Mohon tunggu...
Ridhony Hutasoit
Ridhony Hutasoit Mohon Tunggu... Auditor - Abdi Negara

Aku ini bukan siapa-siapa, hanya terus berjuang meninggalkan jejak-jejak mulia dalam sejarah peradaban manusia, sebelum kelak diminta pertanggungjawaban dalam kekekalan.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Piala Dunia Penyejuk Pilkada

22 Juni 2018   14:22 Diperbarui: 22 Juni 2018   15:18 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://internasional.kompas.com

Satu fenomena yang menarik dari piala dunia ini adalah walau berbeda-beda negara andalan tetapi sangat minim  menemukan aksi "nyinyir" atau atau kata-kata dengki melintas di media sosial. Beda dengan pertandingan politik di negeri ini. Antar keluarga pun bisa tidak "baku" cakap di rumah karena berbeda paslon yang didukungnya. 

Tak heran, saya cukup senang ketika moment piala dunia berbarengan dengan Pilkada tanggal 27 Juni 2018 sebentar lagi. Seolah-olah nuansa piala dunia signifikan menghipnotis "adu urat" masyarakat yang umum terjadi terakhir ini dalam berbagai Pilkada, menjadi adu penilaian strategi, adu begadang, hingga adu taruhan. 

Saat ini mayoritas masyarakat bersatu padu untuk menyiapkan diri untuk menonton piala dunia di rumah masing-masing. Uniknya, jika pengamatan saya tidak salah, kekalahan negara andalannya menjadi bahan evaluasi supporter-nya, dan jarang mempersalahkan/mempergunjingkan negara lawan atas pertandingan tersebut. Atau jika melihat sebelum pertandingan dimulai, tidak pernah saya melihat ada adu hina antar pendukung. Dan yang so sweet adalah ketika pendukung beda paslon namun punya negara andalan yang sama dan menang. 

Saya yakin tanpa sadar mereka akan saling berpelukan seperti teletubies setiap pemain bolanya mencetak gol. Oh ya, bumbu anomali pun signifikan mengalihkan fokus masyarakat dengan friksi politik pilkada serentak ini, misalnya, kekalahan awal Jerman dan Argentina yang cukup membuat alis terangkat dan geleng-geleng kepala serta menjadi momok untuk bahan diskusi semalam suntuk, bahkan ada yang menangis "bombai" khususnya yang kalah judi. Piala dunia menunjukkan bahwa sportivitas sanggup menggerakkan setiap pendukung untuk menerima dengan lapang dada, dan, sekali lagi profesional pengelolaan Tim menjadi kunci kemenangan, buka sekedar gengsi kehadiran pemain-pemain mahal. 

Sebetulnya saya tidak begitu gemar dengan sepak bola. Namun tidak jarang urat nadi saya cepat menghangat kala menyaksikan penonton sepak bola yang begitu meriah dan all out ketika mendukung tim kebanggaannya, termasuk menjaga diri untuk tidak bertikai dengan suppoter dari Tim/negara lain. Sayang ya, Indonesia masih belum masuk ajang pertandingan ini, tapi harapan tak boleh putus, saya yakin kelak Indonesia bisa menyabet piala dunia kelak.

Kadang saya berpikir, seandainya Piala Dunia dipercepat  tahun 2019, dan Indonesia masuk final, mungkin akan menjadi daya signifikan meredam gejolak politik dan friksi di negeri dalam menghadapi Pilpres nanti, karena segenap rakyat mendukung dan mendoakan tanah air ini menang untuk pertama kalinya merasakan piala emas berkepala bola dunia itu. 

Tapi, saya yakin kedewasaan warga negara ini makin matang dengan perbagai hal yang terjadi untuk dipelajari dari Pilkada sebelumnya yang cukup meguras energi dan silahturahmi. Semoga ke depan kita makin profesional dan sportif dalam memilih pemimpin negeri termasuk cara mendukung paslon andalan dengan cerdas dan menyejukkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun