Mohon tunggu...
Rifqy Azza
Rifqy Azza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi mikir

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bekerja dan Perangkap Toxic Productivity

30 September 2021   22:00 Diperbarui: 1 Oktober 2021   14:05 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toxic Productivity | Gambar: istockphoto

Berbagai dampak negatif dari fenomena ini sudah seringkali kita jumpai, bahkan di lingkaran pergaulan kita sendiri. 

Banyaknya remaja dan pekerja yang mengalami burnout karena bekerja tanpa henti, kondisi mental yang tidak stabil karena jarang memiliki waktu untuk diri sendiri, hingga permasalahan fisik akibat kurang istirahat dan gaya hidup yang buruk merupakan beberapa contoh betapa bahayanya perangkap toxic productivity.

Stress karena terlalu banyak hal yang harus dikerjakan | Sumber: unsplash.com
Stress karena terlalu banyak hal yang harus dikerjakan | Sumber: unsplash.com

Bila toxic productivity terus mengakar dalam kultur kerja kita, bukan tidak mungkin hal ini akan tumbuh menjadi isu sosial yang lebih besar kedepannya. Lantas, mengapa fenomena ini bisa tumbuh subur pada saat ini?

Pertama, apresiasi lebih terhadap pencapaian individu

Mayoritas employer memberikan insentif lebih pada individu yang mampu perform lebih baik daripada rekan kerja mereka. 

Sebagai hasilnya, individu akan lebih berfokus pada pengembangan dirinya sendiri dan berusaha meningkatkan value dirinya di mata employer. 

Dampak dari hal ini adalah hilangnya unsur-unsur kooperasi dan kolaborasi di lingkungan kerja, sehingga terbentuklah paradigma bahwa melesatnya karir hanya bisa tercapai melalui capaian individu. 

Lebih parahnya, paradigma ini bahkan mulai terbentuk di lingkungan sekolah dan universitas.

Kedua, ketakutan akan kegagalan

Sebagian besar dari kita mungkin pernah khawatir ketika melihat minimnya pencapaian kita dibandingkan dengan orang lain. Hal tersebut terkadang bisa menjadi motivasi untuk berkembang dalam konteks yang positif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun