"Oh iya. Kamu lagi puasa Kelinci ya?", kepala Poni mengangguk-ngangguk. Rambut panjangnya ikut bergerak, indah.
Poni ingat dulu pernah dengar kalau Mama Pinto mengajak Pinto belajar berpuasa. "Biar kamu bisa merasakan nasib kelinci-kelinci liar kelaparan di luar sana yang sulit mendapatkan makanan, Nak". Begitu yang Poni dengar. Itu juga yang membuat Poni suka sama Pinto. Temannya itu patuh dengan orang tuanya, meski mamanya itu tidak memaksa Pinto.
"Kalo gitu pas banget aku ajakin kamu ngabuburit". Poni pun jadi tambah semangat. Dia ingin sekali membahagiakan temannya yang baik itu.
"Lesgooooo", pekik Poni ditimpali Pinto.
Lalu Pinto meloncat naik ke undakan dari kardus-kardus bekas di sebelah Poni. Kaki Poni menekuk sedikit agar Pinto bisa naik ke punggungnya dari posisi kardus bekas itu.
Akhirnya dua sahabat itu pun berjalan. Ngabuburit.
######
Rumah Si Beurit masih terlihat sepi saat Pinto dan Poni mendekat. Padahal biasanya, menjelang sore rumah itu harusnya rame. Binatang-binatang di peternakan itu kan banyak yang sengaja datang untuk makan sambil menunggu gelap.
"Sebentar ya Pinto. Aku pesan makanan dulu ya", kata Poni. Dia merasa bertanggung jawab karena dia yang mengajak temannya makan. Lagipula dia ingin memberikan yang terbaik buat sahabatnya yang sedang puasa.
"Okeeeh", seru Pinto sambil dia mengambil ancang-ancang. "Ciaaaat....."
"Awaaaaas!!!!" pekik Poni. Meski sering dilakukan, tapi Poni masih suka kaget melihat Pinto yang suka melompat turun langsung dari punggungnya dengan gerakan seperti Jeti, si Bangau jago karate. Padahal, kelinci kan tidak punya sayap.