Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Saat "Kurir Politik" Bertamu Pagi Buta, Haruskah Kita Terima Amplopnya?

11 Januari 2024   21:43 Diperbarui: 12 Januari 2024   15:07 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi serangan fajar saat ayam berkokok sumber gambar islampos

"Udah, terima aja amplopnya, soal milih kan "dia" nggak tau". "Biar aja jadi pelajaran buat yang suka bagi amplop, ambil isinya buang amplopnya, biar tau rasa!".

Rasanya kita pernah mendengar dialog itu. Entah saat bercanda, atau pernah mengalaminya langsung.

Jadi, apakah sebaiknya memang hal itu yang kita lakukan, sebagai cara membuat efek jera, atau justru  nanti malah menumbuhsuburkan budaya "serangan fajar" atau politik uang?. 

Lalu bagaimana sebaiknya menyikapi "amplop" pemberian dari konstituen "petualang politik", yang suka nyamar jadi caleg itu?. 

Antara Pembelajaran dan Kebiasaan Buruk

Sore tadi seorang kenalan datang ke rumah, ada yang spesial dibawanya. Bukan oleh-oleh sih, tapi undangan dari seorang caleg yang ikut dalam kontestasi politik 2024. 

Saya hanya dipersilahkan mengisi daftar dukungan, disertai sedikit data dan tentu saja nomor kontak. Katanya biar mudah dihubungi jika nanti diperlukan penggalangan dukungan.


Berikut pesan, yang cukup membingungkan, "catat saja nama di formulir, nanti akan ada hadiah yang bisa diambil, soal pilihan jangan kuatir itu mah rahasia masing-masing orang". Kata kenalan saya yang ternyata menjadi "kurir politik".

Ilustrasi praktik suap saat pemilu/Sumber gambar https://aclc.kpk.go.id/hajarseranganfajar
Ilustrasi praktik suap saat pemilu/Sumber gambar https://aclc.kpk.go.id/hajarseranganfajar

Dengan pesan itu seolah kesan yang ingin ditunjukkan, si caleg tak memaksa siapapun untuk memilihnya, dan hadiah itu "sekedar" tanda terima kasihnya, jika memilih atau tidak memilih. Begitulah kurang lebih terjemahannya.

Dalam banyak kampanye dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menghilangkan praktik "politik uang", pesan yang bisa kita terima adalah agar kita menolak praktik itu dengan apapun caranya.

Artinya jika ada yang main-main dengan uang saat masa kampanye harus ditolak tegas.

Tapi dalam prakteknya yang banyak terjadi justru sebaliknya, masyarakat memanfaatkan momen tersebut untuk "mengeruk keuntungan" sekaligus "memberi pelajaran" bagi para pelaku politik yang nakal dan culas. "Siapa sih yang tak mau duit," kata teman saya suatu kali.

Sikap tersebut seolah telah menjadi kebiasaan yang permisif dilakukan. Dan kita juga yakin bahwa para konstituen yang ikut dalam pemilu juga menyadari fenomena tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun