Namanya Anora , tetapi semua orang memanggilnya Ani. Dia fasih berbahasa Rusia, tetapi lebih suka berbicara bahasa Inggris. Dia menari di sebuah klub striptis, yang berarti dia jelas bukan pekerja seks, meskipun dia kadang-kadang bekerja sambilan sebagai pekerja seks. Jelas, Ani lebih cerdas dan lebih tangguh daripada yang dia tunjukkan kepada kliennya. Namun, wanita itu berantakan; dia berkompromi dan berkonflik. Mungkin dunia di sekitarnya juga demikian.
Anora , film baru yang brilian dari penulis-sutradara Amerika Sean Baker, menurut Xan Brooks adalah kisah Cinderella yang kacau – panik dan lucu, berapi-api dan profan.
Nah dalam hal ini, tema film yang menggambarkan ketegangan sosial antara dua dunia yang sangat berbeda---dari kehidupan keras di jalanan hingga dunia kemewahan---adalah bahan bakar yang kuat untuk mendapatkan perhatian juri Oscar.
Namun selisih keunggulan antar film memang bisa tipis, ada banyak faktor lain yang akan mempengaruhi keputusan juri, seperti kesuksesan komersial, kehadiran aktor terkenal, atau daya tarik universal dari cerita.Â
Dengan bantuan pertimbangan lain, seperti kemungkinan pengaruh resonansi yang sangat besar bagi penikmat film dan kehidupan sosial kita di dalam kehidupan nyata. Anora bisa sedikit optimis untuk bisa diunggulkan.
Tentu saja karena temanya juga relevan dengan realitas dan bersifat kontemporer. Kita bisa melihat jika film Anora mengeksplorasi perbedaan kelas sosial, pengaruh uang, dan ilusi kebahagiaan---tema yang sangat relevan dengan kondisi sosial saat ini, yang berpotensi mengundang pemikiran mendalam tentang realitas hidup.
Pendekatan juga sangat realistis. Apalagi sang sutradara Sean Baker dikenal dengan pendekatannya yang sangat realistis dan jujur dalam mengangkat tema kehidupan kelas bawah.Â
Dukungan para aktor utama yang kuat adalah nilai lebih lainnya dari film Anora, di mana Mikey Madison, sebagai pemeran utama, yang penuh penghayatan yang harus ia sampaikan dengan intensitas tinggi.
Namun, pastinya tetap ada tantangan bagi "Anora" karena genre komedi (komedi romantis?) dan film yang berfokus pada isu sosial yang berat jarang memenangi penghargaan Film Terbaik.
Meski demikian, kekuatan naratif dan kedalaman karakter yang ditawarkan film ini bisa menjadi pembeda. Siapa tahu kali ini juri ingin mengajak kita semua para penikmat sinema untuk bisa menghargai hidup dengan cara yang lebih humoris, alih-alih menghadapi dengan muka berkerut yang serius.
"Dune: Part Two" -Film yang Sukses Secara Komersial dan Kritikal
Banyak kritikus yang menjagokan keberadaan "Dune: Part Two", dan memberi alasan mengapa film tersebut memiliki peluang besar. Sebab film "Dune: Part One" (2021) sudah meraih kesuksesan besar di ajang Oscar sebelumnya, memenangkan Best Cinematography, Best Visual Effects, dan Best Production Design.Â
Ini menunjukkan bahwa film pertama sangat dihargai oleh Akademi dalam kategori teknis. Hanya saja perlu diingat bahwa keberhasilan teknis di Oscar tidak selalu menjamin kemenangan Best Picture pada sekuel atau film berikutnya.Â
Peter Bradshaw dalam the guardian memberikan penggambaran yang dramatis tentang film ini. Di mana bagian kedua dari adaptasi Dune karya Denis Villeneuve yang monumental adalah film yang sangat mengerikan, halusinasi fiksi ilmiah epik yang gambar-gambarnya berbicara tentang fasisme dan imperialisme, tentang perlawanan gerilya dan romansa.Â