Ramadan, bulan penuh berkah yang menjadi momen spiritual bagi umat Islam, ternyata juga membawa tantangan besar dalam aspek keberlanjutan lingkungan.
Salah satu isu yang kerap muncul, meski sering terlupakan, adalah pemborosan makanan yang semakin meningkat selama bulan puasa. Setiap tahun, banyak orang cenderung membeli lebih banyak makanan untuk berbuka puasa dan sahur, sering kali melebihi kebutuhan mereka.
Hal ini mengarah pada pemborosan besar yang, sayangnya, tidak hanya merugikan dari sisi ekonomi, tetapi juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dalam konteks ini, munculnya kebiasaan membeli makanan secara impulsif dan peningkatan sampah makanan menjadi masalah krusial yang perlu kita tangani.
Di balik tradisi berbuka puasa yang meriah, seringkali kita melupakan dampak dari perilaku impulsif dalam membeli makanan. Terpicu oleh keinginan untuk merayakan kebersamaan dengan keluarga dan teman, atau bahkan rasa takut tidak cukupnya makanan, banyak orang akhirnya membeli makanan dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada yang mereka butuhkan.
Banyaknya menu yang menggoda mata dan keinginan untuk menyediakan hidangan yang cukup bagi semua orang seringkali mendorong kita untuk membeli lebih banyak dari yang seharusnya. Namun, setelah berbuka puasa, banyak makanan yang terbuang begitu saja---tidak dimakan atau tidak habis dikonsumsi.
Penyebab utama pemborosan makanan ini seringkali terletak pada perilaku impulsif kita saat berbelanja. Tidak jarang kita membeli makanan berdasarkan keinginan sesaat, bukan berdasarkan kebutuhan atau perencanaan yang matang.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada level individu, tetapi juga pada acara berbuka bersama yang melibatkan banyak orang, seperti di masjid, hotel, atau restoran. Dalam banyak kasus, makanan disiapkan dalam porsi besar tanpa mempertimbangkan jumlah orang yang hadir, yang akhirnya menyebabkan banyak makanan terbuang sia-sia.
Dalam konteks diet sampah, perilaku ini memiliki dampak yang cukup signifikan. Pemborosan makanan bukan hanya merugikan dari segi ekonomi, tetapi juga berdampak buruk pada lingkungan.
Proses produksi makanan menghabiskan banyak sumber daya alam, seperti air, energi, dan lahan. Ketika makanan terbuang, itu berarti semua sumber daya yang digunakan untuk memproduksinya juga terbuang sia-sia. Ditambah dengan peningkatan sampah plastik yang sering kali menyertai pembelian makanan, dampaknya terhadap lingkungan semakin besar.
Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu mengubah pola pikir kita terkait pembelian dan konsumsi makanan selama Ramadan.
Salah satu langkah pertama adalah dengan mengatur porsi makanan yang lebih bijak. Kita bisa mulai dengan membuat daftar belanja yang sesuai dengan kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan sesaat.
Selain itu, penting juga untuk lebih memperhatikan jumlah makanan yang disediakan, terutama saat berbuka puasa bersama. Memastikan bahwa tidak ada makanan yang terbuang bisa dimulai dengan memperkirakan dengan lebih tepat berapa banyak makanan yang diperlukan, serta menggunakan sisa makanan dengan bijak, misalnya dengan menyimpannya untuk sahur atau mendonasikannya kepada yang membutuhkan.