Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Titian Sepi_6

19 Januari 2019   07:39 Diperbarui: 19 Januari 2019   07:50 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagian 6

Di balik jendela kamar depan, gorden terbuka sedikit oleh tangan keriputnya. Pemilik tangan itu terus menatap kakak beradik yang sedang berbincang di kursi taman. Ah, bukan berbincang tapi lebih tepat berdebat.

Terlihat Anin hanya menunduk menghadapi sikap juga rasa kesal kakak perempuannya. Andini.sesekali terlihat ia mengusap pipinya yabg telah basah oleh airmatanya. Tapi Dini sepertinya belum puas membua Anin terpojok.

Perempuan berkebaya kutubaru [2] itu sepertinya ikut menangis. Apa karena pertengkaran Dini dan Anin? Bisa jadi. Mungkin Perempuan Jawa itu  menyesali perbuatannya. Perbuatan yang tidak pernah ia inginkan.
Ini semua karena Ibu. Ibu yang telah berlaku tidak adil terhadap Mbak Ayu---kakaknya.

"Bu ... Apa tidak sebaiknya Ibu mengubah isi surat wasiat Ibu?"

"Ngopo kok diganti?" [2]

"Ee--ee ... Mbak Ayu lebih berhak, Bu."

"Kata siapa berhak?"

Sri hanya bergeming, jemarinya memainkan ujung kebaya. Pun tak berani ia menatap penglihatan sepuh ibunya itu. Terlebih menjawabnya.

"Kowe rak ngerti, ngopo aku nyoret [3],"  kata Ibu.

Sri mengangguk lemah. Tapi semua itu tak sepenuhnya salah Mbak Ayu, bisiknya dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun