Mentari memancarkan cahayanya dari timur sana. Â Cahaya cerah memenuhi kamar pondokku. Â Perlahan-lahan mentari tersebut semakin keatas. Â Terang menderang pagi ini bagai cahaya bola mata yang melihat dengan secercah cahaya-Nya.Â
Teman pondok mulai mempersiapkan segala alat perlengkapan untuk sekolah, mulai dari tas, Â seragam, Â dan sepatunya. Â Ada yang bolak-balik kamar mencari sesuatu yang hilang, Â begitulah rutinitas yang tak pernah berubah di pondok ini.Â
Aku duduk menyendiri di dalam kamar memenuhi ruang kosong kompasiana dengan tulisan ini, Â membuat ala kadarnya dengana bahasa yang biasa. Â Musik seraya diputar untuk memberikan inspirasi diri. Â Sampai pada akhirnya jam menunjukkan jam 06.31 masih tidak ada perubahan pada suasana pondok. Â Ramai dipagi hari sudah menjado rutinitas, sekian teman yang masih menjadi siswa sibuk sendiri-sendiri mencari sisir kesayangannya yang entah dimana. Â
Bayangan semakin menjauh dari badan petanda pagi semakin hilang. Aku tetap pada sandaran tembok kamar menulis artikel ini. Â Seraya melonjorkan kaki karena pegal bersila. Â Begitulah rutinitas pagi yang menyenangkan. Â
Terlalu menyenangkan jika menulis bisa dengan langsung pintar merangkai kata, Â sedangkan pembendaharaan kata masih kurang. Â Hanya orang yang selalu menbaca yang akan mendapatkan banyak kata baru bahkan indah jika ditulis dengan syair-syair.Â
Sekelumit keindahan pagi yang selalu terbayang dipikiran, Â bahwa yang kuinginkan adalah jadi penulis ulung diantara sekian banyak penulis handal.Â
Kusampaikan rintihan ini pada Tuhan tuk jadikan diri indah pada waktunya.Â