Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ja Limbat

2 September 2019   09:50 Diperbarui: 2 September 2019   10:01 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Kata Ja Limbat, "Kalau tak bisa jadi dukun, jangan ngaku-ngaku dukun. Tambah saja kata sayur. Jadi, pas. Ki Sayur Mayur." Pandai betul Ja Limbat. Di belakang Ki Mayur saja dia berani begitu. Coba di depannya, langsung sembuh malaria itu.

"Selamat, Pagi. Ada Ja Limbat?" Aih-aih, siapa pula perempuan ini? Cantik bukan main! Mizan yang duduk di dekat Ja Limbat, langsung menganga mulutnya. 

Jangankan lalat, pantat kuali pun mungkin masuk ke mulutnya. Perempuan dari mana pula mau-maunya mencari Ja Limbat. Aduh, iri juga menjadikan Ja Limbat menjadi tokoh cerita.

Panas pula hati Wak Midah. Panas bagaikan minyak di penggorengan. Kalau dulu dia menjadi perempuan tercantik di Lopo Sapangkek, karena memang tak ada perempuan selain dia di situ, sekarang ada saingan yang amat cantik.

"Aku ada, Baby." Ah, sok pula Ja Limbat. Tak cocok mulutnya mengucapkan kata beby. Belum sekolah mulutnya mengucapkan kata Inggris. "Inilah yang kuceritakan kemarin dulu itu. Si Tiara. Macam mana kalian lihat, kalah kan si Butet! Siapa dulu dong kawannya, Ja Limbat inilah. Ha,ha!" Berlagak pula kawan yang satu ini.

"Kau kasih tahu nomor telepon perempuan itu, Ja Limbat," bisik Mizan. "Jadilah kambing seekor punyaku untukmu seorang."

"Kambing yang ayan itu, ah, tak maulah aku. Lagi pula telepon saja kau tak punya. Kalau mau menelepon, terpaksa meminjam telepon di rumah Wak Midah, mana ketemu kau bicara dengan Tiara. Kau bercakap teriak-teriak macam siamang. Tiara halus suaranya bak buluh perindu," seloroh Ja Limbat.

"Ada pecal, Mak?" tanya Tiara kepada Wak Midah.

"Mak, Mak. Memangnya aku emakmu. Wak bukan Mak. Jangan pula kau balik-balik huruf W menjadi M. Macam emak-emak rupanya kau melihat aku." Wak Midah tersenyum agak dipaksakan. Tiara menggeleng. Pemarah juga Wak Midah ini. "Tapi, adalah pecal untukmu. Jangan takut."

"Jadi, sekarang, apa yang membuat penyakitmu sembuh?" Meskipun malu-malu kucing, beranilah si Buddin bertanya kepada Ja Limbat, sekalian menyambar sepotong pisang goreng.

"Pasti perempuan ini yang bikin dia sembuh. Dia bukannya sakit malaria, cuma malarindu. Kau tengoklah, taklah ada lagi yang lucu-lucu pada Ja Limbat. Biasalah, orang yang sedang jatuh cinta," celetuk Mizan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun