Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perawat Bukan Paramedis, Bukan Pula Pembantu Dokter

10 Juni 2020   07:17 Diperbarui: 7 April 2021   17:54 13026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi perawat yang tengah menangani pasien Covid-19 (sumber: shutterstock via kompas.com)

Masyarakat sering dibuat bingung dengan tiga istilah di atas. Jangankan masyarakat awam, tenaga kesehatan sendiri kadang tidak konsisten dengan penyebutan istilahnya. 

Mereka ada yang menyebut perawat dengan istilah Paramedis. Tidak jarang, orang awam juga menyebutkan hal yang sama, bahwa perawat adalah pembantu dokter.

Pemahaman ini tidak sepenuhnya bisa kita salahkan, karena mereka melihat apa yang ada di depan mata. Kenyataan inilah yang terjadi di lapangan. 

Penggunaan istilah tersebut digunakan karena masyarakat 'meniru' apa yang biasa didengar dari orang-orang sekitar yang bahkan di kalangan professional sendiri menggunakannya, baik dalam forum formal maupun non formal. Di rumah sakit, klinik, Puskesmas dan media masa.

Perawat (nurse) dulu dalam sejarahnya mengalami perkembangan pendidikan yang beragam dan berjenjang dalam kurun waktu yang cukup lama sejak tahun 1950-an. Dulu, cukup lulusan SMP bisa menempuh jenjang pendidikan sebagai perawat. Mulai dari yang disebut Sekolah Penjenang Kesehatan, Sekolah Pengatur Rawat A, B, hingga SPK. 

Sesudah itu baru marak program Diploma III sejak awal tahun 1980. Dilanjutkan dengan program Sarjana dimulai tahun 1985 di Universitas Indonesia. Demikian seterusnya hingga tersedia jenjang Pasca Sarjana dan tingkat Doktoral saat ini di sejumlah PTN di Indonesia.

Ini artinya, sebagai profesional, di era modern ini, pendidikan perawat setara dengan profesi kesehatan lain, apakah itu dokter, farmasi, gizi, fisioterapi maupun kesehatan masyarakat. 

Bahkan saat ini sudah lebih dari 10 orang profesor keperawatan yang kita miliki. Perkembangan ini menunjukkan bahwa sebagai profesi, perawat sebagai professional tidak ketinggalan dalam upaya meningkatkan kebutuhan perkembangannya sesuai tuntutan  zaman.

Adanya perbedaan jenjang pendidikan keperawatan yang ada saat ini memang harus kita akui, memiliki dampak yang membuat opini asyarakat berbeda terhadap status perawat ini. 

Perbedaan jenjang pendidikan ini tentu saja berpengaruh terhadap status sosial serta kepangkatan perawat. Perbedaan pemahaman ini terjadi karena bedanya tingkat pendidikan yang secara otomatis akan berpengaruh terhadap sikap perawat, tidak terkecuali terhadap kolega, termasuk terhadap profesi kedokteran.

nakes di jenjang pendidikan. dokpri
nakes di jenjang pendidikan. dokpri
Perawat yang lulus SPK (setara SMA) misalnya, saat ini belum sepenuhnya bisa meneruskan pendidikannya ke jenjang Diploma III (D3). Demikian pula yang lulus D3 belum semuanya mampu melanjutkan ke jenjang S1. Peningkatan kuliatas pendidikan ini secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap penguasaan ilmu, keterampilan, hingga mental mereka, misalnya rasa percaya diri perawat. 

Hal ini di lapangan bisa terlihat. Orang yang memiliki tingkat kepangkatan yang lebih rendah, cenderung atau diasumsikan bertugas membantu mereka yang memiliki pangkat yang lebih tinggi. Hal ini sangat normal. Bukan hanya terjadi pada perawat.

Sebagai contoh, Pangkat Golongan IIA disebut sebagai tenaga Pelaksana. Artinya dia hanya melaksanakan tugas atau menjalankan perintah atasannya. 

Sementara yang mengantongi pangkat Golongan IIIA, sebagai Penata, otomatis tidak melakukan apa yag dikerjakan oleh Golongan IIA. Secara fungsional dan struktural keduanya beda. 

Apalagi jika keduanya beda profesi. Golongan atas memerintah yang bawah. Golongan yang ada di bawah membantu atasannya.

Demikian pula yang kita lihat hubungan antara dokter dan perawat di lapangan. Dokter, lulusan sarjana kedokteran, minimal menduduki pangkat golongan III/B, sedangkat perawat, jika lulusan SPK atau SPR, pangkatnya setara Golongan II/A. Kalau D3, berpangkat II/B. 

Namun untuk perawat sarjana, pangkatnya III/A. Saat ini masih terjadi perdebatan, di mana perawat menuntut adanya persamaan pangkat dan golongan, agar bisa disejajarkan dengan profesi kedokteran dan farmasi terkait kepangkatan ini.

Kita ketahui, pekerjaan utama dokter adalah mengobati. Sedangkan perawat adalah merawat. Mengobati dan merawat adalah dua hal yang berbeda. 

Kalau ada dokter yang kerjanya mengobati kemudian mampu memberikan keperawatan, itu persoalan lain. Demikian pula jika  ada perawat yang kerjanya merawat namun mampu memberikan pengobatan itu juga lain. 

Di sini harus dibedakan antara kompetensi dan kewenangan. Kompetensi perawat adalah merawat. Mengobati bukanlah kewenangannya. Siapapun orangnya, apapun profesi dan pendidikan bisa saja belajar hingga setinggi langit. Akan tetapi berbicara tentang kewenangan, di mata hukum, secara legal tidak bisa sekehendaknya.

Oleh sebab itu, dalam praktiknya, perawat yang mendampingi dokter saat memeriksa pasien, bukan berarti sebagai pembantu. 

Memang, dalam praktiknya dokter akan memberikan advis atau saran harus diapakan pasien tersebut. Dari sudut keilmuan, perawat diharapkan dan sudah semestinya memiliki kemandirian sesuai profesinya. 

Inilah tantangan yang dihadapi perawat. Jika perawat belum mampu mengambil keputusan apa yang harus dilakukan terhadap pasiennya, maka yang terjadi adalah profesi kesehatan lain yang lebih tinggi pangkat dan jabatannya yang akan 'mengambl alih' dengan cara 'memberi perintah' kepada orang yang pangkat dan golongannya lebih rendah.

Dengan sendirinya, perawat-perawat yang notabene berpangkat di level bawah, harus patuh terhadap perintah atasannya ini. Jika komunikasi atasan dan bawahan ini terjadi di depan public (dalam hal ini pasien dan atau keluargaya) maka opini yang beredar berkembang di tengah masyarakat, jelas tidak bisa dihindari. Perawat dianggap sebagai pembantu dokter. Padahal, mestinya tidak demikian.

Dokter adalah dokter. Perawat adalah perawat. Tugas Perawat bukan pengobatan walaupun dalam kerjanya perawat terlibat langsung dalam proses penyembuhan pasien. Perawat membantu memberikan obat-obatan, karena itu bagian dari Standard Operating Procedure (SOP) nya. Itu tidak salah. 

Yang salah adalah jika diketahui ada perawat yang memberikan pengobatan. Ini disebut sebagai kategori malpraktik. Hanya saja, yang perlu dikritik adalah, bagaimana jika ditemukan dokter yang melakukan pekerjaan perawat? 

Katakanlah 'memandikan pasien' atau memberikan kompres panas atau dingin. Apakah hal ini bisa disebut juga sebagai malpraktik karena dokter mengerjakan hal-hal yang mestinya dilakukan oleh perawat?

Anyway....

Perawat adalah seseorang yang telah menempuh pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di uar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Permenkes 1796/2011; UUK, 2014). 

Baca Juga: Apa Kebanggaanmu Menjadi Perawat?

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun sakit, yang mencakup seluruh siklus hidup manusia (Lokakarya Nasional tentang Keperawatan, 1983). Sedangkan istilah Paramedis, tidak disebutkan definisinya dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Sementara yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan dalam UU tersebut adalah Tenaga Kesehata dan Asisten Tenaga Kesehatan (Pasal 8). Pasal 11 (ayat 1) mengelompokkan Tenaga Kesehatan ke dalam: tenaga medis, psikologi klinis, keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, gizi, keterapian fisik, keteknisian medis, teknik biokimia, kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lain. 

Tenaga medis meliputi: dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis (Pasal 11: 2). Sedangkan yang dimaksud kelompok tenaga keperawatan sebagaimana disebut pada Ayat 1, terdiri atas berbagai jenis perawat (Pasal 11: 4). Tidak disebutkan di sana tentang tenaga Paramedis.

Paramedis berasal dari kata 'paramedic' (Bahasa Inggris). 'Para' berarti : similar to but not fully qualified (Oxford Advance Leaner's Dictionary, 2015, Hal. 1080). Artinya: mirip namun tidak sepenuhnya kualified. 'Paramedic' pada kamus yang sama berarti: 'a person whose job is to help people who are sick or injured, but who is not a doctor or a nurse' (Hal. 1082). 

Di sini jelas yang dimaksud Paramedis adalah orang yang kerjanya membantu orang yang sakit atau terluka (karena kecelakaan misalnya), bukan dokter atau perawat.  Namun dalam KBBI (Edisi 3, 2007, Hal. 829), disebutkan, Paramedis adalah orang yang bekerja di lingkungan kesehatan sebagai pembantu dokter (spt perawat).  

Pendidikan Paramedic belum ada di Indonesia. Yang ada di USA, Inggris dan Australia. Pendidikan Paramedis ini berlangsung selama 1-3 tahun. Ada lagi yang disebut Emergency Medical Technician (EMT) yang hanya berupa kursus. Pekerjaan utama kedua profesi ini adalah merespon panggilan emergency di luar rumah sakit. 

Paramedic bekerja membantu sebagai bagian dari emergenc medical services (EMS), mayoritas di Ambulance. Di perusahaan-perusahaan besar, paramedic ini bekerjasama dengan Polisi, Rescue, Fire Fighter (petugas pemadam kebakaran). 

Pendidikan keperawatan di Indonesia memakan waktu 3 tahun untuk Diploma, Sarjana keperawatan 4 tahun dilanjutkan profesi satu tahun, Pasca Sarjana 2 tahun. Doktor keperawatan selama 3 tahun.

Dari uraian di atas menunjukkan bukti-bukti bahwa di sisi aspek legal, pengertian perawat sudah jelas. Perawat bukanlah paramedic. Apalagi jika disebut sebagai 'Pembantu Dokter'. Definisi seperti yang tertuang dalam KBBI (2007) perlu diluruskan.

Malang, 10 June 2020
Ridha Afzal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun