Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Runtuhnya "Dinasti" Akper di Bawah "Kekaisaran" Poltekkes

16 Juni 2020   11:55 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:57 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Hardy, 2016. Personal Collection 


Pada akhir tahun 1970-an, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Departemen Kesehatan RI membuka dan melaksanakan Pendidikan  Kedinasan Bidang Kesehatan, baik dalam jenjang pendidikan menengah seperti Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), Sekolah Bidan, Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK), Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG); maupun Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT), seperti Akademi Keperawatan (Akper), Akademi Kesehatan Lingkungan (AKL) dan Akademi Elektromedis (ATEM).

Pada tahun 1989 sekolah-sekolah yang tergabung dalam jenjang pendidikan menengah (JPM) ini dikonversi menjadi JPT yang disebut Akademi. Seperti SPK dan Sekolah Bidan dikonversi menjadi Akper dan Akbid. Perubahan dalam bentuk konversi ini kemungkinan untuk melembaga, dirasakan 'sulit'. Salah satu solusinya agar efektif dan efisien adalah dengan dikembangkan kelembagaannya menjadi Politeknik Kesehatan.

Pada tahun 2001 diadakan reorganisasi institusi pendidikan kesehatan di bawah Depkes waktu itu (sekarang Kemenkes) menjadi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) atau yang biasa disingkat menjadi Poltekkes, sesuai Surat Keputusan Menkes RI nomor 298/Menkes-Kesos/SK/IV/2001.

Adakah perubahan nama sampul depan JPT akademi keperawatan yang kemudian berubah penjadi Poltekkes ini 'mendegradasikan' reputasi keperawatan di bawah naungan Kemenkes?

Menurut Harususilo dalam tulisannya bertajuk 'Ini Beda Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politekni dan Akademi' (Kompas, 10.12.2019), yang dimaksud Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan berbasis vokasi yang terdiri dari satu atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni tertentu. Sedangkan Politeknik merupakan lembaga perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan berbasis vokasi yang berasal dari beberapa rumpun ilmu.

Perbedaan ini, dari sudut pandang spesialisasi, tentu saja beda. Dulu Akper jumlahnya mencapai sekitar 400 buah di seluruh Indonesia. Kemudian dipangkas dan dijadikan satu payung, menjadi hanya hanya terdapat 38 Poltekkes. Memang kelihatan ramping. Namun dilihat dari kacamata spesialisasi, Poltekkes tidak fokus ilmunya, beda dengan Akper. 

Sebagaimana yang didefinisikan oleh Harususilo di atas. Poltekkes tidak membawa nama jurusan yang terpisah menurut disiplin ilmu, namun menyeluruh. Benar, keperawatan adalah ilmu kesehatan. Tetapi ilmu kesehatan bukan ilmu keperawatan.  

Yang kedua, dalam hal leadership. Akper, garis kepemimpinannya sangat jelas, direkturnya pasti dan harus perawat. Poltekkes, kepemimpinannya bisa dari berbagai cabang ilmu kesehatan. Kekurangan leadership model ini adalah, sang leader tidak menguasai bidang dan tidak memahami kebutuhan jurusan keperawatan, kecuali dipimpin oleh seorang perawat. 

Sekalipun seorang Kaprodinya berprofesi perawat, yang namanya keputusan, kaprodi tidak bisa leluasa. Harus 'direstui' Direktur Poltekkes yang bisa saja dijabat oleh profesi lain. Nah, di sinilah 'nilai pekepentingan' dipastikan bermain.
 
Ketiga, masalah asset. Setuju atau tidak, Akper semula adalah lembaga raksasa, yang terbesar dan terbanyak jumlahnya dibandingkan pendidikan kesehatan lainnya. Bukan hanya dosen dan mahasiswanya. Sarana dan prasana lainnya, jajaran Akper ini cukup 'kaya' dan terkaya dibandingkan jurusan lain. Dalam artian asset, jurusan milik keperawatan jauh lebih besar. Akan tetapi dengan merger nya sistem Poltekkes ini, asset milik keperawatan otimatis jadi 'milik bersama'. Ini tentu akan 'merugikan' jurusan keperawatan. Keperawatan harus 'legowo', bukan 'ngersulo'.

Keempat dari segi profesioanalitas. Sesudah merger, Akper negeri di bawah Kemenkes dan Akper swasta di bawah Dikti, mengalami perubahan manajemen yang cukup significant. Dikti jauh lebih maju, bermutu dan berkembang daripada Kemenkes dalam pengelolaan manajemen professional pendidikan. Ini dimaklumi karena Dikti adalah 'ahlinya' soal pendidikan. Masalah penelitian misalnya, di bawah Kemenkes birokrasinya terlalu bertele-tele. Akibatnya terkait, Poltekkes ketinggalan jauh dari Dikti. Demikian pula masalah dananya.  

Kelima, menyoal pengembangan institusi. Poltekkes boleh dibilang mandeg, alias macet. Kita masih berkutat di program Diploma III dan IV. Pendidikan master hanya ada di Poltekkes Semarang. Bandingkan dengan STAN, IPDN, STSN, STIN, atau institute lain di bawah kementrian lain: Sekolah Tinggi Perikanan, Sekolah Tinggi Multimedia, Kementrian Perhubungan, Perindustrian, Pertahanan dan lain-lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun