Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Nasib Calon Pekerja Migran Indonesia

21 Mei 2020   04:15 Diperbarui: 21 Mei 2020   13:45 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut data BNP2MI, hingga tanggal 2 Maret 2020 lalu, terdapat 126 nama perusahaan penempatan tenaga migran Indonesia (P3MI). Jumlah ini jauh dari yang ada pada zaman Orde Baru yang mencapai ribuan. 

Zaman Orde Baru dulu harus kita akui, mekanisme pemberangkatan pekerja migran memang banyak yang tidak profesional. Mulai dari pelecehan, kriminalitas, hingga sistem penggajian pekerja migran yang amburadul di negeri seberang. Tentunya upaya Pemerintah lewat BNP2MI ini harus diapresiasi.

Namun juga harus diakui, pemerintah kita belum sanggup menampung seluruh lulusan, termasuk pendidikan kesehatan di negeri ini. Baik sebagai PNS maupun swasta. 

Oleh sebab itu, sebagian dari tenaga kesehatan kita (mayoritas perawat), memilih untuk bekerja di luar negeri. Hanya saja, karena berbagai kendala yang dihadapi di dalam negeri, sejak awal tahun 1990 hingga saat ini peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja kesehatan yang bekerja di luar negeri belum maksimal. 

Tiga kendala utamanya adalah sistem pendidikan yang belum mendukung, penguasaan bahasa, serta mental. Tiga faktor terbesar ini yang menyebabkan tenaga kerja bidang kesehatan kita belum mampu bersaing dengan negara-negara lain seperti Filipina dan India.

Perawat kita berangkat kerja ke luar negeri pada awal tahun 1990, ke Saudi Arabia sekitar 800 perawat diberangkatkan, disusul ke Kuwait sebanyak 150 orang. Mulanya ke USA namun karena satu dan lain hal, gagal. 

Waktu itu diberangkatkan oleh PT Putera Pertiwi. Pemberangkatan berikutnya pada sekitar tahun 1996, ke UAE, juga sekitar 150 perawat. Demikian berlangsung terus, dari tahun ke tahun tapi tidak dalam jumlah banyak. Termasuk yang ke Australia dan Belanda. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Perawat kita yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia terbanyak di Saudi Arabia, disusul Jepang dan Kuwait. Pengiriman ini sempat terhenti pada tahun 2010, kecuali ke Jepang. Entah apa sebabnya.

Saat ini negara-negara tujuan pekerja migran Indonesia rata-rata ke Timur Tengah, Jepang, Asia Pasifik, Belanda, dan Jerman (sedang dalam proses). Saya hanya akan fokus ke profesi keperawatan. Beberapa tahun belakangan, yang ke Timur Tengah lebih diminati cewek daripada cowok. Itupun terbatas hanya di Saudi Arabia. 

Rekrutmen ke Kuwait, Qatar, UAE, nyaris terhenti sejak tahun 2010. Demikian pula yang ke Belanda. Sejak tahun 2008 sudah tidak ada lagi. Beberapa bulan terakhir hanya ada belasan perawat saja yang ikut pelatihan Bahasa Belanda di Jakarta. 

Ke Jepang barangkali yang lebih menyolok dan konstan, namun rata-rata sebagai Caregiver. Ke negara-negara Barat, nyaris tidak lagi, seperti USA, Kanada, dan Australia. Otomatis jumlah perawat makin numpuk di negeri ini. Produksi makin banyak, tetapi tidak tersalurkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun