Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bagaimana Jika Berantem dengan Rekan Kerja?

21 Maret 2021   20:17 Diperbarui: 21 Maret 2021   20:41 2452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berantem Sesama Rekan Kerja (Source: iStock)

Dari sejumlah pengalaman teman-teman dan senior di lapangan, saya melihat tidak ada perusahaan yang sempurna. Betapa pun milik sendiri, selalu ada yang namanya masalah. Kecuali bekerja sendirian. Semua dikelola sendiri: direncanakan, diorganisasi, koordinasi, diarahkan, dipimpin dan dievaluasi sendiri.

Mungkin saja bisa kerja sendiri, sepanjang organisasinya kecil dan aktivitasnya sedikit. Akan tetapi harus disadari, kemampuan manusia itu terbatas.

Terlepas adanya kelebihan yang dimiliki oleh setiap manusia, kita harus akui, kekurangan yang kita miliki bisa ditutupi oleh orang lain. Oleh karena itu, kerja sama dengan orang lain sangat dibutuhkan.

Kerja sama dengan orang lain di sini tidak mudah, karena setiap orang memiliki kepala dengan isi yang berbeda. Memahami perbedaan di sinilah yang tidak mudah. Butuh pembelajaran dalam waktu lama. Mengerti orang lain saja belum cukup. Ada ilmunya.

Teman-teman saya yang berada di luar negeri, tidak jarang share pengalaman bagaimana menghadapi konflik dengan rekan kerjanya. Dengan orang Filipina, India, Eropa, Australia, Malaysia Singaporean, Brunei, hingga  USA serta Canada. Sangat bisa dimengerti jika konflik terjadi karena perbedaan latar belakang budaya dan bahasa. 

Namun tidak sedikit pula yang konfliknya dengan sesama orang Indonesia. Hanya karena masalah sepele di tempat kerja bisa 'berantem'. Memang tidak berantem secara fisik berupa tawuran. Namun berantem dalam artian psikologis itu tidak kalah seru. Bisa tidak menyapa berbulan-bulan, hingga tahunan.

Kacau kan?

Konflik sekantor dengan orang yang berbeda warga negara lebih mudah menurut saya, karena umumnya mindset kita sesuaikan dengan cara pandang mereka. Orang India, Filipina, Eropa dan USA (orang Barat) lebih terbuka. Orang Arab juga demikian. Sekarang tengkar, besok makan bareng tidak masalah. Orang kita, umumnya tidak demikian. Sekarang tengkar, jangan harap bertegur sapa dalam sebulan. Payah kan?

Lebih payah lagi jika teman kerja ini tidak bisa bedakan mana urusan kerjaan mana pribadi. Kita sering hadapi masalah ini di tempat kerja dalam ruang lingkup kecil dan di daerah, bukan di kota-kota besar yang multicultural. Kerja di lingkungan multicultural lebih terbuka sifatnya. Faktor pendidikan dan luasnya pergaulan juga sangat berpengaruh dalam menyelesaikan konflik antar rekan kerja.

Saya melihat ada beberapa tahapan bagaimana solusinya dalam menghadapi masalah ini.

Pertama, usahakan untuk bicara secara pribadi. Persoalannya, tidak semua orang mau atau bersedia  melakukan komunikasi seperti ini. Misalnya menghadapi orang Introvert, tertutup. Susah diajak bicara. Bicaranya di depan dan di belakang beda. Jika menghadapi orang semacam ini, gunakan langkah kedua, yakni meminta bantuan orang lain (sesama rekan kerja).

Kedua, menggunakan orang lain (sesama rekan kerja). Langkah ini kita gunakan jika kita berhadapan dengan orang yang susah diajak kerja sama. Atau bisa saja ternyata kita sendiri yang mengalami kesulitan berkomunikasi. Jadi, jangan segan-segan untuk meminta bantuan orang lain guna kelancaran kerja. Orang bilang, kerjaan ini seperti 'Nyawa', yang membuat diri ini bisa hidup.

Langkah ketiga, jika tidak ada orang lain yang bisa kita minta bantuan, maka gunakan supervisor. Langkah ini sebenarnya cukup berisiko, karena persoalannya merembet ke atas. Oleh sebab itu hati-hati jika membicarakan masalah kantor dengan supervisor. Terlebih jika masalahnya personal. Namun ada supervisor yang bijak dalam sikap, sehingga tahu bagaimana menempatkan persoalan.

Sebelum melangkah ke supervisor, pastikan merujuk kepada SOP (Standard Operating Procedure). Pastikan bahwa persoalan yang kita hadapi ada kaitan atau tidak dengan SOP perusahaan. Jika ada, maka sampaikan sesuai kronologisnya, termasuk tunjukkan bukti jika ada, agar membantu mempercepat penyelesaiannya.

Langkah keempat, jika supervisor tidak mampu menyelesaikan masalahnya, naikkan ke Human Resources Department (HRD). Jika masalahnya sudah sampai di meja HRD, berarti masalah kita ini sudah sangat serius. Dampaknya bisa besar. Bisa jadi semua orang akan tahu.

Ada teman-teman yang tidak mampu bedakan mana masalah yang harus sampai HRD mana yang bisa diselesaikan secara perseorangan atau cukup lewat Group Leader (Kepala Jaga). Susah jika berhadapan dengan sosok rekan kerja seperti ini.

Bagaimana jika hingga sudah di tingkat HRD masalah juga belum selesai? Hanya ada dua pilihan: tetap kerja dengan segala konsekuensinya atau pindah departemen atau hengkang cari tempat kerja lainnya.

Kalau saya jadi Anda, akan pindah saja. Ngalah tidak berarti kalah. Dari pada kerja di tempat yang sama, bekerja dengan orang yang susah diajak kerjasama, lebih baik cari rejeki di tempat lain. Toh, lapangan kerja itu sebenarnya banyak. Sepanjang kita bisa membawa diri, peluang kerja ada di mana-mana. Itu jauh lebih aman, ketimbang Sleeping with Enemy.

Okey Friends.....?

21 March 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun