Mohon tunggu...
Rieza Irfan Maulana
Rieza Irfan Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - TARUNA MUDA

POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN ANGKATAN 55

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran PKN dalam Mewujudkan Tujuan Pemasyarakatan

17 Juni 2021   20:08 Diperbarui: 17 Juni 2021   20:22 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemerdekaan Indonesia sudah lebih dari setengah abad, namun akhir-akhir ini negara Indonesia semakin menghadapi penurunan kualitas karakter kebangsaan. Semakin meluasnya tindakan kriminal dan meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negeri ini mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia kehilangan karakternya. Terlebih lagi dengan adanya beberapa ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan negara yang terindikasi di berbagai daerah sebagai bibit-bibit penyebab munculnya disintegrasi bangsa semakin memperkuat bahwa negara ini sedang menghadapi keadaan kritis karakter kebangsaan.

krisis karakter adalah krisis yang berasal dari diri manusia sendiri, semua orang menyelesaikan sesuatu sesuai keinginan mereka dengan tanpa mempertimbangkan dan tanpa memikirkan lebih jauh apa yang akan ditimbulkan dari perilaku tersebut.. Di masa darurat yang kita hadapi ini, kita melihat individu-individu tanpa disiplin, orang-orang yang menerapkan hukum mereka sendiri, orang-orang yang rakus dan kehilangan akal sehat. Padahal orang yang berwawasan ialah orang yang mempertimbangkan segala sesuatu dengan pemikiran yang awalnya dilihat menurut perspektif yang berbeda dalam menetapkan suatu pilihan. Menurunnya karakter kebangsaan pada bangsa Indonesia ini merupakan problem yang paling mencengangkan bagi kemajuan suatu bangsa, tinggi rendahnya suatu kebudayaan yang berkembang dan kualitas suatu bangsa. Intisari ajaran yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, yang harus diuraikan secara menyeluruh dan mendalam bahwa pendidikan  tidak boleh hanya digunakan sebagai alat untuk menaikkan derajat ekomomi, namun Selain itu juga harus dapat memanusiakan manusia, namun pada kenyataannya tidak terelisasikan dengan baik, bahkan hanya bermakna sekedaar narasi puitis dalam pembukaan UUD NRI tahun 1945.

Pendidikan adalah tempat "pengembangan diri" serta merupakan sistem "perbaikan" karakter bangsa. Pendidikan merupakan cara terbaik dan dinilai efektif untuk membentuk karakter asli bangssa Indonesia. Peninjauan kembali pendidikan dengan memberdayakan peran otoritas public(pemerintah)  menjadi lebih maksimal dan pengelolaan pembaharuan tenaga pengajar profesional merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjadikan pendidikan di Indonesia sebagai mesin perbaikan dan pembentukkan atau penataan karakter bangsa.

Membahas tentang pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan dari karakter yang sebenarnya. Karakter adalah kualitas perilaku manusia yang diidentikkan atau dihubungkan dengan Sang Pencipta, diri sendiri atau individu, dan masyarakat yang ditunjukkan dalam sikap, perkataan, dan perbuatan dengan pedoman aturan yang tertulis seperti norma-norma yang berlaku seperti agama, hukum, kesusilaan dan kesopanan serta juga berdasarkan aturan yang tidak tertulis seperti adat istiadat yang berlaku pada budaya di setiap daerah. Oleh karena itu, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai tatanan pengajaran nilai-nilai karakter kepada setiap individu-individu yang mencakup segmen-segmen tindakan, kesadaran dan pengetahuan guna menjalankan nilai-nilai tersebut melalui spiritualisme yakni kepada tuhan yang maha esa dan sosial kepada lingkup sekitar. Agar dapat menjadi individu insan kamil, yakni individu atau pribadi yang sempurna melalui perspekktif wujud dan pengetahuannya. Wujud yang sempurna  adalah citra dari sang pencipta sedangkan kesempurnaan pengetahuannya berasal dari kemauannya untuk berproses mengembangkan diri pada dunia pendidikan terlebih pada pendidikan karakter.

Berkaitan dengan pendidikan karakter dalam mewujudkan pribadi dengan kualitas karakter yang baik, hal ini berhubungan erat dengan peranan Pendidikan kewarganegaraan dalam mewujudkan manusia yang berkarakter kebangsaan berdasarkan pancasila. Menurut Henry Rendall Waite, Pendidikan kewarganegaraan merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan manusia di dalam berbagai perkumpulan yang terorganisasi baik dalam organisasi sosial, ekonomi, politik serta hubungan negara dengan warga negara. Negara dalam menyelenggarakan pendidikan ini didasarkan alasan bahwa setiap manusia diharuskan memperoleh pengetahuan, pedoman tingkah laku dan skill sehingga setiap manusia bisa dan mampu untuk mengembangkan diri agar supaya lebih baik lagi degan ditandai mempunyai tabiat baik guna untuk hidup dalam lingkungan  kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dewasa ini konsep dan praktek Pendidikan Kewarganegaraan tidak terbatas pada dunia pendidikan formal saja. Tetapi juga terjadi didalam pendidikan nonformal, organisasi keagamaan. organisasi kemasyarakatan serta di lingkungan masyarakat. Atas dasar keluasan cakupan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kedudukannya sebagai citizenship education tersebut, maka konsep dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan dapat terjadi dimana saja tak terkecuali di Lembaga Pemasyarakatan.

Pemenuhan perlindungan hak asasi manusia atau HAM melalui upaya pemerintah di bidang pendidikan telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, antara lain Pemerintah telah mencanangkan sistem wajib belajar 9 tahun dan program lainnya seperti ; Keaksaraan Fungsional (KF), Kejar Paket A, B dan C. Dengan berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah telah berupaya untuk menyamaratakan pendidikan warga negaranya agar dapat berpengetahuan dan memiliki keterampilan yang memadai. Hal ini juga berlaku bagi para narapidana yang juga merupakan warga Negara namun hak kebebasannya sedang terbatas, untuk itu para narapidana diharapkan dapat mengikuti program yang telah dicanangkan guna menyeimbangkan dan merealisasikan pendidikan formal non-formal dan in-formal. Melalui program inilah tanpa kecuali termasuk narapidana yang mempunyai permasalahan dengan bermacam-macam latar belakang permasalahan antara lain seperti bermasalah dengan hukum akan dapat mengikuti proses belajar mengajar seperti kegiatan pendidikan formal di masyarakat pada umumnya. Mengacu pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tertuang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana seperti hak beribadah, hak perawatan jasmani dan rohani, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengajaran serta hak-hak lainnya harus dilindungi dan dijamin. Hal ini berarti bagi warga negara yang menjalani masa pidana bukan berarti hak-haknya dihilangkan melainkkan hak-hak tersebut harus dipenuhi dengan baik. Sistem Pemasyarakatan lahir sebagai akibat dari proses sejarah tentang proses pemidanaan yang diterapkan di Indonesia, dimana berawal dari sistem pemenjaraan yang kemudian berubah menjadi sistem pemasyarakatan, oleh sebab itu, untuk lebih dalam memahami tentang sistem pemasyarakatan tidaklah cukup hanya pemahaman tentang sistem pemasyarakatan yang terjadi saat ini, melainkan harus mengeketahui dan memahami tentang sejarah lahirnya Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 2, tujuan pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehinga dapat kembali diterima di masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggunjawab.

Dalam kaitan Pendidikan Kewarganegaraan dapat disikapi sebagai program pendidikan kemasyarakatan, maka kegiatan-kegiatan pembinaan seperti di atas memiliki keterkaitan dengan ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan yakni sebagai tradisi citizenship education. citizenship education menggabungkan jenis pendidikan kewarganegaraan formal serta jenis pendidikan kewarganegaraan in formal dan non-formal. Dengan seperti itu, pendidkan  kewarganegaraan mengandung makna luas dengan berbagai cara dalam pelaksanaannya. Jenis in formal dan non-formal dapat melalui program ulang yang baru dan inovatif yang sengaja dimaksudkan untuk mendorong dan memfasilitasi proses pengembangan diri dan perbaikan anggota masyarakat yang cemerlang dan produktif. Berbagai program pembinaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatan pada akhirnya bermuara pada pembentukan pribadi yang lebih baik. Yaitu pribadi masyarakat Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta sikap kewarganegaraan meliputi tingkat kerohanian yang sesuai dengan agama masing-masing, warga Negara Indonesia yang mengetahui segala hak-hak dan kewajibannya secara tepat serta berdasar pada hukum yang berlaku, warga negara Indonesia yang berintelektual tinggi, warga negara yang memiliki rasa sosial yang tinggi terhadap masyarakat disekitarnya dengan berdasarkan pada etika dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara serta memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap bangsanya.

Oleh karena itu, begitu pentingnya peranan pendidikan kewarganegaraan dalam memperbaiki karakter warga Negara indonesia baik warga negara bebas pidana maupun warga negara yang hilang kemerdekaannya akibat proses pidana yang dijalani atau yang sering disebut dengan warga binaan pemasyarakatan. Dimana seorang WBP merupakan seseorang yang telah melenceng dari jalan yang benar atau melanggar hukum yang telah berlaku akibat hilangnya karakter yang mencerminkan karakter pancasila. Sehingga pemenuhan pendidikan kewarganegaraan bagi warga binaan sangat dibutuhkan guna memperbaiki karakter yang telah mengalami kemerosotan tersebut. Oleh sebab itu, peran pendidikan kewarganegaraan sangat relevan dalam mewujudkan tujuan pemasyarakatan yaitu pada intinya WBP bisa menyadari kesalahan yang telah dilakukan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan pidana sehinga proses reintegrasi sosialnya dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun