Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jika "Clip Thinking" Ancaman Bagi Anak, Memangnya Apa Bahayanya?

8 Juni 2023   11:55 Diperbarui: 11 Juni 2023   14:26 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siswa main gawai/Sumber: (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG) 

Anak-anak kita memang bersekolah, ada di kelas, tapi hati dan pikirannya melayang entah kemana. Ribuan informasi melintas dikepalanya, tapi tak tahu mana yang lebih dulu harus diingatnya!

Sebenarnya banyak orang menyadari hal itu, tapi tak punya definisi tepat, apa fenomena sebenarnya. Para guru yang setiap hari berinteraksi langsung dengan siswa, bisa merasakan bagaimana turunnya kemampuan kognitif siswa saat proses belajar.

Mereka bukan tidak pintar, tapi seperti kesulitan menganalisis teks ilmiah pelajaran. Siswa sering kesulitan merumuskan pemikiran mereka sendiri terutama masalah yang sedang mereka pelajari disekolah, agar bisa membuat kesimpulan yang masuk akal dan konsisten menurut logikanya.

Regresi intelektual itu sebagian besar sebabnya karena ketergantungan digital siswa pada gawai. Informasi yang bergerak cepat, dan beragam di media digital membuat siswa terbiasa fokus pada persepsi dan analisis informasi kecil yang tidak saling terkait. Akibatnya, clip thinking terbentuk.

Kesadaran mereka seperti potongan mosaik. Aneka potongan informasi tersaji secara berserak dan lepas konteks. Dalam kondisi seperti ini, siswa tidak jarang kehilangan kemampuan persepsi holistik atas informasi yang diterimanya.

Itulah salah satu sisi negatif fenomena clip thinking, menurunnya nalar kritis atas informasi yang diterimanya. Dampaknya luar biasa, bisa mengarah pada kasus kejahatan, dan yang terburuk, masuknya pengaruh sugestif para provokator media digital.

Tak heran jika siswa yang akrab dengan media sosial, dan intens berinteraksi, juga berperan sebagai penyebar hoaks. Karena kesulitan memilih dan memilah informasi yang diterimanya.

Jika ada 100 orang mengatakan sebotol air mineral adalah air soda, dan hanya satu yang menolak, maka bisa jadi hal itu akan menjadi "kebenaran yang salah", karena persepsi kita mendapat stimulasi semu menerimanya sebagai kebenaran.

Mencari solusi cerdas

Mencari bahan belajar/simber: Kompas
Mencari bahan belajar/simber: Kompas
Sekolah daring selama pandemi menjadi pemicu awal-anak anak akrab berinteraksi dengan gawai ketika belajar. Dan kebiasaan membaca buku pelajaran terdegradasi, jauh ditinggalkan.

Bagaimana mengembalikan kebiasaan baik para siswa agar tak "terjangkiti" clip thinking?

Pertama; Bisa jadi benar bahwa kebijakan mengurangi pekerjaan rumah (PR) jika kita kaji, ada kaitannya sebagai solusi clip thinking. Secara perlahan kurangi ketergantungan siswa terhadap gawai selama proses belajar. Alih-alih menitip PR, berikan saja penugasan di kelas untuk mengurangi keakraban dengan gawainya.

Kedua, Intensifkan ruang baca pustaka sekolah, yang dilarang selama pandemi.

Ketiga, Pilih model pembelajaran, metode mengajar yang tepat; Agar tak membosankan, pilih metode yang tak menempatkan siswa sebagai audies.

Pilihan model pembelajaran seperti Problem Base Learning (PBL), Tutor Sebaya (Peer Teaching), yang melibatkan interaksi diskusi, membantu siswa belajar kritis memecahkan problem, mengajarkan proses berpikir, memahami materi dan mendalaminya, sampai bisa menarik kesimpulan kegunaan pelajaran untuk kehidupannya.

Seorang anak yang belajar dasar-dasar pembukuan akuntansi, bisa memahami gunanya ketika membuat pencatatan penerimaan dan pengeluaran uang pribadinya, atau bookeeping untuk pembukuan keuangan bisnis milik keluarganya.

Begitu juga anak-anak yang belajar konsep packaging dan branding dalam pelajaran entrepreneurship, bisa mengaplikasikan dalam pengembangan bisnis tradisional di tempat tinggalnya.

Fenomena clip thinking memang menarik dalam dunia pendidikan kita, utamanya setelah pandemi. Apalagi saat ini, ketika dampak menurunkan kemampuan kognitif siswa dalam proses pembelajaran makin terasa.

Apapun ada hikmahnya, menyisakan pembelajaran penting. Proses dinamis di ruang kelas kelas, proses belajar dan mengajar itulah yang membuat guru dan siswa menjadi lebih cerdas menyikapi perubahan, untuk menemukan solusi terbaik demi kemajuan pendidikan kita.

Untuk itu, kita butuh peran guru hebat, agar performa prestasi siswa melesat jauh nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun