Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Keseruan Ade dan Ayah Saat Berburu Takjil

17 Mei 2018   23:01 Diperbarui: 17 Mei 2018   23:12 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berburu Takjil: Dekat tapi Seru | Foto: Rifki Feriandi

Kita teh terkadang aneh. Datang ke bazaar takjil Ramadan tanpa tahu apa yang mau dibeli. "Nanti aja kita lihat di sana". Begitu ujar si Ade. Persis lah sama ayahnya, yang spontanitas. Tapi ya itu tadi, jadinya kita berdua seru jalan dari satu lorong ke lorong lain. Melihat di sini gorengan, di sana gorengan, di situ gorengan. Di sini kolak, di sana kolak, di situ kolak. Ya kok mau-maunya jualan makanan yang sama di tempat berdekatan? Apa gak koordinasi gitu biar "eh gue yang jual kolak saja, elu jual yang lain ya". Untung si Ade tidak bertanya. Kalau nanya, siap-siap saja si Ayah ceramah tentang "Rejeki Yang Tidak Tertukar" secara berseri.

Rejeki Yang Tidak Tertukar | Foto: Rifki Feriandi
Rejeki Yang Tidak Tertukar | Foto: Rifki Feriandi
Akhirnya. Masalahnya sebagai orang yang spontan itu ya....bingung dan tekor. Ini mau, itu mau. Si Ayah jadi tertarik beli bubur pacar untuk nostalgia waktu kecil. Si Ade jadi pengen beli gorengan, karena dia tidak suka yang manis-manis. "Kan Ade sudah manis", mantra yang terus diulang. Geuleuh :). Sampai akhirnya bubur pacar dibeli, gorengan dibeli. Dan tidak lupa.....CILOK.

Keseruan ke empat: kolak buat si Ibu 

Sebelum pergi, si Ibu nitip pesan. "Beliin kolak ya". Si Ayah tahu si Ibu sukanya kolak pisang doang. Si Ayah agak sedikit jiper gitu. Trauma? Ya gak. Takut salah sih iya. Kalau salah beli, kan mubazir. Alasan saja ya.

Si Ayah ingat keseruan tahun lalu saat beliin kolak.

Bubur pacar, kolak dan cendol | Foto: Rifki Feriandi
Bubur pacar, kolak dan cendol | Foto: Rifki Feriandi
"Yang jualannya di sebelah kiri, jongko ke berapa ya? Pokoknya sebelah yang jualan gorengan yang enak itu". Coba, bayangkan saudara. Seru kan, mencari kolak pisang sesuai petunjuk itu. Yang jualan gorengan sebelah kiri itu kan banyak. Yang jualan kolak juga lebih dari satu.

Belum lagi jika si penjual itu pindah jongkonya, lokasi berbeda dengan hari sebelumnya. Tapi, untung seribu untung. Tahun ini saya diberi rejeki ingat kolak yang disukai si Ibu. Bukan dari wajah penjualnya -- bagi si Ayah semua ibu-ibu berkerudung itu wajahnya sama. Tapi dari plastik yang membungkus gelas plastiknya. Hadeuh, plastik dibungkus plastik lagi....sayang lingkungan.

Keseruan ke lima: gorengan untuk Ibu

Ketika membeli gorengan, si Ade dihadapkan dengan kenyataan. "Beli empat saja ya, biar uangnya pas", kata si penjualnya. Si Ade sih maunya beli dua saja. Lalu dia memandang si Ayah. Tanpa bicara, si Ayah sudah tahu apa yang ditanya. "Ya sudah De, beli saja. Sekalian buat Ibu", kata si Ayah.

Si Ade sebelumnya ngasih tahu kalau si Ibu suka gorengan dan lontongnya. "Sekalian saja dengan lontongnya", lanjut Ayah. Si Ayah dan Si Ade tidak ingat, kalau hari pertama itu si Ibu sedang pusing kepala. Maagnya kambuh. Dan kalau maag kambuh, dia tidak bisa makan gorengan dan lontong pedas itu.

Gorengan boleh, lontong boleh. Cilok jangan lupa | Foto: Rifki Feriandi
Gorengan boleh, lontong boleh. Cilok jangan lupa | Foto: Rifki Feriandi
Hadeuh. Mubazir dong? Oh tidak. Perut si Ayah siap nampung.

Keseruan ke enam: adakah makanan sehat?

Bulan puasa itu bingung ya. Kalau bertemu adzan magrib, semua masuk perut. Takjil apalagi. Kolak itu manis. Kolang-kaling manis. Gorengan berminyak. CIlok lemak. Apalagi cireng. Jadi, sangat seru ketika berburu takjil yang sehat. Agak-agak imposible gitu loh.

Tapi...akhirnya untuk pertama kalinya, kita temukan yang jualan makanan sehat di bazaar takjil Ramadan. Cihuuuy....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun