Mohon tunggu...
Rinda Lolita Melanwati
Rinda Lolita Melanwati Mohon Tunggu... Data Analyst | Researcher | Praktisi

Doctoral Student at Brawijaya University

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Peta Diputuskan di Meja Elite

17 Juni 2025   19:00 Diperbarui: 17 Juni 2025   19:00 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Prabowo Subianto (17/06/2025) baru saja mengambil keputusan penting dan sarat makna dengan menetapkan bahwa empat pulau yang sempat disengketakan (Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek) secara resmi adalah bagian dari wilayah administrasi Provinsi Aceh. Keputusan ini tidak hanya menjawab kebingungan administratif yang selama ini menggantung, tetapi juga menjadi penanda pengakuan negara terhadap dimensi historis, identitas kultural, dan aspirasi rakyat Aceh. Komisi II DPR pun menyambut baik langkah ini, menyebutnya sebagai keputusan yang "sangat tepat" karena berpijak pada sejarah dan rasa keadilan bagi masyarakat yang selama ini merasa diabaikan.

Namun, keputusan ini seharusnya tidak berhenti di ranah simbolik atau administratif belaka. Pengakuan ini baru akan bermakna penuh jika dijadikan momentum untuk membangun keadilan spasial dan partisipasi rakyat di wilayah tersebut. Pengembalian status administratif empat pulau ke Aceh hanyalah awal dari tugas panjang: menghadirkan pembangunan yang berpihak kepada masyarakat pulau, memastikan layanan dasar tersedia, dan yang paling penting adalah menghadirkan ruang bagi masyarakat lokal, terutama perempuan, untuk turut menentukan arah pembangunan wilayahnya.

Perlu diingat bahwa selama ini masyarakat di empat pulau tersebut (khususnya komunitas pesisir dan perempuan) sering kali tidak mendapat tempat dalam pengambilan keputusan. Padahal, merekalah yang paling memahami dinamika sosial, ekologi, dan kebutuhan dasar setempat. Perempuan di wilayah kepulauan bukan hanya ibu rumah tangga, tetapi juga penjaga budaya, pengelola ekonomi rumah tangga, dan pelindung lingkungan. Jika mereka dilibatkan secara penuh dalam proses pengelolaan wilayah pasca-keputusan ini, maka akan terjadi multiplier effect yang luar biasa: penguatan ekonomi lokal, tata kelola yang lebih inklusif, pelestarian ekologi pesisir, dan regenerasi pengetahuan adat.

Keputusan Presiden ini juga harus diikuti dengan revisi dokumen administratif, sebagaimana telah diinstruksikan oleh Menteri Dalam Negeri, agar tidak ada lagi tumpang tindih wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara. Tetapi lebih dari sekadar legalitas dokumen, negara perlu hadir untuk menjamin infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, serta pelayanan publik lainnya benar-benar menyentuh masyarakat empat pulau tersebut. Jangan sampai pengakuan wilayah hanya menjadi catatan dalam lembar negara, sementara kehidupan warga tetap jauh dari rasa adil dan sejahtera.

Dengan demikian, keputusan ini harus dibaca bukan semata sebagai keberhasilan politik pusat, melainkan sebagai tantangan bersama untuk mengubah cara pandang terhadap pulau-pulau kecil di pinggiran. Dari yang selama ini dianggap beban administratif, menjadi pusat-pusat peradaban lokal yang dihormati dan diberdayakan. Dari yang selama ini dimiliki tanpa didengar, menjadi ruang hidup yang dikelola oleh rakyatnya sendiri.

Kini, saatnya kita menggeser narasi dari "Empat Pulau Sah Milik Aceh" menjadi "Empat Pulau yang Berdaulat Ditangan Rakyat Aceh". Keputusan sudah dibuat. Tugas kita sekarang adalah memastikan suara rakyat di pulau-pulau itu tidak lagi disisihkan, melainkan menjadi fondasi utama bagi pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan bermartabat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun