Iyan hampir saja berbalik arah pulang ke rumahnya. Namun sebuah tangan yang kekar berbulu, tiba-tiba mencekal lengannya.Â
"Hei, mau ke mana!" Orang itu membentaknya.
Iyan mendongak. Pemilik tangan kekar berbulu itu adalah Pak Karya. Iyan berusaha melarikan diri. Tapi melangkahkan kaki saja dia tidak sanggup. Dia hanya tertunduk dengan wajah berkeringat.
"Iyan mau ke rumah Pak Karya. Ini ada titipan kue nagasari dari ibu," jawab Iyan terbata-bata.
Pak Karya tersenyum seperti ingin berterimakasih. Hanya saja cekalannya di lengan Iyan, tidak juga dilepaskan. Dia menarik Iyan menuju rumahnya.
Anak itu sudah pasrah. Dia akan bernasib sama seperti Ijat. Dia akan diikat di batang mangga, lalu dirubungi semut merah sampai tubuhnya bentol-bentol. Ya, Tuhan. Dia hanya sanggup berdoa semoga Pak Karya tidak menghukumnya.
"Berdiri di dekat mangga itu! Jangan pergi ke mana-mana!" Pak Karya bergegas masuk ke dalam rumahnya sambil membawa kue nagasari itu. Saat keluar, dia langsung tersenyum. Katanya, "Buah mangga Pak Karya sudah banyak yang matang. Ambillah beberapa buah. Bukankah kamu menginginkannya? Katakan kepada ibumu, terima kasih atas kue nagasarinya. Ini untuk bayarannya." Pak Karya memasukkan uang sepuluh ribu ke kantong baju Iyan.Â
Anak itu bingung. Tapi tangannya tetap lincah mengambil beberapa buah mangga yang sudah matang. Selesai itu dia berterimakasih kepada Pak Karya. Saat hendak melangkah pulang, mendadak Pak Karya mencekal lengannya lagi. Wah, ini jebakan! Batin Iyan berontak.
"Kau senang mangga, Iyan?" tanya Pak Karya. Iyan mengangguk ragu-ragu. "Bagaimana kalau manggamu tiba-tiba diambil seseorang tanpa permisi?"
"Iyan pasti marah." Dia belum faham arah pembicaraan bapak itu.
"Kalau seseorang itu meminta manggamu dengan baik-baik?" lanjut si bapak.