Mohon tunggu...
Rihat Hutagalung
Rihat Hutagalung Mohon Tunggu... Auditor - Rihat Hutagalung

Menulis sesuatu yang mungkin bermanfaat bagi orang lain (Blog pribadi : http://rihat-online.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Antara Bedugul dan Tanah Lot

9 Mei 2015   19:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:13 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ketiga di Bali, 14 April 2015,kami bersiap untuk perjalanan terakhir sebelum kembali esok harinya. Setelah mandi dan sarapan pagi, kami segera turun ke halaman samping hotel tempat bus pariwisata biasa menunggu. Bli Made, pemandu kami, sudah siap besera temannya dan sopir. Kami masih harus menunggu teman-teman lain turun untuk berangkat. Beberapa teman ternyata tidak ikut ke Bedugul. Sebagian malah pergi ke Pasar Sukowati.

Setelah bis melaju, kami ternyata masih singgah ke Toko Krisna lagi lebih dahulu. Menurut Bli Made, besok tidak ada waktu lagi untuk belanja dan packing, jadi dituntaskan hari ini. Kami kembali membeli oleh-oleh kaos bertuliskan Bali untuk keluarga di rumah. Sebagian teman juga membeli oleh-oleh makanan dan langsung dipacking sehingga besok tinggal angkat.

Sama seperti ke Badung, perjalanan ke Bedugul yang terletak di sebelah utara pulau Bali, kami juga melewati pemandangan sawah di kiri-kanan jalan. Persawahannya juga rapih dan enak dipandang. Bali seharusnya tak hanya menawarkan tempat wisata pantai dan turis-turis bule di pantai dan café-cafe. Tapi juga pertanian dengan lanskap yang mempesona namun belum diolah jadi tempat wisata. Barangkali suatu saat, tempat persawahan hijau ini pun bisa jadi tujuan wisata bagi turis asing dari Negara industri yang dipenuhi hutan beton. Sama seperti wisata alam yang mulai ramai di Jakarta, yang membawa anak-anak kota untuk terjun ke sawah untuk menanam padi,.

Setelah perjalanan hampir mencapai Bedugul, tiba-tiba bus kami mogok. Si sopir mulai sibuk memperbaiki mesin. Kami turun dan berteduh di sebuah warung persis di sebelah bus kami mogok.. Beberapa saat mobil kedua lewat dan berhenti melihat bus kami bermasalah. Sebagian teman perempuan pindah ke mobil kedua. Yang lain terus menunggu sambil membeli kerupuk yang ada di warung itu. Tak lama ,kami akhirnya bisa melanjutkan perjalanan.

Di pinggir jalan saya banyak melihat banyak warung-warung kecil yang menjual makanan khas Bali, Babi Guling. Menurut Bli Made dan pak Joseph, setelah isinya dikeluarkan, Babi Guling diisi dengan berbagai rempah-rempah. Lalu dipanggang utuh dengan memutar pelan-pelan di atas api kecil dalam waktu cukup lama sehingga rasa rempahnya meresap ke dalam dagingnya. Kuliner khas Bali ini susah didapat di Kuta yang justru penuh dengan restoran mancanegara maupun dari pulau lain di Indonesia. Untuk mendapatkannya, kita harus pergi khusus naik taxi ke tempat yang menjualnya di pagi hari.

[caption id="attachment_382729" align="aligncenter" width="300" caption="Restoran Bedugul"][/caption]

Sekitar pukul 12 siang, bus berhenti di sebuah restoran. Lokasinya persis di pinggir jalan membelakangi lembah dan gunung. Tempat makan kami masih turun satu lantai ke bawah. Di sana, beberapa rombongan wisatawan asing dan lokal sudah menikmati makan siangnya.Seusai makan, saya kembali ke mobil. Sebagian teman-teman masih masih ada yang di restoran. Cuaca tiba-tiba tampak berubah. Sinar matahari yang cerah dan panas berubah menjadi awan gelap. Tak lama hujan deras pun turun. Sepertinya tak mungkin teman-teman datang ke bus yang diparkir di pinggir jalan.Saya sarankan ke pak supir untuk memutar bus dan masuk ke halaman restoran. Pak sopir bernama Joseph dari NTT yang beristri orang Bali dan fasih bahasa Bali itu segera menelepon Bli Made yang masih di restoran. Sepertinya hujan yang sangat deras dan cucaca gelap tidak memungkinkan untuk turun melihat pura dan danau di Bedugul. Diputuskan untuk kembali dan singgah di Toko Jogger dan kemudian ke Tanah Lot.

Bus kami akhirnya masuk ke halaman restoran. Teman-teman satu bus datang diantar pelayan pakai payung. Teman-teman di bus satu lagi diantar ke bus mereka yang diparkir di pinggir jalan. Kasihan juga teman-teman yang baru pertama kali ikut tidak bisa ke danau Bedugul. Tapi apa boleh buat, kondisi alam tidak memungkinkan…

Bus akhirnya putar arah menuju Toko Jogger yang sudah kami lewati. Gerimis masih tersisa saat kami tiba di sana. Terkejut juga melihat toko Jogger yang tampak semakin besar dan luas. Bus-bus besar wisatawan tampak parker di halaman. Di pintu masuk, kami harus melewati dulu pengecekan di pintu detector. Di dalam toko, banyak sekali item yang ditawarkan. Jogger memang bukan menjual kaos. Dia adalah pabrik untaian kata-kata unik yang disematkan dalam berbagai wadah. Bisa kaos, tas, jam dinding, dan lain-lain. Kaos atau baja yang dijual di Jogger lebih mahal dari tempat yang kami beli di Krisna, tapi kualitasnya umumnya lebih bagus. Yang menarik, Jogger tidak membuka cabang di luar Bali. Di Bali pun mungkin hanya di dua tempat.

Di depan Jogger, ada penjual durian. Maka kami pun menyempatkan untuk mencicipi durian Bali ini. Saya memilih durian yang berwarna kuning keemasan. Tapi ternyata rasanya kurang enak. Teman saya menyarankan untuk memilih yang warna hijau. Benar saja. Saat kami beli lagi dan cicipi, rasanya lebih enak dari yang pertama.Foto kami yang sedang ramai-ramai makan durian segera kami upload ke group WA, sekedar memanas-manasi teman yang tidak ikut ke Bedugul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun