Mohon tunggu...
Rifan Abdul Azis
Rifan Abdul Azis Mohon Tunggu... Penulis - duduak samo randah tagak samo tinggi

duduk sama rendah berdiri sama tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan 212, Bendera Hitam Itu Masih Tersimpan Baik

1 Desember 2017   08:25 Diperbarui: 2 Desember 2017   06:01 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurang lebih setahun yang lalu akhirnya hati saya meleleh dan memutuskan untuk ikut aksi 212 di Monas. H-1 keberangkatan saya masih bimbang untuk ikut acara tersebut. Saya masih ingat suasananya, saat itu pagi hari saya berada di perpustakaan kota sambil santai membaca buku dan terus memantau pergerakan kaum muslimin atas tuntutan mereka terhadap penista agama. Kawan-kawan di WA menanyakan saya perihal ikut atau tidak dan saya tidak menjawab, niat di hatipun belum mantap.

Setelah siang hari saya pulang dan pesan-pesan di WA itu berubah menjadi pesan-pesan penuh haru. Akhirnya rombongan pejalan kaki dari Ciamis itu sampai di Kota Bandung. Menit demi menit teman-teman mengirimkan foto dan video rombongan Ciamis tersebut. Puncaknya rombongan tersebut istirahat di masjid yang tidak jauh dari tempat tinggal saya. Saat itu hati saya benar-benar meleleh dan rasanya pingin menangis (dan kenyataannya saya memang terisak) melihat ghiroh keIslaman rombongan dari Ciamis tersebut.

Setelah mengunjungi tempat istirahat rombongan Ciamis, akhirnya saya mantapkan hati untuk ikut aksi 212. Sore harinya saya bertemu dengan teman saya yang mengkoordinir keberangkatan aksi 212 bersama dengan rombongan dari salah satu Mahad Tahfidz al-Quran ternama di Bandung. Teman saya berkata "Alhamdulillah kita dapat sumbangan lagi dari DKM salah satu masjid dekat Mahad jadi kita tidak memerlukan uang sepeserpun untuk udunan, tapi masalahnya PO Bus membatalkan sepihak bus yang sudah kita sewa, kita akan terus  coba cari PO bus yang lain" Singkat cerita teman saya ini berkali-kali ditolak PO bus lainnya  dan baru sekitaran pukul 8-9 malam akhirnya teman saya ini mendapatkan sewa bus yang baru datang dari luar pulau.

Akhirnya sekitaran jam 10 malam kita mengkoordinasikan segala keperluan keberangkatan ke aksi 212 di Monas. Sekitar jam 1 atau 2 pagi kita semua berangkat menuju Monas. Singkat cerita mataharipun menunjukan batang hidungnya dan kita masih di jalan tol. Pemandangan tak biasapun saya jumpai di jalan tol. Sepanjang jalan tol kaum muslimin banyak yang sholat subuh di pinggiran jalan tol. Kita yang sholat subuh di dalam bus merasa malu dan akhirnya menepi untuk sholat subuh secara sempurna rukun-rukunya. Ini pengalaman pertama saya sholat di pinggir jalan tol, sungguh nikmat sekali.

Singkat cerita akhirnya kita sampai di depan stasiun gambir dan tinggal beberapa langkah lagi menuju Monas. Saat menuju Monas saya diberikan bendera hitam bertuliskan kalimat Tauhid juga beserta tiang bambunya. Ma sha Allah dalam hati saya, ini adalah bendera mulia yang pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam hanya dikibarkan oleh orang-orang mulia, terpercaya, kuat, dan pemberani sebagai tanda tegaknya barisan kaum muslimin saat berhadapan dengan barisan kaum kuffar. Hati saya berrgetar mengibarkan bendera hitam bertuliskan kalimat Tauhid ini.

Saat akan memasuki Monas seorang aparat melarang saya membawa bambu tempat berkibar bendera hitam ini. Perdebatanpun terjadi dan akhirnya saya tidak membawa bambu tersebut, tapi bendera hitam ini tetap saya bawa dan saya kibarkan. Saat-saat di Monas sepertinya tidak perlu saya ceritakan dengan detil karena banyak orang tahu betapa dahsyatnya suasana tersebut. Terlebih lagi saat sholat jum'at yang fenomenal  kala itu. Sholat jum'at di tengah lapangan terbuka bersama jutaan orang dan diguyur hujan. Selama setahun belakangan ini banyak orang yang menceritakan secara langsung kepada saya betapa dahsyat dan harunya sholat jum'at tersebut. Bila Allah mengizinkan akan saya ceritakan saat-saat di Monas dan sholat jum'at ini kepada anak dan cucu cicit saya nanti agar mereka semangat menjadi jundullah yang menegakkan al-haq dan melibas kebatilan.

Setelah sholat jum'at  saya bersiap-siap untuk kembali ke bus dan bendera hitam masih saya pegang dengan baik. Bendera hitam ini akhirnya menjadi satu-satunya bendera hitam yang saya punya. Bendera ini mendapat tempat spesial di hati dan lemari saya, walau belum sempat saya kibarkan di kamar sendiri karena tembok kamar saya dari beton sehingga susah dipaku. Saat saya menulis catatan kecil ini sang bendera hitam ada di samping saya dan saya melihatnya sesekali sambil tersenyum mengingat momen-momen 212 yang dahsyat dan penuh haru tersebut.  

Dalam waktu dekat ini akan diadakan acara reuni 212. Ini adalah kabar baik bagi mereka yang belum sempat hadir pada aksi 212 setahun lalu. Ini juga merupakan kabar baik bagi kaum muslimin yang ingin mengkonsolidasikan kekuatan dakwah berjamaah. Kita tahu presiden negara adikuasa sekarang yaitu Trump seringkali menampakkan kebenciannya kepada Islam dan kaum Muslimin. Tidak seperti presiden-presiden sebelumnya Trump benar-benar vulgar menyatakan perang terhadap Islam dan kaum muslimin dengan dalih radikalisme dan extrimisme. Tentu saja ini menuntut kaum muslimin untuk merapatkan barisan karena ujian dan serangan dakwah akan semakin gencar dan berat.

Trump juga menggunakan para bonekanya di negeri kaum muslimin untuk melancarkan agenda melawan radikalisme dan exrtrimisme. Islamlah yang diserang dan menjadi tersangkanya. Serangan ini akan langsung menusuk lerung hati kaum muslimin karena menyangkut konsep-konsep syariat dan aqidah. Kita sudah melihat secara nyata agenda iblis ini berlangsung di Indonesia. Maka reuni 212 sudah seharusnya difokuskan melawan agenda iblis tersebut yang menyatakan perang terhadap Islam dengan dalih radikalisme dan extrimisme. Baru setelah itu difokuskan agenda-agenda lainnya yang menyangkut persatuan dan solidaritas kaum muslimin karena politik pecah belah masih melekat kuat di barisan kaum muslimin.

Kaum muslimin juga mesti mawas diri agar semangat dakwah dan persatuan ini nantinya tidak ditunggangi kepentingan sesaat oleh orang-orang pragmatis. Pragmatisme dan kepentingan sesaat hanya akan menjadi cela ditengah semangat persatuan dan solidaritas kaum muslimin yang sedang menghadapi ujian berat. Pragmatisme dan kepentingan sesaat hanya akan membuat kecewa umat yang semangat dalam persatuan. Maka dari itu saya alumni 212 sangat berharap bahwa acara reuni ini akan menghasilkan langkah-langkah nyata kedepan untuk persatuan umat untuk melawan kafir penjajah dan untuk tegaknya Islam. Alangkah indahnya bila bendera hitam yang saya simpan ini saya kibarkan kembali saat persatuan kaum muslimin ini semakin kuat dan tegaknya Islam sudah di depan mata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun