dan nyaman di bawah kendalinya.

Bagaimana halnya jika kasusnya adalah ayah tunggal?. Tantangannya jelas saja beda ya. Selama ini kan sosok ayah identik sebagai pencari nafkah. Jadi, ketika ia harus sendirian membesarkan anak, tidak sedikit yang "gagap" ketika mengurus urusan dapur, memasak, mencuci, atau menemani anak belajar. Dulu ketika ada pasangan mungkin itu hal biasa, tapi ketika dilakukan sendirian akan terasa asing, malah terasa jadi beban.

Belum lagi ketika didera rasa sepi, karena tiba-tiba "pasangan" curhatnya telah pergi. Tapi, bagaimanapun menjadi ayah tunggal lebih pbanyak batasannya dalam urusan hati. Tidak mungkin mereka mampir ke rumah tetangga untuk sekedar curhat. Mengobrol urusan anak-anak-anak, kenakalan, kerepotan mengurus makan dan sebagainya, nanti malah dianggap "rempong".

Kondisi seorang ayah tunggal justru memunculkan stigma berbeda, seorang ayah yang bertahan dalam kesendirian mengurus anak bisa terlihat seperti "pahlawan yang mengharukan," padahal sebenarnya perjuangan mereka sama beratnya dengan seorang perempuan ketika menjadi ibu tunggal.

Jika seorang ayah dulu hanya berpikir bekerja, membawa pulang uang, sekarang harus masak, belajar merawat anak ketika sakit, bahkan harus belajar menjadi lembut. Justru dalam kesendirian itulah banyak ayah tunggal belajar bagaimana menemukan menunjukkan sisi empati yang selama ini tersembunyi di balik bayang-bayang peran cowok maskulin. 

Tapi tujuan mereka sama, bagaimana memastikan anak tumbuh dalam balutan rasa aman dan penuh kasih sayang meski diasuh ayah tunggal atau ibu tunggal. Ibu tunggal harus lebih banyak melawan stigma sosial, sedangkan ayah tunggal bisa saja lebih sering berhadapan dengan keterbatasan emosional dan domestik atau godaan personal.

Kisah perjuangan ayah tunggal atau ibu tunggal, tetap bisa menjadi pembelajaran. Ada kala dunia terasa berat ketika semua beban keuangan, tagihan rumah menumpuk padahal biasanya ditanggung berdua dengan pasangan. Ada kala saat begitu banyak pekerjaan menyita waktu, menumpuk, deadline sementara anak jatuh sakit di tengah malam. Barulah terasa kebutuhan hadirnya pasangan disisi mereka untuk sekedar berbagi resah dan gundah.

Dan ketika semua terpaan badai teratasi, akan terasa manisnya ketika harus berperan sebagai ayah tunggal atau ibu tunggal. Sebuah sentuhan, senyuman, pelukan kecil, atau ucapan sederhana dari anak seperti "Ayah, Ibu, aku sayang kamu." Bisa bikin seorang ayah tunggal atau ibu tunggal klepek-klepek, nangis.

ayah dan puterinya-mommies daily
ayah dan puterinya-mommies daily

Nikmati Saja Peran Barunya

Harus diakui dengan berbagai peran baru yang disandangnya, baik ayah tunggal atau ibu tunggal, memang tetap saja butuh dukungan dari orang lain. Namun kita tidak bisa berharap sepenuhnya, karena bantuan sosial sering kali tidak sensitif dengan kebutuhan khusus keluarga tunggal. Lingkungan kadang lebih sibuk menghakimi ketimbang membantu.

Sekedar menjadi pendengar curhatan, atau bantuan kecil sekalipun bisa menjadi penguat. Siapa sih yang mau menjadi orang tua tunggal tiba-tiba tanpa alasan, bagaimanapun hal itu bukanlah pilihan yang mudah, dan tidak seorang pun benar-benar siap menjalaninya. Tapi, ketika orang di sekeliling kita mendukung, berempati, beban itu bisa terasa lebih ringan.

Sikon keduanya mengajarkan kepada kita bahwa cinta, sekalipun hadir dalam kondisi yang rapuh, tetap saja ada kekuatan di dalamnya. Laki-laki yang kuat sekalipun, jika harus sendirian menjaga rumah juga butuh "kekuatan", apalagi seorang perempuan. Apalagi dengan kehadiran anak-anak yang masih butuh kasih sayang orang tuanya.

Namun kekuatan sesungguhnya ada pada masing-masing individu, bagaimana menyikapi perubahan itu. Bagaimana perubahan itu bisa menyemangati untuk bertahan.

Tidak sedikit juga ibu atau ayah tunggal menjadi lebih kreatif dalam mengisi waktu-waktunya dengan kegiatan positif. Bekerja atau berbisnis dari rumah. Apalagi kini memiliki toko online bisa dilakukan siapa saja dengan mudah dengan memanfaatkan gadget. 

membuka pustaka di rumah-when i met you wordpress.com
membuka pustaka di rumah-when i met you wordpress.com

Orang akan memiliki fleksibilitas waktu untuk mengelolanya jika bekerja dilakukan dari rumah sambil mengasuh anak. Apalagi yang masih balita atau batita. Orang juga bisa memanfaatkan passion sebagai peluang pendapatan baru. Memanfaatkan keahlian personal, mengajar les anak-anak, membuat cake dan bakery, menjual tanaman, les musik menyanyi atau melukis.

Seorang teman bahkan membuka perpustakaan dan rumah baca. Dari sana muncul peluang-peluang bisnis baru, termasuk me-lay out buku, menjadi editor, mendesain cover buku, membuka kelas desain, hingga menjual buku seken atau preloved--barang yang pernah digunakan oleh pemilik sebelumnya. Semua untuk mengisi waktu luangnya lebih bermanfaat, dan lebih dari itu ia juga tetap bisa mendapat peluang pendapatan baru sambil mengasuh anak-anaknya meski hanya bekerja dari rumah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun