Mohon tunggu...
Ricky Donny Lamhot Marpaung
Ricky Donny Lamhot Marpaung Mohon Tunggu... Ilmuwan - Your Future Constitutional Judge

Pemerhati Hukum Tata Negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontroversi Pembebasan Napi: Ironi atau Rasa Kemanusiaan?

18 April 2020   15:34 Diperbarui: 18 April 2020   15:53 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, publik mendengar soal pembebasan napi umum di Indonesia yang berjumlah 30 ribu orang. Jumlah yang sangat besar bukan?. Mungkin publik terkaget-kaget mendengar angka yang  begitu fantastis. Tahukah kalian?. Ternyata bukan hanya Indonesia yang melepaskan para narapidananya keluar dari sel penjara. Sejumlah negara seperti Iran, Inggris, dan beberapa negara di dunia lainnya dikabarkan juga melepaskan tahanan dengan jumlah yang melebihi Indonesia!

Bayangkan, betapa banyaknya orang yang keluar dari penjara akibat wabah pandemi corona di dunia. Akan tetapi, penulis tidak akan banyak membahas soal pembebasan narapidana di dunia. Fokusnya, hanya akan di Indonesia. Pro-kontra tengah mewarnai jagat publik terkait pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly yang membebaskan napi dari kalangan umum baik itu yang telah melewati masa 2/3 hukumannya, anak-anak, wanita, maupun kalangan lanjut usia di sejumlah lapas di Indonesia.

Ternyata berdasarkan informasi, lapas yang ada di Indonesia sudah melampaui kapasitas yang ada atau over capacity. Bukan hanya itu, jarak antara napi satu dengan yang lain seakan tidak menyisakan jarak. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam hal ini mengeluarkan sejumlah aturan termasuk Peraturan Menkumham 10/2020 dan Keputusan Menkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 yang tidak boleh bertentangan dengan PP No 99 tahun 2012.

Isu yang beredar menjadi besar dikarenakan ada berita mengenai napi korupsi, narkotika, dan tindakan terorisme yang dikeluarkan dari lapas. Dengan tegas, Yasonna Laoly membantah isu tersebut. Napi tersebut akan bebas jika pandemi dalam worst case itupun hanya akan dibantarkan atau dikeluarkan sementara waktu. Publik harus menilai dengan jelas pernyataan Menteri Hukum dan HAM.

Pembebasan napi sudah sesuai anjuran dari PBB dimana tertuang jelas dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948. Hal ini dipertegas dengan Komite Tinggi untuk HAM PBB, Michelle Bachelett, Sub Komite Pencegahan Penyiksaan PBB yang memang memberikan himbauan kepada seluruh dunia termasuk Indonesia.

Sebenarnya hal ini bukan hal yang baru bagi Indonsia, pemberian remisi diberikan Menkumham atas persetujuan Presiden selaku kepala negara. Remisi tiap tahun pun diberikan dalam rangka pengurangan napi baik itu remisi hari raya, remisi hari kemerdekaan, remisi khusus, dan remisi kemanusiaan. Publik masih dalam keadaan was-was karena napi extraordinary crime masih belum jelas jika worst case tidak dilakukan sesuai prosedur. Tentu, hal itu akan menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat jika tidak berjalan semestinya.

Publik patut menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah mengenai pembebasan napi yang termasuk  kategori “berbahaya”. Sebenarnya kategori “berbahaya” sudah jelas dimana napi korupsi, terorisme, narkotika serta tindakan kejahatan lainnya yang kategori pidana berat dan khusus layak dipertimbangkan untuk tidak dikeluarkan dari sel lapas.

Dalam tindakannya, para napi dengan kejahatan itu telah menggelapkan uang negara, mengancam banyak nyawa orang lain, dan menjerumuskan orang ke arah kejahatan yang tidak dapat ditoleransi. Beredar kabar, jika memang ada aturan untuk mengubah PP 99 tahun 2012 ataupun RUU Permasyarakatan yang sedang dibahas di DPR terutama terkait masalah pemidanaan khusus ini menjadi simbol mundurnya demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang tidak bertepuk sebelah tangan sebelum menimbulkan polemik besar di tengah masyarakat.

Mengenai rasa kemanusiaan, apalagi sesuai dengan sila kedua Pancasila yang dimiliki Indonesia, “Kemanusiaan yang adil dan beradab” merupakan pernyataan tegas dimana kita tidak boleh menghilangkan hak kemanusiaan seseorang apalagi menyebabkan rasa tumpulnya kemanusiaan. Napi juga manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan, namun jika mengulangi kejahatan yang sama patut diperhitungkan bahwa remisi yang diberikan tidak akan didapat lagi. Selain itu, kemanusiaan juga pernah dibahas dalam tagline Presiden Jokowi selaku kepala negara yang menyatakan memanusiakan manusia.

Kalau Presiden saja sudah melakukan pernyataan kepada seluruh rakyat Indonesia dimanakah kita selaku warga yang memiliki rasa kemanusiaan tinggi terhadap orang lain. Jadi, hal ini tidak boleh menyebabkan kita hilang arah karena mereka sebagai napi telah berbuat tindak pidana bagi masyarakat. Memang sejumlah pro-kontra akan terus menyelimuti terkait pembebasan napi di Indonesia. Akan tetapi, jangan menganggap sebuah ironi melainkan kita harus menengok sejenak apa arti rasa kemanusiaan bagi orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun