Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami

[Cerita Anak] Pinto Lapar Tapi Sabar (Pinto dan Poni Ngabuburit)

30 Mei 2018   10:34 Diperbarui: 30 Mei 2018   10:42 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kelinci lucu | Foto: https://www.dzargon.com

Pinto Kelinci girang sekali. Hari ini, dia mendapat undangan dari sahabatnya, Poni Kuda. 

Iya, Pinto dan Poni bersahabat sejak kecil. Mereka berteman karena orang tua mereka juga berteman, selain tentunya bertetangga. Keluarga Poni tinggal di kandang yang letaknya persis bersebelahan dengan kandang mungil keluarga Pinto. Meski berbeda dan badan Poni tinggi besar, Poni memiliki sifat yang baik dan mudah berteman.

"Kan kita tetanggaan. Lagian, aku kan butuh teman mengobrol dan bisa bercanda. Biar aku tidak sedih. Papa dan Mama kan sibuk kerja narik pedati. Bosan aku sendirian", begitu alasan Poni suatu saat.

"Oke deh. Kita temenan ya. Lagi pula, kamu kan tidak suka makan daging. Jadi aku selamaaaat". Begitu jawaban Pinto saat itu sambil cekikikan, disambut Poni yang tertawa.

Hari ini Poni mengajak Pinto ngabuburit bersama. Iya, Ngabuburit, acara makan bubur di tempatnya Si Beurit, raja tikus di peternakan itu. Bulan ini ada menu bubur khusus selama sebulan penuh. Kata teman-teman binatang lain, menu makanannya enak-enak. Termasuk menu spesial untuk Poni dan Pinto: bubur rumput segar mayonaise tabur kulit jeruk. Hmm  yummy.

"Krkrkskkk".

"Eh, bunyi apa itu?", seru Poni. Dia mendengar suara-suara yang tidak jelas. Entah dari mana.

"Ah...eh...euh...", Pinto salah tingkah. Pipinya merona merah. Poni sudah paham.

"Itu suara dari perut kamu ya Pinto? Hahahaha. Perutmu keroncongan ya?". Poni terbahak-bahak.

"Ish...ish...kamu. Bukan keroncongan, tahu. Ini perut sudah dangdutan. Lapeeer", jawab Pinto lucu sambil memegang perutnya.

"Dengar makanan itu, perutku jadi tambah lapar nih. Soalnya aku kan dari pagi belum makan", lanjut Pinto.

"Oh iya. Kamu lagi puasa Kelinci ya?", kepala Poni mengangguk-ngangguk. Rambut panjangnya ikut bergerak, indah.

Poni ingat dulu pernah dengar kalau Mama Pinto mengajak Pinto belajar berpuasa. "Biar kamu bisa merasakan nasib kelinci-kelinci liar kelaparan di luar sana yang sulit mendapatkan makanan, Nak". Begitu yang Poni dengar. Itu juga yang membuat Poni suka sama Pinto. Temannya itu patuh dengan orang tuanya, meski mamanya itu tidak memaksa Pinto.

"Kalo gitu pas banget aku ajakin kamu ngabuburit". Poni pun jadi tambah semangat. Dia ingin sekali membahagiakan temannya yang baik itu.

"Lesgooooo", pekik Poni ditimpali Pinto.

Lalu Pinto meloncat naik ke undakan dari kardus-kardus bekas di sebelah Poni. Kaki Poni menekuk sedikit agar Pinto bisa naik ke punggungnya dari posisi kardus bekas itu.

Akhirnya dua sahabat itu pun berjalan. Ngabuburit.

######

Rumah Si Beurit masih terlihat sepi saat Pinto dan Poni mendekat. Padahal biasanya, menjelang sore rumah itu harusnya rame. Binatang-binatang di peternakan itu kan banyak yang sengaja datang untuk makan sambil menunggu gelap.

"Sebentar ya Pinto. Aku pesan makanan dulu ya", kata Poni. Dia merasa bertanggung jawab karena dia yang mengajak temannya makan. Lagipula dia ingin memberikan yang terbaik buat sahabatnya yang sedang puasa.

"Okeeeh", seru Pinto sambil dia mengambil ancang-ancang. "Ciaaaat....."

"Awaaaaas!!!!" pekik Poni. Meski sering dilakukan, tapi Poni masih suka kaget melihat Pinto yang suka melompat turun langsung dari punggungnya dengan gerakan seperti Jeti, si Bangau jago karate. Padahal, kelinci kan tidak punya sayap.

Setengah berlari, Poni kembali lagi menemui Pinto. 

"Yuk kita jalan-jalan dulu. Makanan sudah dipesan", kata Poni.

Mereka lalu berjalan dan bercakap-cakap di sekeliling peternakan. Santai. Diiringi langit yang jernih biru dan awan putih seperti kapas, rambut di punggung Pinto mengayun anggun mengiringi kakinya yang melangkah pelan. Elegan. Sementara itu Pinto bergerak sangat lincah, dengan buntut putih bersihnya yang seperti beludru.

Beberapa lama mereka berjalan sampai akhirnya mereka berhenti. Terhenyak. Sekonyong langit berubah warna. Semburat cahaya warna oranye ditimpa merah dan lalu menjadi pekat membuat suasana begitu indah. Warna biru langit tadi yang tinggal sedikit, ternyata menambah manis. Pantat Poni lalu menyentuh tanah. Duduk. Di sebelahnya Pinto, sahabatnya juga tertegun.

"Keren sekali ya Pinto. Indah sekali ya ciptaan Tuhan", bisik Poni. Pinto hanya bisa mengangguk. Diam. Lalu Poni pun ikut diam. Lama mereka diam. Meresapi alam.

######

Saat mereka tiba di rumah Beurit, Poni terlihat jengkel. Ternyata makanan yang dia pesan belum siap. Tempat mereka duduk masih bersih.

"Beurit. Kan aku sudah pesan. Kenapa makanan belum ada juga", suara Poni agak tinggi. Beurit hanya mengangguk. Poni gelisah.

"Sudah. Gak apa-apa. Tunggu saja", kata Pinto menenangkan.

"Tidak bisa Pinto. Kamu kan harus berbuka". Poni masih gelisah. Sebentar-sebentar dia menuju Beurit, berbicara sesuatu. Lalu balik lagi ke tempat duduk. Wajah cerahnya mulai hilang diganti cemberut. Kesal. Maksud dia membahagiakan temannya, yang terjadi tidak seperti yang diinginkannya.

Setelah bolak-balik sepuluh kali, akhirnya makanan itu datang.

"Selamat berbuka Pinto. Maaf ya kamu jadi menunggu. Kesal nih", kata Poni.

"Gak apa-apa. Mungkin Beurit sibuk", jawab Pinto setelah suapan pertama. Suapan yang nikmat buat Pinto. Makan saat lapar banget. Dan nikmat juga buat Poni melihat temannya makan.

"Kenapa sih kamu sabar gitu. Kan harusnya kamu marah?", tanya Poni setelah selesai makan.

"Iya sih. Tapi kalo aku marah kan belum tentu makanannya langsung siap. Memang Beurit itu pesulap?". Pinto masih saja suka bercanda saat suasana begini. Rasa bersalah Poni mulai berkurang.

"Iya, tapi kan Beurit harusnya nyiapin dari awal. Kan aku sudah pesan", Poni tetap keukeuh. "Gak mungkin dia sibuk, lah pengunjung sore ini kan sedikit".

"Iya, tapi kamu gak usah marah gitu kali. Yang kamu marahin tuh anaknya Beurit. Dia kan tidak tahu masalahnya. Cool bro", jawab Pinto.

Poni lalu terdiam. Dia makin bahagia memiliki teman yang sabar dan pengertian seperti ini. Apa ini hasil dari Pinto suka berpuasa?

Setelah lanjut mengobrol beberapa lama, akhirnya mereka berdua pulang.

"Tadi kamu ngomong apa sama anaknya Beurit yang tadi kamu marahin, Poni?", tanya Pinto dari punggung Poni saat jalan menuju rumah mereka.

"Oooh. Tadi aku minta maaf sudah marahin dia", jawab Poni jujur. 

Pinto lalu tersenyum. Bangga memiliki sahabat yang tidak malu meminta maaf jika bersalah.

Sisa perjalanan dilalui dengan sunyi. Langit sudah mulai hitam. Gelap. Lampu peternakan sudah mulai menyala satu demi satu. Suasana menjadi temaram. Syahdu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun