Didik Kecerdasan Emosi Anak di Hari Lebaran Dengan Lima Aksi Ini
 Hari Lebaran itu hari suka cita. Hari "kembali kepada fitrah" ini juga disambut oleh anak-anak dengan riang gembira. Khas anak kecil, memakai baju baru adalah salah satu faktor kegembiraan itu. Lalu, uang salam tempel dan hadiah. Ya, sebagian sih karena dia mendapat sesuatu secara materi. Tapi, tentunya anak kecil juga mendapatkan kegembiraan dari sisi non-materi, berupa kebahagian berkumpul bersama keluarga dan dekat dengan kerabat.
Ternyata, Lebaran bisa memberikan kebahagiaan lain yang tidak kasat mata sebagai sebuah kebahagiaan. Itulah saat orang tua bisa menanamkan berbagai aksi mudah, sederhana namun sangat bernilai untuk pendidikan kecerdasan emosi anak. Tepat di inti hari Lebaran: Shalat Ied.
Inilah lima aksi mundah untuk mendidik emotional intelengence anak di saat Shalat Ied
1. Menuntun orang tua
"Yuk Nin, kita pergi. Ade pengen sama Enin ya Bu", sekali waktu si Ade berkata seperti itu. Dia langsung mengajak neneknya, sambil terus berpegangan tangan sepanjang jalan. Tentunya diselingi percakapan-percakapan remeh temeh khas nenek-cucu.
Menuntun orang sepuh adalah sebuah pendidikan untuk hormat kepada orang yang lebih tua dan sekaligus memberikan sebuah pernyataan "Ade sayang Enin" - tanpa diucapkan. Itu pelajaran tentang Respect untuk anak kecil.
2. Membantu menggelar sejadah
Karena dua anak si Ayah itu perempuan, dan anaknya cuman dua, maka setiap Ied Si Ayah tidak bisa duduk bersebelahan dengan mereka. Padahal ada yang si Ayah ingin tunjukkan kepada si Ade dan si Kakak, yaitu bagaimana si Ayah membantu Aki - yang selalu duduk barengan, menggelar sejadahnya. Aksi tidak seberapa tapi bermakna karena si Aki suka sakit pinggang dan terkadang pusing hany karena berjongkok sedikit. Dengan membantu menggelar sejadah, meski sesederhana merapikan saja karena si Aki juga masih mampu menggelar sejadahnya, si Aki akan lebih cepat duduk di atasnya dan setidaknya mengurangi kemungkinan beliau cedera.
3. Meletakkan sendal dengan rapi
What!! Merapikan sendal?
Sepele kan. Selama ini yang sering dilihat adalah para jamaah itu meletakkan sendalnya begitu saja. Setelah tikar atau sejadah tergelar, kaki langsung menginjaknya dan duduk. Meninggalkan sendal dan sepatu apa adanya. Padahal, banyak kejadian, posisi-posisi sendal berantakan itu mengganggu rapinya saf / barisan solat. Banyak saf yang terputus karena jamaah meletakkan sendal dan sepatunya di sebelah kiri atau kanannya. Otomatis tetangga sebelahnya tidak bisa merapatkan sejadahnya, bukan?
Padahal, jika sendal itu diletakkan dengan rapi di posisi depan atau belakang sejadahnya, maka saf bisa rapat. Dan jika orang dewasa melakukan hal itu, tanpa berkata pun anak-anak akan mengikutinya.
Terbayang tidak jika dalam solat berjamaah di lapangan itu, solat Ied diutamakan di lapangan, yang diikuti jemaah yang membludak, ada berapa ruang kosong yang bisa diisi jamaah-jamaah yang masih mengantri masuk di luar lapangan. Tidakkah kita memiliki rasa iba sedikit untuk memberikan jamaah haknya yang "dirampas" oleh sendal-sendal kita. Apa kita masih tega melihat ruang kosong semetara di luar pagar para jamaah yang terlambat, mungkin karena alasan darurat dan bukan alasan malas, celingak-celinguk mencari ruang kosong? Itu pelajaran tentang Empati buat anak kecil.
4. Mengisi ruang kosong
Sering terjadi dalam solat Ied di lapangan, satu keluarga yang berombongan atau satu kelompok anak muda dengan teman-temannya, tidak mau bergeser atau pindah ke ruang kosong di saf depannya. Alasannya masuk akal. Jika ruang kosong di depan itu tentunya akan "menceraiberaikan" kelompok atau keluarga mereka. Dan itu tidak cool, tidak keren dan tidak kompak. Padahal, ada hal yang lebih baik dibandingkan dengan membuat sebuah amal baik agar saf solat sempurna? Perasaan tidak kompak itu hanya perasaan berlebihan, karena toh ujung-ujungnya tiap orang adalah individu....kecuali mereka yang membawa dan harus mendampingi anak kecil.
5. Mengambil dan membuang koran bekas alas sejadah
Para jamaah lantas langsung berdiri dari tempat duduknya setelah khatib Ied menuntaskan khutbahnya. Mereka lalu memakai sendal dan sepatunya, bergabung dengan keluarganya, bercakap sedikit dengan tetangganya dan lalu ....pulang. Lah, itu koran bekas yang tadi padi dibawanya dibiarkan begitu saja, dan membuat lapangan menjadi tempat sampah raksasa ....setelah solat kembali fitri / bersih. Kontradiksi.
Loh, kan ada petugas kebersihan? Itu kan tugasnya.
Berilah ucapan terimakasih kepada para petugas kebersihan dengan sedikit membantu mereka - yang sebenarnya adalah kewajiban kita, bukan.
Itu pelajaran tentang tanggung jawab, apresiasi, empati dan sikap tidak egois untuk anak kecil
Sepintas aksi-aksi di inti Lebaran - solat Ied - itu tidak begitu berarti. Iya, hanya aksi kecil. Tetapi pengaruh kepada kecerdasan emosi anak kita yang masih kecil itu besar. Dan pelajaran yang diambil anak-anak pun tidak hanya pelajaran-pelajaran yang dinyatakan di atas - dengan huruf tebal. Banyak hal yang bisa dipetik.
Jadi, yuk kita lakukan lima langkah ini besok, di hari fitri, salat Idul Fitri.
Yuk kita mulai menjadi figur yang fitri mulai sekarang