Dalam kehidupan kita yang serba cepat ini, seringkali kelompok rentan seperti anak-anak yatim terlupakan. Padahal, dalam ajaran Islam, mereka justru mendapat perhatian khusus. Anak yatim bukan hanya kehilangan orang tua sebagai pelindung, tetapi juga kehilangan pegangan hidup, baik dari sisi kasih sayang, pendidikan, hingga pengelolaan harta.
Islam melalui Al-Qur'an, khususnya dalam Surah An-Nisaa' ayat 6, memberikan arahan sangat jelas tentang bagaimana kita harus memperlakukan anak yatim, khususnya dalam hal pengasuhan dan pengelolaan harta mereka. Ayat ini bukan sekadar pedoman hukum, tapi juga cerminan nilai-nilai etika, tanggung jawab, dan kasih sayang.
1. Menguji Sebelum Memberi: Anak Yatim Bukan Sekadar Penerima
Ayat ini dimulai dengan perintah "ujilah anak-anak yatim sampai mereka cukup umur untuk menikah".Di sini Allah memberi pelajaran penting: anak yatim bukan hanya harus diberi, tapi juga harus dilatih dan dididik. Mereka perlu belajar tentang tanggung jawab, termasuk cara mengelola harta.
Pengujian ini bisa berarti mengajari mereka membuat keputusan kecil dalam keuangan, membiasakan mencatat pengeluaran, hingga mempraktikkan aktivitas sederhana seperti berdagang kecil-kecilan. Ini bertujuan agar ketika dewasa, mereka benar-benar siap dan tidak menjadi korban karena ketidaktahuan atau ketergantungan.
 2. Kecakapan Lebih Penting dari Usia
Dalam masyarakat, sering kali usia dijadikan patokan kedewasaan. Tapi ayat ini menunjukkan bahwa dalam Islam, kemampuan mengelola diri dan harta lebih penting dari sekadar angka umur.Jika seorang anak yatim sudah menunjukkan kedewasaan berpikir dan kecakapan dalam mengelola harta, maka harta itu wajib diserahkan kepadanya.
Sebaliknya, meskipun secara usia ia dewasa, tapi jika masih sembrono, maka wali berhak menahan dulu harta itu sampai ia siap. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai .kematangan akal dan tanggung jawab pribadi.
3. Harta Anak Yatim adalah Amanah
Salah satu bagian paling tegas dari ayat ini adalah larangan untuk memakan harta anak yatim secara berlebihan atau tergesa-gesa. Bahkan jika seorang wali atau pengasuh merasa berhak, tetap tidak boleh mengambil tanpa alasan yang benar. Harta anak yatim bukan milik pribadi pengasuh, melainkan amanah dari Allah yang harus dijaga sebaik mungkin.
Banyak peringatan keras dalam Al-Qur'an bagi orang yang mengambil harta anak yatim secara zalim. Mereka diancam akan masuk neraka dengan api yang membakar perut mereka. Ini bukan ancaman kosong, melainkan bentuk perlindungan nyata dari agama terhadap mereka yang lemah.