Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tuhan Tahu, Tidak?

10 Oktober 2020   21:25 Diperbarui: 11 Oktober 2020   02:43 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Bukan hanya sekali aku menjerit meminta perhatian, meminta mata mereka supaya memandangku hari lepas hari. Namun setiap pagi, mereka akan melengos begitu melihatku. Mereka terlalu cepat menjadi sibuk. Hari dimulai terlalu awal, mereka selalu buru-buru meninggalkan rumah. Jika aku yang pergi duluan, maka mereka akan menyuruhku untuk bergegas. Seakan-akan aku adalah beban. Seakan-akan jika aku tidak ada, maka rumah akan berada di dalam kedamaian. Mereka mendewakan waktu untuk mereka sendiri dan dengan terang-terangan mengabaikan kehadiranku.

Tuhan tahu, tidak?

Aku paling tidak suka merajuk. Kedua orang tuaku akan memandangku penuh benci jika aku melakukan itu. Aku pantang merajuk, merengek-rengek meminta perhatian mereka. Tapi aku ingin. Aku butuh. Aku haus akannya. Ketika belia, rengekanku keluar dalam bentuk perlawanan dan pemberontakan. Jika mereka enggan melihatku ketika aku menjadi anak baik-baik, maka aku akan membuat onar, membuat masalah supaya mereka sadar bahwa aku ada. Aku akan menjadi anak nakal yang membuat mereka pada akhirnya membicarakanku dan menatapku walau dengan perasaan kesal.

Tuhan tahu, tidak?

Tahun demi tahun berlalu dan mereka tidak juga mengerti apa yang kuperlukan. Mereka tidak juga mengerti bahwa kenakalanku adalah karena aku butuh perhatian. Mereka mulai mengucilkanku, berurusan denganku ketika butuh saja. Secara materi, aku tidak kekurangan; sandang, pangan, dan papan semuanya kupunya. Namun bagi mereka itu semua masih kurang. Rasa iri mereka akan apa yang dimiliki oleh orang lain menumbuhkan rasa iri juga di hatiku yang masih muda. Mengapa hidup orang lain terlihat sangat mudah, dan hidup saya tidak? Mengapa orang lain punya ini dan itu, dan saya tidak?

Tuhan tahu, tidak?

Uang dan materi menjadi segala-galanya yang dikejar oleh orang tuaku. Mereka bekerja siang dan malam, membanting tulang atas nama mencukupi kebutuhan keluarga. Tapi yang sebenarnya terjadi, mereka hanya senang berada di luar rumah. Di luar rumah ada orang-orang yang lebih menarik, lebih bisa diajak bicara, lebih menyenangkan. Di dalam rumah ada pasangan mereka yang tidak bisa juga mengerti isi hati walaupun sudah hidup bersama bertahun-tahun. Di dalam rumah ada aku yang harus diurus makannya, pakaiannya, sekolahnya. Urusan rumah tangga dan aku adalah beban bagi mereka.

Tuhan tahu, tidak?

Kenakalanku perlahan-lahan membeku menjadi kebisuan. Seperti mereka yang malas berbicara denganku, terlalu terpaku pada urusan di luar rumah yang tidak menyangkut keluarga, aku pun jadi malas berbicara dengan mereka. Tahun-tahun remajaku diisi dengan sunyi. Bagi mereka yang penting aku masih hidup dan sehat. Tak sekalipun mereka ingin tahu apa yang kurasakan, kupikirkan, kuimpikan. Tak sekalipun mereka berminat mengetahui kebutuhan jiwani dan rohaniku. Bagi mereka, aku yang di luar terlihat baik-baik saja, adalah anak yang baik-baik saja. Semua beres-beres saja, tidak ada masalah.

Tuhan tahu, tidak?

Aku sudah lama menyerah ingin membuat mereka menyayangiku sebagai anak. Sudah jelas bahwa mereka hanya menyayangi diri mereka sendiri. Percuma mencoba mengubah pemikiran orang-orang dewasa, batinku. Kamu hanya anak kecil, kamu tahu apa, selalu begitu mereka menyepelekanku. Mereka tidak tahu bahwa aku adalah pengamat yang baik. Mereka tidak tahu bahwa aku tahu kapan ayahku mulai naik pitam, kapan ibuku mulai gusar, hanya dari gerakan alis matanya. Mereka tidak tahu bahwa panggung yang mereka naiki setiap hari memiliki penonton setia. Aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun