Saat ini aku duduk di dalam gelap, memperhatikan jam dinding yang terus berdetak. Sebentar lagi hari berganti dan ulang tahunku berlalu sudah. Dua puluh empat jam aku tak tidur, menanti-nantikan siapa pun yang akan meraihku dan membatalkan niatku untuk mati. Aku sungguh takut mati, tapi aku sungguh jemu akan hidup ini. Air mataku keluar dan tangisku jatuh menyesali empat puluh tahun kesia-siaan. Aku ini tidak berarti, aku ini lebih baik mati saja.
Tuhan tahu, tidak?
Di tengah raunganku telepon genggamku berbunyi. Panggilan itu kuterima dalam diam. Bibirku berdarah karena aku menahan isak. Di seberang sana aku mendengar ibuku berkata:
“Selamat ulang tahun, Nak. Ibu menyayangimu.”
Tuhan, tahu tidak?
Engkau adalah Tuhan, dan Engkau menjawab doa.