Mohon tunggu...
Rifky Bagas Nugrahanto
Rifky Bagas Nugrahanto Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Negeri Sipil

Mengawali penulisan artikel di situs pajak.go.id, serta merambah pada publikasi di media cetak. Beberapa artikel telah terbit di antaranya di Harian Ekonomi Neraca dan Investor Daily Indonesia. Perjalanan menulis ini pun mengantarkan saya dapat ikut tercatat dalam buku dokumentasi “Voyage Indonesia 2018 : Kala Dunia Memandang Indonesia” dalam momen Annual Meetings WBG-IMF tahun 2018, Bali. Menjadi salah satu dari 100 artikel opini dan feature yang menyuarakan tentang momen berharga itu dan manfaatnya untuk Indonesia. Beberapa dokumentasi tulisan saya dapat dilihat juga pada https://rifkyjournals.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trauma dan Kepekaan Rasa adalah Sebuah Kekuatan

18 Juli 2020   19:47 Diperbarui: 19 Juli 2020   18:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap orang pasti pernah mengalami hal-hal yang tidak mengenakan di dalam hidupnya. Pengalaman tersebut, terkadang akan sulit dilupakan dan membekas di dalam hati. Terutama bagi seseorang yang terbiasa tulus melakukan apapun dan menggunakan hati di dalam bertindak. 

Sebuah goresan pastinya tidak akan terlalu terasa. Namun bagaimanakah jika goresan itu bertubi-tubi bukan karena apa yang kita lakukan salah, tapi lebih kepada respons orang lain atau lingkungan terhadap diri kita.

Itulah mungkin yang disebut trauma, pengalaman buruk yang melekat pada diri seseorang. Saat kita berupaya baik dan menempatkan satu hal atau seseorang itu secara tulus, tapi kenyataannya malah membuat luka. Ataupun kita dianggap lemah dan yang menindas kita berfikir selamanya dia akan menjadi orang yang kuat.

Benar sih, ada wejangan yang selalu mengingatkan bahwa kita akan merasakan sakit hati itu tergantung apakah hati kita mengizinkan atau tidak. Namun kita pun boleh untuk menjaga hati kita agar peristiwa itu tidak terulang kembali. 

Daripada kita ragu dan harus menghadapi suatu kejadian dan mampu mempersiapkan hati jika akan terluka, kenapa kita tidak memilih untuk tidak menghadapi peristiwa itu lagi? Opsi kedua lebih aman, karena kita berusaha menjauh. 

Untuk ditekankan, bahwa pilihan kedua tidak akan diambil jika sebuah peristiwa yang akan dihadapi memang diyakini akan mau ditempuh, seperti halnya saat berupaya mencari pekerjaan ataupun belajar keras meraih beasiswa.

Sedikit banyak, penulis ingin berbagi bahwa setiap manusia tidak bisa memilih bagaimana hatinya akan terbuat. Hati yang lembut pastinya memiliki perasaan yang peka namun sensitif pula jika dilukai. 

Hati yang lembut sama sekali sulit melupakan pengalaman buruk maupun baik yang pernah dialami. Semua itu akan terekam dan menjadi pijakan jalan untuk melanjutkan kehidupan.

Sekelumit cerita tentang seseorang yang trauma dalam hidupnya, berawal dari kehidupan masa kecilnya. Kehidupan yang penuh perjuangan, menempa dirinya untuk tahu keadaan dan posisi keluarganya. 

Pendidikan merupakan sarana untuk mengubah nasib diri dan keluarganya. Rasa peka itulah yang membuat hatinya lembut dalam bersikap. Namun apakah itu berbalas dengan hal yang baik?

Walaupun pada kehidupan sekolah dasar, dia telah melihat perbedaan perlakuan yang ditentukan oleh kasta maupun penampilan seseorang. Anak yang cantik dan tampan serta kaya akan mendapatkan posisi terbaik di lingkungan pendidikannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun