Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Si Topeng

5 Maret 2019   12:51 Diperbarui: 5 Maret 2019   12:59 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa minggu ini kampung Barek kasak-kusuk. Muasal perkara adalah sosok bertopeng yang sering menyambangi rumah warga pada malam hari. Dia bukan Robin Hood, apalagi maling. Dia hanya datang mengendap-endap, mengetuk pintu rumah, kemudian menghilang setelah penghuni rumah keluar. Seperti biasa orang bertopeng itu meletakkan amplop di depan pintu.

Ketika Suminah menjadi orang pertama yang didatangi si topeng---begitu kira-kira kita menyebutnya---hanya jerit tertahan keluar dari mulut perempuan itu. Suminah seperti melihat hantu. Bukan lantaran takut melihat si topeng, melainkan apa yang ditinggalkan si topeng di depan pintu; sebuah amplop berisi uang!

Suminah belum pernah melihat uang sebanyak itu. Apatah lagi memegangnya. Tapi apa yang ada di tangannya nyata. Lembaran uang itu banyak. Suminah tak sanggup menghitungnya, tersebab girang, takut, deg degan, beradu-padu.

Kejadian setelah malam itu yang membuat kasak-kusuk mulai menyebar kampung. Rumah Suminah yang hampir roboh, tiba-tiba bisa direnovasi. Dia yang dari dulu hanya bekerja sebagai pemecah batu, seketika mampu membuka warung kecil-kecilan. Apakah Suminah pesugihan? Apakah dia menjual diri?

"Darimana dia dapat uang?"

"Mungkin dari jin!"


"Atau dia memelihara tuyul? Kabarnya dua hari lalu beberapa karung beras Juragan Saf, hilang."

"Tuyul tak doyan beras! Lagipula, bagaimana dia mau memikulnya?"

"Hahaha!"

Suminah kemudian diinterogasi. Jawab Suminah, dia dikasih orang duit. Ditanya lagi, yang memberi laki atau perempuan? Kalau perempuan, siapa dia? Kalau laki, mungkin Suminah sudah menjual diri. Mengotori kampung!

"Entah!" jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun