Penduduk adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan dan pertumbuhan suatu wilayah atau negara. Menurut Kemendikbud RI, distribusi atau persebaran penduduk mengacu pada pola penyebaran penduduk di suatu wilayah atau negara, baik tersebar merata maupun tidak. Distribusi penduduk yang merata dan seimbang sangat penting untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Persebaran penduduk di DKI Jakarta tercermin dari jumlah penduduk di masing-masing wilayah. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022, wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Jakarta Timur dengan total 3.066.074 jiwa. Kemudian disusul oleh Jakarta Barat dengan jumlah penduduk sebanyak 2.458.707 jiwa. Kota Jakarta Selatan memiliki jumlah penduduk sebesar 2.234.262 jiwa, sementara Jakarta Utara mencapai 1.799.220 jiwa. Sebanyak 1.053.482 jiwa penduduk ibu kota terletak di Jakarta Pusat. Sedangkan hanya 28.262 jiwa penduduk ibu kota yang menghuni di Kepulauan Seribu.
Pertumbuhan penduduk yang masif di suatu wilayah dapat berdampak signifikan terhadap tingkat kriminalitas. Ketika jumlah penduduk meningkat, sering kali menciptakan kompetisi yang ketat untuk sumber daya yang terbatas, seperti pekerjaan, perumahan, dan layanan publik. Hal ini dapat memicu frustrasi dan ketidakpuasan, yang berpotensi meningkatkan angka kejahatan. Selama periode tahun 2022, jumlah kejadian kejahatan atau tindak kriminalitas di DKI Jakarta sebanyak 18.583 kasus. Kejadian resiko terkena kejahatan (crime rate) pada tahun 2022 mengalami peningkatan yang awalnya sebesar 191 orang menjadi sebesar 574. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk naik sebesar 574 orang dibandingkan pada tahun 2021 sebesar 191 orang. Crime Rate merupakan angka yang dapat menunjukan tingkat kerawanan suatu kejahatan pada suatu kota tertentu pada waktu tertentu.Â
Semakin tinggi tingkat crime rate maka tingkat kerawanan akan kejahatan suatu daerah semakin tinggi pula, dan sebaliknya. Pada tahun 2022 menurut kabupaten/kota di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Kota Jakarta Timur menempati jumlah kejahatan yang dilaporkan tertinggi, yaitu sebanyak 3.925 kasus, diikuti oleh Kota Jakarta Selatan sebanyak 3.297 kasus. Kejadian jumlah kejahatan yang terkecil terjadi di Kabupaten Kepulauan Seribu yaitu sebesar 87 kasus. Meningkatnya angka kriminalitas sering kali berkorelasi dengan kondisi tata ruang yang tidak terencana dengan baik, di mana pemukiman kumuh dan kawasan padat penduduk menjadi sarang bagi kejahatan. Misalnya, pemukiman yang kurang terawat dan minim fasilitas publik dapat meningkatkan risiko tindakan kriminal karena kurangnya pengawasan sosial dan aksesibilitas yang baik.
DKI Jakarta memiliki lebih dari 10 juta penduduk dan memiliki luas sekitar 661,52 km2, dengan kepadatan penduduk yang tinggi mencapai 16.084 jiwa/km2 pada tahun 2022. Jakarta Pusat memiliki kepadatan tertinggi, dengan 20.618 jiwa/km2, lalu diikuti oleh Jakarta Barat dengan 19.680 jiwa/km2 dan Jakarta Timur dengan kepadatan penduduk yaitu 16.879 jiwa/km2. Sementara Jakarta Selatan mencapai 14.545 jiwa/km2. Sebesar 12.812 jiwa/km2 kepadatan penduduk ibu kota terletak di Jakarta Utara. Sedangkan hanya 2.841 jiwa/km2 kepadatan penduduk di Kepulauan Seribu.
Tingkat kriminalitas yang tinggi dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap tata ruang dan pembangunan berkelanjutan. Ketika tingkat kejahatan meningkat, masyarakat cenderung merasa tidak aman, yang dapat mengakibatkan penurunan investasi dan pengembangan infrastruktur. Hal ini sering kali menyebabkan terbengkalainya kawasan tertentu, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan memperburuk kondisi sosial. Selain itu, pemerintah mungkin terpaksa mengalihkan sumber daya untuk penegakan hukum dan keamanan, yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik lainnya. Lingkungan yang tidak aman juga dapat mengubah pola penggunaan lahan, dengan area yang sebelumnya produktif menjadi terabaikan atau beralih fungsi menjadi tempat yang kurang bermanfaat. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, tantangan ini semakin kompleks, karena keberlanjutan tidak hanya bergantung pada aspek ekonomi, tetapi juga pada keamanan dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan strategi pencegahan kriminalitas dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan agar tercipta lingkungan yang aman, berkelanjutan, dan mendukung kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, kepadatan penduduk yang tinggi sangat memengaruhi pembangunan dan tata ruang berkelanjutan. Daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi biasanya mengalami tekanan pada infrastruktur dan layanan publik seperti transportasi, kesehatan, dan pendidikan. Perencanaan tata ruang yang lebih baik diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk yang terus meningkat di wilayah dengan kepadatan tinggi. Persebaran penduduk dan perkembangan infrastruktur di DKI Jakarta sering kali tidak merata. Hal ini menyebabkan ketimpangan sosial-ekonomi antara wilayah pusat dan pinggiran. Ketidakseimbangan ini membatasi akses masyarakat terhadap layanan publik dan kesempatan kerja yang layak di sejumlah daerah, mendorong sebagian penduduk untuk bermigrasi kembali ke pusat kota, sehingga menambah tingkat kepadatan. Selain itu, persebaran yang tidak merata ini sering kali berkontribusi pada munculnya kawasan kumuh, yang menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang layak huni.
Dampak lain dari pola persebaran penduduk adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang terbuka hijau dan fasilitas publik. Dalam upaya pembangunan berkelanjutan, aspek lingkungan perlu diperhatikan dalam setiap kebijakan tata ruang. Peningkatan kualitas hidup masyarakat harus selaras dengan upaya pelestarian lingkungan, sehingga pembangunan tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan sosial dan keberlanjutan ekosistem. Secara umum, pola persebaran penduduk di DKI Jakarta mencerminkan interaksi yang kompleks antara pertumbuhan populasi dan kebutuhan infrastruktur. Melalui perencanaan yang efektif dan kebijakan yang inklusif, DKI Jakarta dapat menghadapi tantangan ini dan menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi seluruh masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI