Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Patahkan Kursi Adikmu

19 Januari 2018   02:58 Diperbarui: 19 Januari 2018   03:12 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja mendapat pengarahan dari kepala sekolah tentang perlunya untuk mendampingi dan memantapkan pilihan anak seusai sekolah menengah atas nanti, ketika membaca berita tentang teguran sebuah perguruan tinggi pada sebuah sekolah menengah atas terbaik akibat siswanya yang meninggalkan jalur undangan untuk kuliah di luar negeri.

Dari berita inilah, jadi mengetahui kenapa pertemuan para orangtua dan wali murid diadakan. Pihak sekolah mengatakan, ketika seorang siswa telah mendapatkan kursi di perguruan tinggi dari jalur undangan adalah wajib untuk dimasukinya. Karena jika tidak atau dibatalkan untuk alasan apapun, maka itu sama artinya dengan mematahkan kursi untuk adik kelasnya nanti.

Sangat disayangkan memang karena jalur undangan tak banyak yang mendapatkannya. Walau apa yang dilakukan sang siswa yang lebih memilih perguruan tinggi luar negeri juga tak bisa disalahkan sepenuhnya. Bukankah masing-masing anak yang memang cerdas dan didukung kemampuan finansial orangtuanya berhak untuk memilih sekolah terbaik dimanapun? Tapi peraturan tetaplah peraturan, baik tertulis ataupun tidak.

Sebagai orangtua, saya sangat mendukung program sekolah dengan himbauan tadi. Sangat baik bagi remaja yang sudah berada di bangku sekolah menengah atas, mulai menata masa depannya dengan lebih serius dengan tahu akan kemana tujuannya setelah lulus. Beberapa tahun ke belakang, berbagai tes untuk menunjukkan minat, kemampuan dan bakat anak sudah banyak di sediakan. Tinggal melihat bagaimana perkembangannya hingga mereka remaja. Di tambah lagi kemudahan mendapatkan informasi,  sudah bukan masanya lagi generasi sekarang masih bingung saat sudah di kelas akhir sekolah menengah atas hendak kemana melanjutkan belajarnya.

Sebagian remaja ada yang tak peduli dan hanya mengikuti apa yang sudah diatur oleh orangtuanya. Sebagian lagi ikut-ikutan dan terpengaruh teman-temannya. Namun ada juga remaja yang memang sudah tahu apa yang diinginkannya hingga dia sangat fokus untuk mencapainya.

Kemantapan para remaja untuk bisa menentukan pilihan akan kemana dia melanjutkan sekolah akan membangun pola berpikir yang lebih bertanggung jawab. Sudah bukan saatnya lagi orangtua mendikte atau hanya ingin menjadikan anaknya sebagai 'penerus'nya dengan mengambil kuliah di bidang yang sama apalagi juga di perguruan tinggi yang sama juga. Terlebih bila kemampuan sang anak tak sama dengan orangtuanya.

Sejak remaja ada baiknya mereka harus dibiasakan mengambil keputusan sendiri, agar mereka tumbuh sebagai pribadi yang punya sikap, punya keberanian dan tentu bertanggung jawab. Bukan pribadi yang membebek, apalagi pribadi yang punya motto asal bapak ibu senang dan terus mengikuti apapun kehendak orangtuanya.

Tentu harus pula diajarkan bahwa setiap pilihan itu selalu membawa konsekuensi, suka atau tidak. Konsekuensi itulah yang akan membangunkan mereka bahwa hidup ini ada tanggung jawab, bukan terus bersantai apalagi berhura-hura. Biarkanlah anak menjalani proses yang bisa jadi akan membuatnya mengalami kesulitan. Karena tanpa mengenal kesulitan, anak akan jadi pribadi yang manja dan malas berpikir, plus malas mencari solusi atas segala masalah.

Sebagai perguruan tinggi favorit, tentu saja untuk menentukan siapa yang berhak diundang dan tidak, butuh waktu yang cukup panjang mengingat semakin hari semakin banyak remaja yang berprestasi. Persaingan pastinya semakin ketat. Bukan lagi dari satu sekolah saja tapi hampir dari sekolah terbaik yang ada di setiap provinsi, kotamadya hingga mungkin juga kabupaten.

Begitupun dengan sekolah menengah atas juga butuh perjuangan panjang untuk menjadikan muridnya sebagai'prioritas' dalam jalur undangan sebuah perguruan tinggi. Perjuangan yang butuh bertahun-tahun, jadi alangkah sayangnya jika hasilnya di sia-siakan. Perguruan tinggi yang merasa tak dihargai tentu akan sangat kecewa mengingat kursi kuliah yang ditinggalkan tak bisa digantikan siapapun. Bahkan yang terburuk adalah jatah yang biasanya memberi undangan 10 siswa bisa jadi akan dikurangi menjadi 5 akibat dari perbuatan siswa yang meninggalkan undangan dari mereka. Tentu saja yang menjadi korbannya adalah adik kelasnya yang akan lulus tahun depan.

Sebagai orangtua, tentu saja semua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Termasuk menyekolahkan anaknya di tempat yang terbaik. Mendengar kabar tentang teguran perguruan tinggi pada sekolah tempat sang anak bersekolah, tentu akan menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua akan masa depan anaknya yang masih duduk di kelas awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun