Tafsir yang lebih kontekstual ini sejalan dengan semangat keadilan dalam Islam. Dalam Surah An-Nisa, Allah berfirman:
"...يَآ أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِٱلْقِسْط"
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu..." (QS. An-Nisa: 135).
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa memandang siapa yang menjadi saksi, baik itu laki-laki atau perempuan. Keadilan dalam Islam tidak tergantung pada gender, tetapi pada niat dan integritas untuk mengungkapkan kebenaran.
Dengan demikian, meskipun surat Al-Baqarah ayat 282 mengatur tentang dua wanita sebagai saksi setara satu lelaki, dalam konteks zaman sekarang, jika seorang perempuan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dengan seorang lelaki dalam hal tertentu, maka kesaksiannya harus diterima dengan pertimbangan yang adil dan proporsional. Konsep ini berorientasi pada tujuan syariat Islam untuk menegakkan keadilan bagi semua umat, tanpa melihat jenis kelamin.
Kesaksian dua wanita yang setara dengan satu lelaki dalam Islam bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan merupakan aturan yang berakar pada konteks sosial dan budaya pada masa turunnya ayat tersebut. Dengan pemahaman yang lebih mendalam dan kontekstual, serta penyesuaian terhadap realitas zaman modern, aturan ini tidak lagi memandang gender sebagai hal utama dalam kesaksian. Sebaliknya, yang lebih penting adalah kualitas dan kompetensi saksi dalam memberikan kesaksian yang benar. Prinsip keadilan dalam Islam tetap relevan dan memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan setara dengan laki-laki, asalkan berdasarkan kapasitas dan keahlian yang dimilikinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI