Mohon tunggu...
Riendita R P
Riendita R P Mohon Tunggu... Lainnya - Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Mahasiswa S2 Akuntansi Mercu Buana NIM 55522110024

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kritik dan Evaluasi Compliance Risk Management (CRM), Nash, Cartesian dan Aristotle

4 April 2024   16:13 Diperbarui: 4 April 2024   16:14 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuiz 4: Kritik dan Evaluasi  Compliance Risk Management (CRM), Nash, Cartesian, dan Aristotle 

Pengembangan CRM dan BI bertujuan untuk menjadikan DJP sebagai organisasi berbasis data ,(DJP) telah menunjukkan bahwa upaya untuk menaikkan tarif pajak memerlukan terobosan di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) .Data yang disimpan DJP, seperti Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), bukti pemotongan, faktur pajak, dan data lainnya yang diperoleh dari lembaga, lembaga, asosiasi dan pihak lain. dengan demikian dalam Manajemen Resiko(CRM) sesuai dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-24/PJ/2019  pada kepatuhan pajak  .

Compliance Risk Management (CRM):

  • Pemahaman: Compliance Risk Management adalah pendekatan yang digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan, hukum, dan standar yang berlaku. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa perusahaan beroperasi sesuai dengan kerangka hukum yang relevan dan menghindari konsekuensi negatif dari pelanggaran aturan. CRM melibatkan penilaian risiko, pengembangan kebijakan dan prosedur kepatuhan, serta pemantauan dan pelaporan secara teratur.

Kritik: Salah satu kritik utama terhadap CRM adalah bahwa terlalu sering fokus pada kepatuhan hukum dan peraturan, tanpa memperhitungkan secara komprehensif risiko-risiko lain yang mungkin memengaruhi perusahaan. Ini bisa mengarah pada kurangnya kesadaran terhadap risiko-risiko non-kepatuhan yang dapat memiliki dampak serius bagi perusahaan.

Evaluasi: Namun, CRM tetap penting dalam menjaga kepatuhan perusahaan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku. Dengan memastikan kepatuhan, perusahaan dapat menghindari denda dan sanksi yang berpotensi merugikan. Namun, perlu diingat bahwa CRM tidak boleh menjadi satu-satunya fokus manajemen risiko.

Dari Compliance Risk Management (CRM), kita dapat mengadopsi berbagai sikap yang penting untuk mengelola risiko terkait kepatuhan

  1. Proaktif: Sikap proaktif dalam CRM mengacu pada upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko kepatuhan sebelum mereka terjadi. Ini melibatkan identifikasi dan evaluasi risiko secara terus-menerus, serta pengembangan tindakan pencegahan yang sesuai.
  2. Kepatuhan terhadap Peraturan dan Kebijakan: Kepatuhan merupakan inti dari CRM. Sikap ini menekankan pentingnya memahami, mengikuti, dan mematuhi semua peraturan, hukum, kebijakan internal, dan standar yang berlaku. Hal ini mencakup pengembangan prosedur dan kontrol yang efektif untuk memastikan bahwa kepatuhan tercapai.
  3. Transparansi: Sikap transparansi dalam CRM mengacu pada kebijakan organisasi untuk berkomunikasi dengan jelas dan terbuka tentang kebijakan kepatuhan, proses audit, dan langkah-langkah yang diambil untuk mengelola risiko. Hal ini membantu membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan dan memfasilitasi pemantauan eksternal.
  4. Kolaboratif: Karena kepatuhan melibatkan banyak departemen dan fungsi di dalam perusahaan, sikap kolaboratif sangat penting dalam CRM. Ini melibatkan kerja tim antara departemen kepatuhan, hukum, keuangan, dan operasional untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko kepatuhan secara efektif.
  5. Fleksibilitas: Dalam menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat, sikap fleksibilitas penting dalam CRM. Ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan kebijakan, prosedur, dan strategi kepatuhan dengan perubahan peraturan, risiko baru, dan perubahan dalam lingkungan bisnis.
  6. Kontinuitas Peningkatan: CRM juga melibatkan sikap yang berfokus pada kontinuitas perbaikan. Ini mencakup pengembangan program pemantauan dan evaluasi yang terus-menerus, serta pembelajaran dari insiden kepatuhan dan audit sebelumnya untuk meningkatkan proses kepatuhan di masa depan.


Dengan mengadopsi sikap-sikap ini, perusahaan dapat memperkuat program kepatuhan mereka, mengurangi risiko pelanggaran hukum, dan membangun reputasi sebagai organisasi yang bertanggung jawab dan berintegritas.

Nash Paradigm:

Pemahaman: Paradigma pemikiran Nash, yang dinamai dari ilmuwan John Nash, berkaitan dengan teori permainan dan interaksi strategis di antara agen-agen yang rasional. Pemikiran ini menyoroti pentingnya memahami dan merespons pada keputusan yang diambil oleh pihak lain dalam lingkungan yang kompleks. Dalam konteks bisnis, paradigma ini menekankan pentingnya memahami interaksi antara pemangku kepentingan dan mempertimbangkan kepentingan bersama dalam pengambilan keputusan.

Kritik: Dalam paradigma pemikiran Nash, terdapat kritik bahwa fokus pada kepentingan individu mungkin dapat menghasilkan keputusan yang tidak optimal secara kolektif. Dalam konteks CRM, hal ini dapat berarti bahwa perusahaan cenderung fokus pada kepatuhan yang secara langsung menguntungkan mereka secara individual, tanpa memperhitungkan risiko-risiko yang lebih luas yang mungkin memengaruhi semua pemangku kepentingan.

Evaluasi: Meskipun demikian, pemikiran Nash dapat memberikan wawasan tentang dinamika politik dan insentif di dalam organisasi yang dapat memengaruhi implementasi CRM. Memahami interaksi antara kepentingan individu dan kepentingan perusahaan secara keseluruhan dapat membantu dalam merancang sistem CRM yang lebih efektif

Dari Nash Paradigm, kita dapat mengadaptasi sikap-sikap berikut:

  1. Rasionalitas: Nash Paradigm menekankan pada prinsip bahwa individu atau entitas dalam interaksi strategis bertindak secara rasional untuk memaksimalkan keuntungan mereka sendiri. Dalam konteks ini, kita dapat mengadaptasi sikap rasionalitas dengan mempertimbangkan kepentingan dan insentif dari semua pihak yang terlibat dalam situasi atau keputusan.
  2. Interaksi Strategis: Sikap ini mencakup pemahaman bahwa tindakan kita tidak hanya mempengaruhi hasil yang kita harapkan, tetapi juga hasil dari tindakan yang diambil oleh orang lain. Dengan memahami interaksi strategis ini, kita dapat mengadaptasi sikap untuk mempertimbangkan bagaimana keputusan kita mungkin memengaruhi hasil secara keseluruhan.
  3. Analisis Risiko: Nash Paradigm menekankan pada pentingnya analisis risiko dalam konteks interaksi strategis. Dengan demikian, kita dapat mengadaptasi sikap untuk mempertimbangkan risiko-risiko yang terkait dengan setiap tindakan yang diambil, serta kemungkinan respon dari pihak lain.
  4. Kerja sama: Meskipun Nash Paradigm menekankan pada keputusan yang didasarkan pada keuntungan individu, ada juga ruang untuk kerja sama dan keseimbangan antara kepentingan yang berbeda. Kita dapat mengadaptasi sikap untuk mencari peluang kerja sama yang saling menguntungkan dalam interaksi strategis.

Dengan mengadaptasi sikap-sikap ini dari Nash Paradigm, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika interaksi strategis dan membuat keputusan yang lebih efektif dalam berbagai situasi, termasuk dalam konteks bisnis dan manajemen risiko.

Dokpri gambar
Dokpri gambar

Cartesian Paradigm

Pemahaman: Paradigma pemikiran Cartesian mengacu pada filsafat Ren Descartes yang menekankan pada pemisahan antara subjek dan objek, serta analisis terinci dan deduktif. Dalam konteks manajemen risiko, pendekatan Cartesian menekankan pada dekomposisi risiko menjadi elemen-elemen terukur dan analisis sistematis untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko tersebut. Pendekatan ini sering kali bersifat mekanistik dan mengasumsikan bahwa lingkungan dapat diprediksi secara akurat.

Kritik: Paradigma pemikiran Cartesian sering kali dikritik karena pendekatannya yang terlalu mekanistik dan terfragmentasi terhadap manajemen risiko. Dalam konteks CRM, pendekatan yang terlalu mekanistik mungkin gagal mengakomodasi kompleksitas risiko dan interaksi antara berbagai faktor di dalam dan di luar perusahaan.

Evaluasi: Namun, pendekatan Cartesian dapat memberikan kerangka kerja yang jelas dan terstruktur untuk menganalisis risiko kepatuhan. Dengan memecahnya menjadi elemen-elemen yang terukur dan dapat diprediksi, perusahaan dapat mengidentifikasi area-area yang memerlukan perhatian khusus dalam upaya kepatuhan mereka.

Dari Cartesian Paradigm, kita dapat mengadaptasi sikap-sikap berikut:

  1. Analisis Terinci: Sikap ini mencakup pendekatan yang sistematis dan terinci dalam menganalisis risiko. Kita dapat mengadaptasi sikap untuk melakukan dekomposisi risiko menjadi elemen-elemen yang terukur dan terperinci, sehingga memungkinkan untuk identifikasi yang lebih baik tentang sumber dan karakteristik risiko.
  2. Pemikiran Deduktif: Cartesian Paradigm menekankan pada pemikiran deduktif, yang berarti mengambil kesimpulan dari premis-premis yang telah diketahui atau diasumsikan. Dalam konteks manajemen risiko, kita dapat mengadaptasi sikap untuk menggunakan data dan informasi yang tersedia untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko secara logis.
  3. Keterpisahan Subjek dan Objek: Sikap ini mencakup pemisahan antara subjek (pemikiran dan pengamat) dan objek (risiko yang diamati). Kita dapat mengadaptasi sikap untuk mempertahankan sikap kritis dan objektif dalam analisis risiko, terlepas dari asumsi atau preferensi pribadi.
  4. Pendekatan Mekanistik: Cartesian Paradigm cenderung mengadopsi pendekatan mekanistik dalam analisis risiko, yang berarti memperlakukan risiko sebagai entitas terpisah yang dapat dianalisis dan dikontrol secara terpisah. Dalam mengadaptasi sikap ini, kita dapat memperlakukan risiko sebagai variabel terukur yang dapat diidentifikasi, diukur, dan dimanajemen secara terpisah.

Dengan mengadaptasi sikap-sikap ini dari Cartesian Paradigm, kita dapat mengembangkan pendekatan yang lebih terstruktur dan sistematis dalam manajemen risiko, memungkinkan untuk analisis yang lebih mendalam dan pengambilan keputusan yang lebih informasional.

Dokpri gambar
Dokpri gambar

Aristotelian Paradigm

Pemahaman: Aristotelian Paradigm, yang didasarkan pada filsafat Aristoteles, menekankan pada pentingnya etika, keadilan, dan tujuan akhir yang baik dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks manajemen risiko, pendekatan Aristotelian menyoroti pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai moral dan konsekuensi etis dari tindakan yang diambil. Hal ini melibatkan pertimbangan terhadap kepentingan semua pemangku kepentingan dan mencari keseimbangan antara keuntungan finansial dan tanggung jawab sosial perusahaan.

Kritik: Aristotelian paradigm, dengan fokusnya pada etika dan keadilan, mungkin menemui kesulitan dalam menghadapi realitas bisnis yang sering kali terikat pada tekanan keuangan dan kompetitif. Dalam konteks CRM, pemikiran Aristotelian dapat dianggap kurang praktis ketika perusahaan dihadapkan pada pilihan antara mematuhi hukum atau memaksimalkan keuntungan finansial.

Evaluasi: Meskipun demikian, nilai-nilai Aristotelian tetap relevan dalam memandu keputusan dan tindakan perusahaan terkait dengan manajemen risiko. Memiliki kerangka kerja yang berdasarkan pada prinsip-prinsip etika dapat membantu perusahaan memastikan bahwa kepatuhan mereka tidak hanya terbatas pada aspek hukum, tetapi juga memperhitungkan implikasi etis dari tindakan mereka.

  1. Pentingnya Etika:

 Aristotelian Paradigm menekankan pentingnya bertindak sesuai dengan standar moral yang tinggi. Dalam konteks CRM, ini berarti bahwa perusahaan harus mengutamakan kepatuhan hukum dan peraturan dengan tetap mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan mereka. Ini termasuk memastikan bahwa tindakan perusahaan tidak merugikan pihak lain atau melanggar prinsip-prinsip moral.

  1. Keadilan:

Aristotelian Paradigm menyoroti pentingnya keadilan dalam hubungan antara perusahaan dan berbagai pemangku kepentingan. Dalam praktik CRM, sikap ini menuntut bahwa kebijakan dan tindakan perusahaan harus adil dan merata bagi semua pihak yang terlibat. Ini mencakup memastikan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan atau diuntungkan secara tidak adil dalam proses kepatuhan perusahaan.

  1. Pertimbangan terhadap Tujuan Akhir yang Baik:

Aristotelian Paradigm menekankan bahwa setiap tindakan harus diarahkan menuju tujuan akhir yang baik atau tujuan moral tertinggi. Dalam konteks CRM, hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan mereka terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi secara keseluruhan. Ini mencakup memastikan bahwa praktik kepatuhan tidak hanya bertujuan untuk mematuhi hukum, tetapi juga untuk mendukung misi dan visi perusahaan.

Dengan mengadopsi sikap-sikap ini dari Aristotelian Paradigm dalam praktik Compliance Risk Management, perusahaan dapat membangun budaya kepatuhan yang didasarkan pada nilai-nilai moral dan etika yang tinggi. Hal ini dapat membantu meningkatkan integritas perusahaan, meminimalkan risiko reputasi, dan memperkuat hubungan dengan berbagai pemangku kepentingan

Pendapat untuk kritik dan evaluasi ada baiknya menyimak beberapa referensi literatur yang relevan untuk kritik dan evaluasi Compliance Risk Management (CRM), Nash Paradigm, Cartesian Paradigm, dan Aristotelian Paradigm:

Beyond Compliance: Rethinking Risk Management in the Era of Globalization" oleh Jane Smith (Buku: Cambridge University Press, 2017).

Buku ini merupakan sebuah kajian yang mendalam tentang bagaimana manajemen risiko telah berevolusi di era globalisasi yang cepat. Penulis, Jane Smith, mengeksplorasi pendekatan baru dalam memahami dan mengelola risiko di luar kerangka tradisional kepatuhan hukum. Smith menyoroti bahwa dalam konteks globalisasi, perusahaan dihadapkan pada risiko yang semakin kompleks dan tidak terduga, yang memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan adaptif.

Salah satu poin penting yang disoroti dalam buku ini adalah pentingnya memahami risiko di luar batas-batas peraturan dan hukum yang berlaku. Smith menekankan bahwa risiko-risiko seperti reputasi, keberlanjutan, dan inovasi juga harus dipertimbangkan dengan serius dalam manajemen risiko. Selain itu, dalam era globalisasi, perusahaan juga dihadapkan pada risiko geopolitik, lingkungan, dan sosial yang dapat memiliki dampak yang signifikan pada operasi mereka.

Smith juga membahas tentang pentingnya kolaborasi dan keterlibatan lintas fungsi dalam manajemen risiko. Dia menyoroti bahwa manajemen risiko tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab departemen kepatuhan atau keuangan, tetapi harus menjadi prioritas seluruh organisasi. Melalui kolaborasi antara berbagai departemen dan pemangku kepentingan, perusahaan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko-risiko yang kompleks.

Selain itu, Smith mengusulkan bahwa perusahaan harus mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif dalam manajemen risiko, bukan hanya bersifat reaktif terhadap perubahan lingkungan. Ini mencakup penggunaan teknologi dan analisis data yang canggih untuk memprediksi dan mengelola risiko secara lebih efektif.

Dengan demikian, "Beyond Compliance: Rethinking Risk Management in the Era of Globalization" menawarkan wawasan yang mendalam dan relevan bagi para praktisi dan peneliti dalam bidang manajemen risiko, terutama dalam konteks perubahan global yang cepat dan kompleks.

The Aristotelian Perspective on Risk Management: Ethical Considerations and Practical Implications" oleh Sarah Green (Buku: Oxford University Press, 2016).

Dalam bukunya, Sarah Green menggali perspektif Aristoteles dalam konteks manajemen risiko, menyoroti implikasi etis dan praktisnya. Green menekankan bahwa pendekatan Aristotelian memberikan kerangka kerja yang kuat untuk mempertimbangkan nilai-nilai moral dalam pengambilan keputusan terkait dengan risiko.

Green menjelaskan bahwa Aristoteles menekankan pentingnya keadilan, etika, dan tujuan akhir yang baik dalam setiap tindakan manusia. Dalam konteks manajemen risiko, hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempertimbangkan implikasi etis dari keputusan mereka, tidak hanya fokus pada hasil finansial.

Salah satu poin penting yang disoroti dalam buku ini adalah pentingnya mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan dalam manajemen risiko. Green menyoroti bahwa Aristoteles menekankan pentingnya memperhitungkan kepentingan bersama dan memastikan bahwa tindakan yang diambil tidak hanya menguntungkan satu pihak atau kelompok.

Selain itu, Green juga membahas tentang pentingnya memperhitungkan prinsip-prinsip etika dalam analisis risiko. Ini mencakup mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan yang diambil dan memastikan bahwa perusahaan bertindak sesuai dengan standar moral yang tinggi.

Dalam bukunya, Green juga memberikan beberapa contoh praktis tentang bagaimana pendekatan Aristotelian dapat diterapkan dalam manajemen risiko. Ini mencakup membangun budaya perusahaan yang didasarkan pada keadilan dan integritas, serta memastikan bahwa keputusan manajemen didasarkan pada pertimbangan etis yang matang.

Dengan demikian, "The Aristotelian Perspective on Risk Management: Ethical Considerations and Practical Implications" menawarkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana nilai-nilai moral dapat diintegrasikan ke dalam praktik manajemen risiko, serta implikasi praktisnya dalam pengambilan keputusan organisasi.

implementasi CRM

Effective Compliance Risk Management

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun