Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kue Nagasari dan Buah Mangga

12 Mei 2019   16:49 Diperbarui: 12 Mei 2019   16:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Wajah Iyan kelihatan murung. Sesak napas ibunya kambuh lagi. Padahal tadi malam ibunya sudah meminum obat yang dibelikan Iyan di warung. Tapi sampai pagi ini, penyakitnya belum reda juga. 

"Kamu bisa membantu Ibu, Yan?" tanya ibunya. "Tolong antarkan kue nagasari di atas meja itu ke rumah Pak Karya. Ibu sudah berjanji mengantarnya pagi ini."

Iyan melirik setumpuk kue nagasari itu. Hatinya ciut. Dia belum pernah mengantarkan pesanan kue ke rumah pembeli. Apalagi sampai menjajakannya keliling kota seperti yang sering dilakukan ibunya. 

"Ke rumah Pak Karya, Bu?" Iyan seperti berbisik. 

"Iya!" 

Rumah Pak Karya berjarak tiga ratus meter dari rumah Iyan. Di halaman rumahnya tumbuh sebatang mangga yang sedang berbuah ranum. Coba, siapa yang tidak tergoda ingin memetiknya?

 Dua minggu lalu Iyan dan beberapa temannya mencoba mencurinya. Tapi mereka terpergok Pak Karya. Untung saja mereka bisa kabur. Tapi Pak Karya sempat melihat wajah Iyan yang ketakutan.

"Ayolah! Jangan melamun lagi, Nak! Nanti keburu siang. Kamu tidak ingin terlambat masuk sekolah, kan?"

Iyan menyeret langkah mendekati setumpuk kue itu. Iyan memasukkannya ke kantong kresek. Sejenak dia menoleh ke arah ibunya. Perempuan itu mengangguk pelan. Itu pertanda Iyan harus segera berangkat ke rumah Pak Karya.

Bayang-bayang Pak Karya sebentar-sebentar mengganggu pikirannya. Bagaimana kalau dia langsung mengamuk saat melihat Iyan muncul di pintu gerbang rumahnya?  

Hiii, Iyan ingat bagaimana Pak Karya menghukum Ijat. Dia diikat Pak Karya di batang pohon mangga yang banyak semut merahnya. Soalnya Ijat tidak sengaja menendang bola dan jatuh menimpa vas bunga kesayangan Pak Karya.

Iyan hampir saja berbalik arah pulang ke rumahnya. Namun sebuah tangan yang kekar berbulu, tiba-tiba mencekal lengannya. 

"Hei, mau ke mana!" Orang itu membentaknya.

Iyan mendongak. Pemilik tangan kekar berbulu itu adalah Pak Karya. Iyan berusaha melarikan diri. Tapi melangkahkan kaki saja dia tidak sanggup. Dia hanya tertunduk dengan wajah berkeringat.

"Iyan mau ke rumah Pak Karya. Ini ada titipan kue nagasari dari ibu," jawab Iyan terbata-bata.

Pak Karya tersenyum seperti ingin berterimakasih. Hanya saja cekalannya di lengan Iyan, tidak juga dilepaskan. Dia menarik Iyan menuju rumahnya.

Anak itu sudah pasrah. Dia akan bernasib sama seperti Ijat. Dia akan diikat di batang mangga, lalu dirubungi semut merah sampai tubuhnya bentol-bentol. Ya, Tuhan. Dia hanya sanggup berdoa semoga Pak Karya tidak menghukumnya.

"Berdiri di dekat mangga itu! Jangan pergi ke mana-mana!" Pak Karya bergegas masuk ke dalam rumahnya sambil membawa kue nagasari itu. Saat keluar, dia langsung tersenyum. Katanya, "Buah mangga Pak Karya sudah banyak yang matang. Ambillah beberapa buah. Bukankah kamu menginginkannya? Katakan kepada ibumu, terima kasih atas kue nagasarinya. Ini untuk bayarannya." Pak Karya memasukkan uang sepuluh ribu ke kantong baju Iyan. 

Anak itu bingung. Tapi tangannya tetap lincah mengambil beberapa buah mangga yang sudah matang. Selesai itu dia berterimakasih kepada Pak Karya. Saat hendak melangkah pulang, mendadak Pak Karya mencekal lengannya lagi. Wah, ini jebakan! Batin Iyan berontak.

"Kau senang mangga, Iyan?" tanya Pak Karya. Iyan mengangguk ragu-ragu. "Bagaimana kalau manggamu tiba-tiba diambil seseorang tanpa permisi?"

"Iyan pasti marah." Dia belum faham arah pembicaraan bapak itu.

"Kalau seseorang itu meminta manggamu dengan baik-baik?" lanjut si bapak.

"Ya, pasti Iyan bagi. Kan namanya rejeki, harus dibagi-bagi." Dia tersenyum.

"Itulah! Bapak juga ingin anak yang berniat mencuri mangga bapak sadar, bahwa lebih baik meminta daripada mencuri."

Pak Karya berbalik menuju rumahnya. Iyan pun pulang dengan wajah tertunduk malu. Maafkan aku Pak Karya. Batin Iyan. Dia berjanji besok pagi akan membawa kue nagasari gratis untuk Pak Karya. Tujuannya tentu saja untuk meminta maaf.

---sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun