Mohon tunggu...
Ridic Boy Tambunan
Ridic Boy Tambunan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia biasa yang bercita-cita ke Old Trafford dan ingin menjelajahi keindahan alam dunia.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Bukan Sekadar Olahraga: Sedikit Perspektif Lain dari Sepak Bola

3 September 2013   23:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:24 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sepak bola, apa yang terlintas di pikiran anda ketika mendengar kata-kata tersebut? olahraga yang sangat fenomenal dan populer di seluruh dunia? atau sekumpulan orang di lapangan yang bertarung demi memasukkan satu buah bola ke dalam gawang? ada banyak jawaban mengenai pertanyaan tersebut, yang pasti, banyak yang masih menganggap sepak bola adalah sekadar olahraga semata. Memang jika di lapangan hijau, sepak bola merupakan suatu olahraga dengan segala kesatuan unitnya yang bekerja sama demi kelancaran suatu pertandingan tanpa melupakan arti fair play dan menjunjung tinggi rasa sportivitas. Namun, jika sudah di luar lapangan hijau, sepak bola sudah bukan sekadar olahraga lagi. Dari sini pula kita dapat tahu perspektif lain dari sepak bola itu sendiri. Di luar lapangan hijau, sepak bola merupakan suatu identitas. Bukan lah persoalan kalah menang. Bukan juga bagaimana cara bermainnya. Jika sepakbola sudah menjadi suatu identitas yang dikenakan dengan bangga oleh suatu individu, tiba-tiba semua hal itu tidak lagi penting.

Ada bermacam contoh kejadian dimana sepak bola sudah berubah menjadi sebuah identitas. Contoh sederhananya tidak perlu dilihat dari kompetisi luar negeri bahkan sampai Eropa sana, tapi dari kompetisi domestik saja telah terjadi. Perseteruan tiada akhir antara Persija Jakarta dan Persib Bandung. Dalam hal ini tentu saja perselisihan para suporternya, yaitu Jakmania melawan Bobotoh dan Viking. Sebenarnya saya sendiri juga masih bingung kenapa kedua kubu ini terus saja berselisih paham hingga tidak sedikit korban nyawa yang menjadi taruhannya. Kadang terlintas di benak saya, apa memang ada semacam perang, atau suatu perselisihan antara orang Sunda dengan orang Betawi di zaman dahulu? setahu saya tidak ada. Tidak jelas asal usul dari perselisihan antara dua kubu tersebut, yang mereka tahu, jika kamu seorang viking, kamu harus membenci Jak, mereka musuhmu, dan sebaliknya. Begitulah, identitas, dalam konteks sepak bola atau maksudnya mendukung tim yang berbeda, justru terkadang menimbulkan suatu polemik yang dapat berujung menjadi suatu permusuhan abadi.

Lucunya lagi jika pertandingan away, suporter tim tamu malah dilarang tampil untuk mendukung tim kesayangan di stadion kubu rivalnya karena adanya ketakutan bakal terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan jika kedua suporter itu bertemu. Kita dapat berpandangan dengan keadaan di kompetisi Eropa yang justru berbanding terbalik. Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menjadi pendukung yang sesungguhnya dapat dilhat pada pentas final Champions League Barcelona vs Manchester United. Kedua suporter yang berbeda berada dalam satu gerbong kereta yang sama menuju stadion tempat partai final tempat tim mereka bertanding. Selama perjalanan, mereka saling menyanyikan chant-chant atau lagu-lagu dari klub kesayangan masing-masing, bahkan sampai ada yang bersifat menghina tim lawannya. Hebatnya, tidak ada sedikitpun adu fisik antara kedua pihak pendukung tersebut. Itu lah yang seharusnya terjadi, dan kita yang melihatnya pasti merinding dan tercengang karena begitu dahsyatnya efek sepak bola tersebut.

Sepak bola tidak hanya sampai situ saja. Munculnya pertanyaan apakah sepak bola dapat dikatakan sebagai suatu agama? Ya, sepak bola itu ya memang agama. Suatu "entitas" yang bisa mengumpulkan banyak orang, yang kemudian datang ke suatu tempat, secara teratur, setiap pekan, untuk melakukan "ritual" yang terlihat seperti suatu kebaktian karena menyanyi dan memuji untuk tim yang didukungnya sepanjang pertandingan, padahal kalaupun menang, tim yang didukungnya tidak akan memberikan apa-apa secara langsung kepada mereka, selain kepuasan batin semata, namanya apa kalau bukan agama? Fans timnas Indonesia bisa dibilang paling beriman jika sepak bola itu dianggap suatu agama. Dimulai dari rela mengantri tiket berjam-jam, kehujanan, panas terik. Kalau tidak mendapat tiket, lalu mencari calo tiket dengan harga yang tidak masuk akal. Masuk ke stadion berhimpit-himpitan juga. Di dalam stadion terkadang tidak dapat menonton pertandingan secara jelas pula. Akhirnya rela memanjat pagar pembatas lapangan agar bisa melihat dengan jelas ke arah lapangan. Sudah seperti itu, malah disuguhi permainan buruk dan kalah. Tapi, besoknya ada pertandingan Timnas Indonesia lagi, kembali mereka mengulangi hal yang sama, mengantri berjam-jam lagi, beli tiket mahal lagi, manjat pagar lagi, dan kalah lagi. Apa lagi namanya kalau itu bukan iman?

Ya begitulah sepak bola. Sekilas, sepakbola memang "hanya" sekadar olahraga aneh dimana 22 orang berebut satu bola kecil. Namun masih banyak perspektif lain dari sepak bola yang dapat kita telusuri mulai dari politik, kebudayaan, sejarah, dan masih banyak yang lainnya. Dari situ pula kita dapat belajar berbagai macam nilai-nilai kehidupan. Setidaknya begitulah menurut saya. Akhir kata, saya sangat berterima kasih kepada para penemu olahraga yang menurut saya sangat spektakuler ini. Kalau kata Sheila On 7, “Lihat, Dengar, dan Rasakan” seluruh aspek yang ada di dalam sepak bola tersebut, baru anda akan mengerti bahwa sesungguhnya, sepak bola itu bukan hanya sekadar olahraga. Bravo Sepak Bola!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun