Mohon tunggu...
rika nur faizah
rika nur faizah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Rika Nur Faizah, Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Gizi, Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Biofortifikasi Tanaman Lokal dalam Meningkatkan Asupan Vitamin A pada Masyarakat Pedesaan Indonesia

25 September 2025   11:41 Diperbarui: 25 September 2025   11:41 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Malnutrisi merupakan salah satu tantangan utama bagi peningkatan sumber daya manusia di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan yang memiliki akses terbatas terhadap pangan bergizi. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting pada balita mencapai 19,8%, wasting 7,4%, dan underweight 3,4%, serta kekurangan vitamin A (KVA) sebagai salah satu faktor penyebab utama. KVA tidak hanya menurunkan sistem imun tubuh, meningkatkan angka kesakitan dan keparahan infeksi, penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak, penyebab utama kebutaan atau kelainan mata, tetapi juga berkontribusi pada penurunan produktivitas masyarakat pedesaan yang bergantung pada pertanian subsisten. Dalam kondisi ketergantungan terhadap makanan pokok seperti beras yang memiliki kandungan gizi rendah, tanaman lokal seperti ubi jalar dan jagung sering kali kurang mendapat perhatian, padahal sebenarnya merupakan sumber provitamin A yang potensial.

Kekuranga vitamin A (KVA) merupakan salah satu dari tiga masalah malnutrisi di Indonesia, yaitu defisiensi mikronutrien, stunting, dan peningkatan kasus kelebihan berat badan yang disebabkan oleh perubahan pola konsumsi makanan. Sekitar 45% penduduk Indonesia bertempat tinggal di wilayah pedesaan (BPS, 2023), kekurangan vitami A (KVA) yang menyerang sekitar 20-30% anak balita, yang berdampak pada melemahnya sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan dan diare, serta masalah penglihatan terutama dalam kondisi minim cahaya. Pada kondisi berat, kekurangan vitamin A juga dapat menyebabkan batuk kering berkepanjangan, infeksi saluran kemih berulang, hingga kerusakan ginjal yang berujung hipertensi dan gagal ginjal kronis. Selain itu, kekurangan vitamin A (KVA) juga sering terjadi secara bersamaan dengan defisiensi zat besi (Fe), seng (Zn), dan protein, yang mengganggu pelepasan vitamin A dari hati, sehingga memperlambat pemulihan anemia gizi dan menurunkan produktivitas para petani.

Penyebab utama KVA di wilayah pedesaan disebabkan karena pola makan monoton yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang memiliki nilai gizi yang rendah seperti beras, dengan asupan sayur dan buah yang terbatas. Berdasarkan rekomendasi WHO, konsumsi sayur dan buah setiap hari minimal 400 gram. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada menurunnya hasil tanaman lokal, rendahnya akses layanan kesehatan, dan rendahnya pengetahuan gizi di kalangan orang tua. Meskipun kemiskinan merupakan penyebab utama, kekurangan vitamin A (KVA) juga muncul di rumah tangga yang kurang memahami sumber vitamin A dari makanan lokal seperti ubi jalar dan jagung.

Terdapat kasus nyata yang dapat mendukung urgensi masalah tersebut yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecamatan Waru memiliki kerentanan yang tinggi terhadap pneumonia pada balita, yang ditandai dengan tingginya prevalensi kasus secara konsisten selama tiga tahun terakhir, serta adanya faktor risiko yang signifikan seperti kurangnya pemberian vitamin A. Hal ini disebabkan karena  konsumsi sayuran hijau yang tidak mencukupi, rendahnya asupan telur atau mentega, dan sedikitnya konsumsi makanan dari sumber hewani lainnya. Selain itu, kekurangan vitamin A (KVA) subklinis juga dapat terjadi akibat rendahnya ketersediaan vitamin A dari sumber tumbuhan. Oleh karena itu, perlunya intervensi gizi berkelanjutan yang dapat meningkatkan asupan vitamin A pada masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan.

Biofortifikasi hadir sebagai inovasi dalam bidang pertanian genetik yang menawarkan solusi berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini berbeda dengan pemberian suplementasi vitamin A yang bersifat sementara dan mahal, biofortifikasi dapat meningkatkan kandungan nutrisi alami pada tanaman melalui pemuliaan genetik, sehingga masyarakat di daerah pedesaan dapat mengakses makanan bergizi tanpa perlu mengeluarkan biaya tambahan. Dengan menitikberatkan pada tanaman lokal seperti ubi jalar oranye dan jagung kuning yang sesuai dengan iklim tropis Indonesia, pendekatan ini menjadi relevan dalam mengurangi masalah malnutrisi.

Di Indonesia, program biofortifikasi menyasar pada tanaman lokal yang sudah familiar bagi masyarakat, seperti ubi jalar oranye dan jagung kuning. Ubi jalar oranye (OFSP) adalah sumber beta-karoten nabati melimpah yang dapat di ubah oleh tubuh menjadi vitamin A. Hanya dengan mengonsumsi satu ubi kecil (100 g) varietas ubi jalar berwarna oranye (OFSP) dengan tingkat intensitas sedang, kebutuhan vitamin A harian anak kecil dapat terpenuhi sebesar 400 Retinol Activity Equivalents (RAEs). Karena lebih dari 80% beta-karoten tetap terjaga meskipun direbus, dan hanya sedikit makanan nabati yang mampu menandingi kandungan tersebut. Selain itu, varietas OFSP yang panen awal juga mudah disesuaikan dengan berbagai sistem pangan yang melawan tantangan perubahan iklim, karena memiliki waktu produksi yang singkat (3-4 bulan), mampu tumbuh pada berbagai kondisi suhu, dapat berkembang di tanah marginal, dan berfungsi sebagai rotasi tanaman yang membantu mengendalikan hama dan penyakit.

Jagung kuning juga menjadi fokus utama dengan penerapan biofortifikasi berbasis pupuk yang merupakan metode peningkatan kandungan nutrisi pada tanaman melalui pemberian pupuk khusus. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yan-Fang Xue et.al (2023), penyemprotan larutan pupuk campuran (koktail) pada jagung, terbukti efektif meningkatkan kadar seng (Zn), zat besi (Fe), selenium (Se), dan nitrogen (N) dalam biji jagung tanpa mengurangi hasil panen. Contohnya, kadar Zn meningkat dari 13,8 menjadi 22,1 mg/kg, Fe meningkat dari 17,2 menjadi 22,1 mg/kg, Se meningkat dari 21,4 menjadi 413,5  g/kg, dan N dari 13,8 menjadi 14,7 g/kg. Pada jagung manis yang dibiofortifikasi, nutrisi penting seperti provitamin A (-karoten, -kriptoksantin) terakumulasi dalam biji jagung pada periode 20 hingga 28 hari setelah penyerbukan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Zambia terbukti efektif pada anak-anak berusia 5-7 tahun yang menunjukkan bahwa setelah mengonsumsi jagung kuning selama tiga bulan, kadar simpanan vitamin A dalam tubuh anak-anak meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Dengan demikian, biofortifikasi pada ubi jalar oranye dan jagung kuning tidak hanya meningkatkan ketersediaan mikronutrien penting, tetapi juga berperan sebagai strategi tambahan yang bersinergi dengan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mendukung perbaikan status gizi masyarakat. Selain efektif, biofortifikasi juga efisien biaya untuk menyediakan mikronutrien bagi masyarakat yang mungkin memiliki akses terbatas terhadap pola makan beragam dan intervensi mikronutrien lainnya.

REFERENSI

Bailey, R. L., West, K. P., & Black, R. E. (2015). The epidemiology of global micronutrient deficiencies. Annals of Nutrition and Metabolism, 66(suppl 2), 22--33. https://doi.org/10.1159/000371618

Bouis, H. E., & Saltzman, A. (2017). Improving nutrition through biofortification: A review of evidence from HarvestPlus, 2003 through 2016. Global Food Security, 12(January), 49--58. https://doi.org/10.1016/j.gfs.2017.01.009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun