Mohon tunggu...
Miftah Rinaldi Harahap
Miftah Rinaldi Harahap Mohon Tunggu... Partai Hijau Indonesia | New Native Literasi

Sedang bergerilya bersama @Partai Hijau Indonesia, @New Native Literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Cita - cita: Sebuah Refleksi

11 Juli 2025   06:51 Diperbarui: 11 Juli 2025   06:51 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tidak terbiasa menuliskan hal - hal yang emosional. Tetapi belakangan ini saya merasa bahwa berbagai hal yang emosional itu mesti saya tulis. Baiklah, mari kita mulai. Tulisan ini adalah sebuah pemaknaan ulang terhadap konsep cita - cita. Saya sebut pemaknaan ulang karena memang saya sendiri banyak melihat kejanggalan di dalam cara kita memaknai cita - cita. 

Cita - cita adalah sesuatu hal yang dijadikan tujuan bagi setiap mereka yang bernyawa. Setiap manusia berusaha untuk mewujudkan cita- cita itu walaupun harus berjibaku dengan kerasnya realitas kehidupan. Mungkin dalam bahasa yang lebih sederhana adalah cara manusia untuk menunjukkan pencapaian demi pencapaian dalam setiap babak hidupnya. 

Di Indonesia setiap orang yang mencapai cita - cita dianggap sudah menjadi "orang." Menjadi "orang" adalah sebuah ungkapan aneh yang terus dilanggengkan oleh warga di Negara ini. Seolah - olah, manusia yang belum mencapai cita - cita belum menjadi "orang." 

Saya selalu merasa tergelitik ketika mendengar kalimat menjadi "orang" ini. Sebab, saya selalu penasaran apa sebenarnya makna atau tolok ukur seorang manusia telah menjadi "orang."

Suatu waktu saya memberanikan diri bertanya kepada kawan, dan jawaban yang saya terima adalah ternyata makna kalimat telah menjadi "orang" ini tidak jauh - jauh dari soal kemapanan finansial. Manusia yang kemampuan finansial nya baik akan lebih dianggap "orang" dibanding manusia yang dianggap belum mapan secara finansial. 

Terdiam dan Merenung

Mendengar jawaban kawan saya membuat saya terdiam dan merenung. Kira - kira apa yang membuat terjadi pemaknaan seperti itu dalam hal cita - cita. Akibat pemaknaan seperti itu ada banyak manusia yang pada akhirnya memilih sebuah cita - cita atas dasar dorongan materi semata - mata tanpa pernah mengerti secara mendalam ketika ia sampai ke cita - cita yang diinginkan harus berbuat apa. 

Misalnya, saya sering bertanya kepada anak - anak muda tentang alasan terdalam mereka memilih cita - cita menjadi A atau B. Rata - rata jawaban yang saya terima dari pertanyaan saya itu adalah untuk membahagiakan orang tua. Dan, ketika saya tanyakan lagi apa maksudnya membahagiakan orang tua maka jawaban mereka selanjutnya adalah hal - hal yang berkaitan dengan finansial. 

Tentu saja hal itu mulia tetapi motivasi utama mereka adalah soal finansial bukan soal membahagiakan orang tua.Ini adalah sesuatu hal yang paradoks sebab sebagian besar cita - cita yang ingin mereka capai bertumpu pada hal - hal yang publik. Sementara, motivasi mereka untuk menggapai cita-cita tersebut sangat privat. 

Lantas, kita pun bertanya; apakah jangan - jangan ini yang membuat ada banyak peristiwa tindak pidana korupsi ? Atau perbuatan - perbuatan lain yang melanggar etika publik ? Silahkan, para pembaca yang menjawabnya. 

Disisi lain ketika semua cita - cita tersebut dimaknai dengan cara pandang materi semata - mata. Maka, penghargaan itu bukan lagi kepada kemanfaatan dari setiap cita - cita yang sudah dicapai.Perlahan saya jadi mengerti; mengapa ada manusia yang merasa aneh melihat manusia lain hanya karena ia memilih cita - cita tertentu. Awalnya, saya kira keanehan itu datang dari pemikiran panjang soal manfaatnya tetapi ternyata saya salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun