Sehari lagi puasa Ramadhan akan tiba. Anak-anak Desa Kijong mulai disibukkan cerita-cerita tentang indahnya saat berpuasa. Asep berniat mengerjakan puasa sebulan penuh, karena Paman As berjanji akan membelikannya sepatu baru.
"Aku mau diajak ayah ke Semarang. Jalan-jalan ke kampung Paman Harlan," sela Us Us sambil menyeka keringat.Â
"Puasa kok jalan-jalan!" Â ketus Asep. Anak-anak tertawa terbahak-bahak.
"Maksudku jalan-jalan lebaran nanti. Itu pun kalau puasaku penuh sebulan." Us Us membela diri.
"Kalau puasamu hanya dua hari?" Ijal tidak mau ketinggalan. Dia tahu betul Us Us tidak tahan berpuasa. Tahun kemarin saja, puasanya cuma tiga hari.Â
"Ya, kami tetap akan pergi ke Semarang. Ayah sudah janji dengan Paman Harlan." Us Us tersipu-sipu. Anak-anak langsung meneriakkan "huu" sambil memukul pelan lengan anak gendut itu.
Puas bercerita, mereka berjalan-jalan keliling kampung. Saat bertemu sungai, semuanya langsung mandi. Ada yang sengaja meminum airnya, sebab besok tidak boleh lagi minum di siang hari.
Kemudian mereka berkunjung ke ladang Wak Syaf. Kebetulan sekali pohon jambu airnya berbuah lebat dan berwarna merah-merah. Tanpa ditawari dua kali oleh Wak Syaf, mereka berebut naik. Masing-masing makan dengan lahapnya. Edi dan Irul sengaja memasukkan jambu-jambu air  ke dalam bajunya mereka. Hasilnya perut mereka gembung seperti badut.
"Eh, Imran ke mana, ya?" kata Asep setelah mereka meninggalkan ladang Wak Syaf.Â
"Imran? Wah, dia pasti sedang di rumahnya. Dia ada teman baru dari Jakarta," jawab Edi sambil menggembung-gembungkan mulutnya.
"Jakarta?" Anak-anak terbelalak. Mereka membayangkan sebuah kota besar dengan Tugu Monas yang puncaknya terbuat dari emas. Pasti teman baru Imran orang kaya. Baju-bajunya keren seperti artis yang setiap akhir pekan selalu nampang di koran mingguan.