Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cerita OTG Korban Covid, Wajib Baca!!!

7 Desember 2020   13:57 Diperbarui: 7 Desember 2020   15:41 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenapa harusnpake masker | health.news

Mungkin sekarang sudah banyak ceritanya. Tapi  ini cerita sahabat saya. Yang membuat terkejut. Karena tanpa publikasi sama sekali, ternyata dia positif Covid-19. Saya ijin share, karena banyak sekali pembelajaran PENTING buat kita, terutama yang merasa sehat dan tanpa sadar jadi OTG - Orang Tanpa Gejala, untuk tidak menyebabkan orang lain terpapar.

Begini ceritanya.

Hari itu dia tumben batuk-batuk. Batuk yang sangat normal. Batuk biasa. Berdahak. Tidak terus-terusan. Cuman satu hari. Tapi karena tipe dia susah ngeluarin dahak, dia ngerasa dahaknya masih ada sampai seminggu. Jadi kayak dahak  nempel di tenggorokan tapi gak batuk-batuk. Dia minum obat batuk biasa saja yang dijual di pasaran. Beres.

Besoknya dia panas. Suhu tubuhnya naik. Gak tinggi-tinggi amat. 'Cuman' 37.5 derajat. Dan panas badannya gak sepanjang hari. Dan cuman terasa sehari. Dia minum obat penurun panas biasa saja. Besoknya sembuh. Gak batuk, gak panas. Dia pikir 'Oooh batuk panas biasa lah'. Tapi dia tetap ambil off sehari lagi dari kantor. Setelah itu, merasa sehat, dia kembali ke kantor, Kamis dan Jum'at.

Sepulang kantor di Jum'at itu dia mandi. Tiba-tiba dia TIDAK BISA MENCIUM wangi sabun. Blassss. Meski dideketin ke hidungnya. Penasaran, dia semprotkan parfum. Juga tidak tercium baunya.

'Fix. Gue positif'. Itu yang ada di benaknya.

Meski tanpa swab, karena gejalanya seperti itu, dia simpulkan sendiri bahwa dia positif. Dia HARUS melakukan keputusan seperti itu. tanpa menunggu diswab dulu. Tidak ada 'denial' atau penyangkalan. Alasannya amat sangat logis. Orang tuanya tinggal bareng dia. Dan mereka sudah tua. Termasuk golongan resiko tinggi terpapar. Karenanya, DEMI ORANG LAIN yang dia sayangi, dia putuskan YANG TERBAIK: isolasi mandiri. Keputusan yang diambil dengan AMAT SADAR, agar KELUARGANYA TERHINDAR DARI BENCANA, meski tentunya itu berarti KEBEBASANNYA HILANG. Dia akan terkurung di kamar selama empat belas hari.

Sejak indra penciumannya hilang, dia gerak cepat. Dia diam di kamarnya di lantai atas dan dia pakai sebagai tempat isolasi. Kamarnya memang ada balkon dan kamar mandi. Dia suruh anaknya bawain ember perkakas cuci setrika dan juga peralatan makan. Untuk dipakai sendiri. Jadi dia mendekam di kamar selama 14 hari. Tidak pernah turun dari lantai dua. Bahkan melangkah 10cm pun dari pintu dia TIDAK lakukan. Selama itu pula dia tidak face to face bertatap muka dengan anak dan orangtuaya. Kebetulan, suaminya memang sedang dinas luar kota dalam waktu cukup lama..

Apa yang dia lakukan?

Dia coba jalani hidup sehat sekali. Makan, tidur, jemur, nonton teve. Happy-happy sekali.  Tidak ada asupan spesial. Makan sehat dan minum vitamin.

Dia tekankan bahwa makannya dia benerin dengan makan sehat. Terus dia lanjutkan kebiasaan minum vitamin: protein powder, salmon, Vit E, D, C dan multi vitamin. Makan buah. Dan dia juga minum kefir buatan sendiri dari bibit kefir. Dia sempat juga coba obat ramuan Cina seperti saran teman, tapi malah membuat dia pusing. Selain itu, dia rutin berjemur dan tidur cukup. 'Minum Vitamin D tanpa jemur juga gak ngaruh', kata dia.


Tentunya 14 hari itu membosankan. Bahkan terasa seperti di penjara. Bayangkan, untuk makan dan minum saja itu persis seperti di penjara. Dia taro piring di luar pintu. Pintu ditutup. Lalu anaknya bawain makanan yang dimasak dia dan neneknya. Tumpahin masakan itu ke piring, tanpa menyentuh. Anaknya lalu turun. Baru dia buka pintu dan ambil makanan. Demikian pula untuk minum.

Sebenarnya, gejala yang dirasakan total hanya lima hari. Sehari batuk, sehari demam, tiga hari hilang penciuman. Tapi karena dia care dengan orang tuanya, dia lakukan saran dari pemerintah selama ini. Karantina penuh 14 hari. Dia ngerasain bahwa sisa di luar lima hari itu dia kayak orang sehat. Gak ngerasa apa-apa. Tapi dia harus PERANGI RASA BOSAN itu karena sadar dia tidak mau mengalami apa yang terjadi pada temannya.

Apa yang terjadi pada temannya?

Ternyata adik temannya itu terkena covid. Karena bosan dan merasa sehat-sehat saja, dia bantu keluarganya ikut jagain toko. Padahal di situ ada ibu bapaknya. Bisa ditebak, orang tuanya ikut terpapar. Minggu kemarin ibunya meninggal. Ayahnya dan dia akhirnya masuk Rumah Sakit. Sementara kakak-kakaknya akhirnya isolasi mandiri di hotel setelah pemakaman mamanya karena pasangannya memiliki penyakit bawaan.

'Gua sadar makanya kenapa gua isolasi ketat. Tapi BANYAK YANG BODO AMAT-an. Merasa gak kenapa-kenapa. Jadi tetap saja jalan ke sana ke mari. Bahkan sudah terpapar covid pun , tetap saja gentayangan karena dia merasa badan dia baik-baik. 'Boseeen', katanya. Sinting, kan. EGOIS SEKALI. GAK MIKIRIN ORANG LAIN'.

Dia merasakan sekali kalo bosen itu sangat wajar, karena dia total isolasi 19 hari. Di hari 14 karena merasa sembuh dan sudah lewat, dia swab. Ternyata masih positif. Dan negatifnya di hari ke 19.

'Gua merasakan sekali kalo bosen. Makanya cari kegiatan positif'.

Saat seperti itulah dia merasakan bahwa Tuhan itu menyayangi dia.

'Setelah dinyatakan negatif, gua ajak semua diswab. Dan semuanya negatif', kata dia mengakhiri obrolan whatsapps. Kebahagiaannya pula ketika suaminya diswab negatif dari lokasi kerjanya.

Pembelajaran dari pengalaman sahabatku ini adalah: JANGAN BERPIKIR UNTUK DIRI SENDIRI, PIKIRKAN ORANG LAIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun