Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Koridor Rumah Sakit

26 April 2019   16:26 Diperbarui: 26 April 2019   16:52 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Ya, aku ke sana," potongku cepat. Aku tak ingin mulut nyinyirnya terus menyerocos. Lagipula sebagai karyawan baru, aku harus menurut perintah dan aturan orang lama.    

Segera kuambil peralatan serta obat yang dimaksud. Sambil membaca basmalah, aku melangkah perlahan. Suasana benar-benar sepi. Sebagian perawat yang jaga, sudah menghentikan obrolannya. Ada yang telah tertidur di meja. Sementara satu-dua menulis laporan. Uh, pekerjaan yang penuh kesibukan!

Tapi itu bukan persoalan, kecuali melewati koridor yang sepi. Bao, seorang tukang sapu yang sempat mengajakku berbincang, mengatakan bahwa di koridor itu sering ada seorang perempuan tua melintas. Tepatnya ketika jam menunjukkan pukul duabelas malam, atau lebih. Perempuan tua itu hanya menoleh sesaat. Kemudian menghilang di balik pot kembang yang ditumbuhi rimbun pohon bonsai.

Aku berharap ceritanya hanya isapan jempol.  Mungkin ingin menakut-nakutiku, sehingga tak betah bekerja di rumah sakit ini. Toh, orang selalu berusaha membuat hal aneh-aneh, kalau ingin menyingkirkan seseorang. Seperti tingkah Bao!

Aku dapat mendengar suara tumit sepatuku berdetak seirama. Seekor kucing yang melintas, membuatku bertambah ngeri. Ingin rasanya berbalik kembali ke ruang jaga perawat. Tapi tak mungkin. Kalau ada apa-apa kepada pasien di sal H sebab tak disuntik, akulah yang akan menjadi sasaran kemarahan. Bisa-bisa aku langsung didepak dari rumah sakit. Dan aku tak mau itu terjadi. Ibu pasti mencincangku dengan omongan setajam belati.

Tiba-tiba ekor mataku melihat sepasang kaki kurus menjulur dari balik tiang koridor. Kaki itu tak beralas. Kaki itu dibalut kain sarung dengan warna kumal. Milik siapakah itu? Apakah milik penunggu pasien? Tapi siapa yang berani di antara mereka berkeliaran di malam sepi begini? Atau, mungkinkah dia hantu yang diceritakan Bao?

"Maaf, kau perawat baru di sini?" Pemilik kaki itu akhirnya keluar dari balik tiang koridor. Aku menjerit tertahan. Pemilik kaki itu hanya tersenyum menanggapi. Dia perempuan lusuh berambut gimbal. Mengenakan kain sarung batik dan kebaya gombal. Dia menarik sebatang sigaret, lalu menyalakannya. Sambil menghisap sigaret, dia berdiri di depanku seolah menghalangi langkah ini menuju sal H.

"Kenapa kau tak menjawab?"

Ketakutanku sedikit sirna. Kenapa pula aku harus ngeri dengan perempuan di depanku? Meskipun penampilannya aneh, tapi dia pasti bukan hantu. Hantu tak mungkin dapat berbincang denganku sefasih ini. Hantu dalam benakku, hanyalah sosok yang senang menakut-nakuti. Dia memiliki tawa nyaring. Mata besar dan mulut lebar. Lidah panjang yang terjulur menyeramkan. Namun sekali lagi, dia tidak! Dia manusia sepertiku. Paling-paling yang membedakan, barangkali dia gembel, sementara aku seorang perawat dengan kondisi keluarga lengkap dan harmonis.

"Ya, aku memang perawat baru! Ibu siapa?"

Dia tertawa. Ketakutan kembali melingkupiku. Tapi ketika dia bercerita panjang lebar tentang dirinya, lambat laun ketakutan itu sirna. Dia biasa dipanggil Piah, meskipun nama sebenarnya Fatimah. Tentu nama dan panggilan itu sangat jauh berbeda. Namun menurutnya itu tak perlu dipermasalahkan. Dia menikmatinya sebagaimana dia menikmati hidup dengan sabar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun