Mohon tunggu...
Rina Natalia
Rina Natalia Mohon Tunggu... Freelancer - -corin-

i juz an ex. Accountant with big luv on Writing and Singing. enjoy being a Marketing in the recent years 😉

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ananda (Part 6)

1 Juli 2017   14:31 Diperbarui: 1 Juli 2017   15:08 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Butir-butir airmata membasahi pipiku lagi. Fandy memelukku, seraya berulang kali mengucapkan kata maaf. Dan agak lama baru aku bisa mulai tenang kembali.

“Setelah Angie hamil kamu kemana, Fan? Mengapa kamu ninggalin dia begitu saja? Kamu nggak berperasaan, Fan,“ kataku kemudian setengah menuduhnya.

“Kenyataannya nggak seperti yang kamu pikirkan, Ver. Setelah kejadian di villa itu kami udah nggak pernah ketemu lagi. Aku juga jarang main-main ke kost Linda. Sampai  suatu hari kebetulan aku ketemu Linda lagi, kami saling ngobrol dan dia bilang kalau Angie sudah nggak kost disana. Hanya itu saja, dia juga nggak cerita soal Angie hamil atau apa karena dia memang nggak tahu menahu soal itu. Aku sendiri kenal Angie singkat saja, aku juga nggak tahu pasti siapa saja teman-temannya. Soal dia sahabatmu, aku juga baru tahu setelah kita pacaran kan, Ver? Aku bener-bener nggak kepikiran, kejadian itu juga seperti aku bilang tanpa komitmen, aku hanya ingin nyenengin dia aja.” Aku terdiam mendengar semua penjelasan Fandy ini, aku juga nggak tahu siapa yang bisa dibenarkan atau disalahkan dalam hal ini. Reno benar, memang ada kesempatan saat itu!

“Lalu darimana kamu tahu soal kehamilan Angie, juga soal Ananda, anak kalian?” tanyaku kemudian.

“Ya, Ver, waktu itu baru beberapa bulan kita jadian, lalu aku ketemu Reno. Reno juga yang menceritakan semuanya. Tadinya aku nggak percaya kalau Angie hamil karena aku, tapi Reno meyakinkan aku, dia bilang dia tahu pasti. Dia bahkan memberi aku alamat Angie di Jakarta. Aku pun kesana, bertemu Angie dan Ananda.” Aku agak terkejut dengan kata-kata Fandy itu, tapi kemudian aku teringat saat itu, tiba-tiba memang Fandy ke Jakarta sekitar satu minggu, ada urusan keluarga katanya waktu itu.

“Angie menceritakan semuanya, Ver. Soal kehamilannya, orang tuanya yang sempat marah waktu itu, juga soal kehidupannya bersama Ananda. Tapi Angie tidak menuntut apa-apa dari aku, dia hanya ingin aku mengakui kalau Ananda memang anak kami. Dan aku memang mengakuinya, tanpa tes DNA pun aku tahu dia anakku, entahlah, Ver, aku merasakan hal yang lain ketika aku bertemu, mengobrol dan bermain dengan anak itu. Kalau nggak salah umurnya tiga tahun waktu itu,” kata Fandy lagi.

“Kamu nggak ingin menikahinya saat itu, Fan? Lalu bagaimana dengan orang tuamu, mereka sudah tahu soal ini?” tanyaku tak sabar.

“Kami saling cerita keadaan masing-masing waktu itu. Angie juga tanya aku lagi jalan sama siapa. Waktu aku bilang kamu, dia sedikit kaget, tapi kemudian dia bilang supaya aku serius dengan kamu. Dia nggak menuntut pernikahan dariku, dia sadar nggak ada komitmen untuk itu dan dia bilang semua itu salahnya. Angie sangat sayang dengan Ananda, Ver. Katanya itu kenangan terindah dariku, dia sangat berterima kasih. Soal orang tuaku, baru beberapa tahun aku berani bercerita, waktu itu kamu udah di USA. Mereka kaget sekali, tapi kemudian menyerahkan semuanya ke aku, termasuk juga mereka ingin aku membahasnya denganmu. Hmm…sekali lagi maafkan aku, Ver, menyembunyikan kenyataan ini begitu lama, “ Fandy menggenggam tanganku kemudian, aku nggak tahu mesti komentar apa lagi. Ini kenyataan dan Angie, ah…entahlah mengapa dalam hal ini harus aku, Angie dan Fandy yang terlibat?

“Fan, Angie memang sudah meninggal, lalu Ananda, apa kamu nggak ingin ketemu anak itu lagi?” tanyaku kemudian.

“Ya, Ver, aku tahu soal Angie meninggal beberapa bulan kemudian dan yang aku pikirkan waktu itu adalah Ananda. Tapi aku belum siap untuk mengajaknya tinggal bersamaku, aku juga mikirin perasaan kamu, Ver. Aku memang bodoh, ketika aku ke Jakarta lagi ternyata Ananda sudah nggak disana lagi dan…”

“Temui dia, Fan, aku tahu dia dimana sekarang,” potongku. Fandy terperangah menatapku, aku tidak menjawab. Aku masuk ke dalam sebentar, mengambil kertas dan menuliskan alamat mbak Lena..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun