Mohon tunggu...
Rinda Aunillah Sirait
Rinda Aunillah Sirait Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Alam

Pemerhati satwa liar, penyiaran dan etika media massa. Kumpulan tulisan yang tidak dipublikasikan melalui media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Satwa Liar di Layar Kaca Kita

26 Februari 2018   13:12 Diperbarui: 28 Februari 2018   19:41 1755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Layar kaca kita kerap salah kaprah dalam mempertontonkan satwa liar. Global TV menyiarkan Program Perangkap dan Program Safari Satwa disertai informasi yang menyesatkan. Program Perangkap episode Selasa, 30 Januari 2018 menayangkan detil cara menjerat burung elang.

Pada program Safari Satwa, episode 1 Februari 2018, Safari Satwa menayangkan seekor buaya muara (Crocodylus porosus) yang dipelihara selama 20 tahun oleh keluarga di Bogor, Jawa Barat. 

Buaya tersebut diambil dari habitatnya di kawasan muara Pantai Pangandaran, Jawa Barat. Pada episode tersebut host sempat mengucapkan kalimat, "Semoga tayangan ini bisa menginspirasi pemirsa. Ingat ya, sebuas-buasnya satwa akan menjadi baik jika dipelihara dengan kasih sayang."

Eksploitasi satwa liar dilindungi di Program Siaran Janji Suci yang ditayangkan Lembaga Penyiaran Televisi Swasta (LPS) TRANS TV pada Minggu, 30 April 2017 Pukul 16.00-16.30 WIB. Program Janji Suci di TRANS TV menayangkan sepupu artis Raffi Ahmad memelihara sejumlah satwa liar dilindungi sebagai satwa peliharaan di kediamannya di kawasan Ciumbuleuit-Bandung.

Tayangan TVRI pada Minggu, 26 Februari 2017 sekitar pukul 09.33 WIB, reporter menerima ajakan pengunjung CFD yang membawa ular piton dengan berujar, "Ini untuk menunjukkan bahwa satwa liar bisa dijinakkan." Sungguh sebuah ujaran yang menyesatkan khalayak.

Program Siaran Kelas Internasional yang ditayangkan Lembaga Penyiaran Televisi Swasta (LPS) NET TV pada Kamis, 29 September 2016 pukul 18.00-18.30 WIB. Program Kelas Internasional di Net TV menayangkan seekor kakatua jambul kuning sebagai satwa peliharaan salah satu pemeran (ibu kos) yang dianggap jinak dan bisa dilatih berbicara.

Kamis, 29 September 2016, Program Kelas Internasional di Net TV menayangkan seekor kakatua jambul kuning sebagai satwa peliharaan. Ironis, kakatua jambul kuning (Sulphur-crested Cockatoo) termasuk salah satu burung yang dilindungi berdasarkan PP no. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Artinya burung ini adalah satwa liar yang tidak selayaknya dipertontonkan sebagai satwa domestik.

Kakatua jambul kuning kerap menjadi objek perburuan di alam untuk diperdagangkan dan pada akhirnya berakhir di rumah-rumah kolektor sebagai pajangan. Tayangan di NET TV seolah memberikan legitimasi kepada publik bahwa satwa berstatus kritis (Critically Edangered) menurut IUCN, ini bisa dipiara dan dilatih. Kelas Internasional mempertontonkan satwa liar ini semakin jauh dari habitat dan naluri alamiahnya.

Kreativitas menjadi modal penting bagi pengelola lembaga penyiaran televisi untuk bertahan di tengah ketatnya persaingan. Beragam upaya dilakukan tim kreatif untuk mencuri perhatian khalayak, mulai dari lekuk tubuh yang dieksploitasi berbau pornografi dan pornoaksi, aksi slapstick di program komedi, adegan kekerasan berdarah-darah, aksi hantu sampai memanfaatkan satwa liar.

Sejak 2012 PROFAUNA Indonesia mencatat cukup banyak tayangan televisi yang menayangkan adegan-adegan penyalahgunaan satwa. Bentuknya beragam, mulai dari pertunjukan sirkus, tayangan kegiatan berburu satwa liar, hingga menghadirkan satwa liar ke studio untuk berinteraksi dengan pembawa acara dan penonton.

Sinetron Aladin (MNC TV) pada 2012 mendapat kecaman dari banyak organisasi pemerhati satwa karena adanya adegan penyiksaan terhadap kukang oleh anak-anak. Tayangan Berburu (Trans7) yang selain jelas-jelas menayangkan kekerasan terhadap satwa liar, juga melanggar hukum karena kerap ada adegan yang dilakukan di dalam kawasan konservasi. 

Program musik Inbox (SCTV) pada 2014 juga pernah tersandung kasus serupa akibat menghadirkan seekor orangutan untuk berinteraksi secara langsung dengan pembawa acara. Tayangan televisi lain yang pernah mendapat respon keras dari PROFAUNA adalah Steve Ewon, Petualangan Panji, Mancing Mania, dan Extreme Kuliner.

Sorotan tajam, bahkan dalam bentuk laporan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dilakukan aktivis perlindungan satwa liar karena terkait amanat UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan PP No. 7/1999 yang memuat daftar satwa liar dilindungi. 

Kedua peraturan perundangan jelas mengamanatkan perlindungan terhadap satwa dan habitatnya. Satwa liar, terutama yang berstatus dilindungi, tidak boleh diburu, diperdagangkan, disimpan dalam kondisi hidup (dipelihara) ataupun dalam bentuk awetan baik secara utuh maupun bagian-bagian tubuhnya.

P3SPS KPI tidak tegas mengatur
Hingga saat ini tayangan satwa liar di televisi memang belum dibahas secara khusus dalam Pedoman Perilaku Penyiaran-Standar Program Siaran (P3SPS) KPI. Tayangan tentang satwa yang diatur baru terkait satwa dalam konteks kesadisan dan kekerasan yang berkaitan dengan mistik, horor dan supranatural. Padahal, tayangan terkait satwa terjadi di berbagai format tayangan baik faktual maupun nonfaktual.

Bisa jadi hal inilah yang menyebabkan sejumlah pengelola siaran televisi terpeleset, salah kaprah mempertontonkan satwa liar. Padahal sebagai salah satu media massa, televisi berkewajiban menjalankan fungsi informasi dan edukasi, selain fungsi hiburan yang selama ini seolah menjadi fokus.

Salah kaprah dalam mempertontonkan satwa liar berpotensi menginspirasi khalayak untuk memelihara satwa liar di rumah. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya perdagangan satwa liar di pasar gelap dan merebaknya perburuan di alam.

Berdasarkan berbagai kejadian selama ini, perlu ada pasal khusus dalam P3SPS KPI yang membahas penayangan satwa di televisi. Pasal ini harus berlaku secara umum, untuk semua bentuk lembaga penyiaran dan semua klasifikasi program siaran. Keberadaan pasal ini akan menjadi petunjuk bagi pengelola media penyiaran saat mereka menayangkan satwa, terutama satwa liar.

Di sisi lain partisipasi khalayak sangat penting untuk menghindari terjadinya eksploitasi satwa liar di layar kaca. Jika kita sudah bisa peka dan kerap mengkritisi tayangan sinetron yang tidak mendidik bagi anak, maka sudah saatnya kita mencermati dan melaporkan tayangan-tayangan televisi yang mengandung eksploitasi satwa. Laporkan melalui saluran pengaduan di website KPI (www.kpi.go.id)! Langkah kecil khalayak akan menjadi penyelamat bagi satwa.*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun