Mohon tunggu...
M Ricki Cahyana
M Ricki Cahyana Mohon Tunggu... Profesional -

Blogger | Health & Social Enthusiast| Master of Ceremony | Email : rickicahyana(at)gmail(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia (Masih) di Intervensi Industri Rokok

17 Maret 2014   03:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:51 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13949752601295239625

[caption id="attachment_299298" align="aligncenter" width="405" caption="sumber gambar : tempo.co"][/caption]

Penjualan rokok sangat merajalela, begitu leluasa dan mudah ditemui hampir di sepanjang jalan. Bahkan, tanpa kios pun wanita-wanita yang didandani bak model pragawati dengan gampangnya menawari produk rokok layaknya menjual kacang rebus seribuan.

Itulah kondisi Indonesia saat ini, malu sebagai warga negara Indonesia yang hanya bisa meratapi bangsa ini yang terus menerus di racuni produk 9 cm itu. Menurut prestasi, Indonesia juga berhasil menduduki peringkat ketiga dunia sebagai jumlah perokok aktif terbanyak. Tak heran, jika di sebelah kamu dengan leluasa ngebul asap tanpa tahu risiko yang di timbulkan yang bisa merugikan orang lain juga.

Masih ingatkah kamu beberapa tahun lalu muncul berita yang menggemaprkan Indonesia bahkan dunia internasional. Anak balita yang dengan bangganya mempertontonkan aksi “ngebul asap” di depan kamera wartawan. SANGAT MENGKHAWATIRKAN! Kenapa orang tuanya diam saja? Apa tindakan pemerintah saat itu? NIHIL. Berkaca dari sana, saya beropini jika Indonesia sampai dengan saat ini masih di intervensi industri rokok. Kenapa bisa begitu? Simak sedikit ulasannya

Urungnya pengendalian iklan rokok

Sebagai salah satu penggagas petisi #StopIklanRokok saya sangat kecewa dengan jawaban dan tindakan pemerintah dalam hal ini di wakili oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi, Bpk. Tifatul Sembiring. Jawaban yang tidak masuk akal, ketika petisi ini diluncurkan. Saat itu, Saya bersama tim Smoke Free Agents memborbardir dengan dukungan masyarakat untuk segera menghentikan penayangan iklan rokok, dengan mudah kominfo menjawab “Itu bukan wewenang saya, tapi KPI”. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) hanyalah lembaga penyaiaran yang mengontrol konten siaran bukan membuat kebijakan tentang pengaturan informasi penyiaran di Indonesia. Jawaban seorang menteri yang begitu mudah lempar tanggung jawab.

Ada lagi jawaban yang aneh, “Kalau internet baru ranah saya” nah loh bagaimana dengan virus iklan rokok yang tersebar di Internet yang tanpa tahu jam tayang bisa muncul kapan saja. Mana controlling yang dilakukan oleh pemerintah? NIHIL. Apa tugas dan wewenang kominfo hanya memblock situs porno? Coba pikirkan itu. Walaupun demikian, pengendalian rokok di Indonesia dihadiahi perubahan peringatan produk rokok menjadi ‘ROKOK MEMBUNUHMU’. Tapi, tahukah kamu? Jika dibalik itu, menyimpan pesan secara implisit yang menguntungkan industri rokok :

1. 1. Industri Rokok lega rasanya karena akhirnya dalam produk olahan tembakau tersebut bisa menampakan wujud orang sambil merokok. Dengan begitu, brand bisa diketahui oleh masyarakat jika itu adalah rokok.

2. 2. ROKOK MEMBUNUHMU, membuat perokok aktif semakin terpancing untuk merokok. Karena dengan merokok, terlihat keren karena tidak takut mati.

3. 3. Gambar tersebut disebut-sebut menguntungkan inudstri karena peringatan yang paling aman dipilih

Pengendalian rokok tidak akan mematikan industri rokok, sama halnya dengan industri minuman keras dan senjata. Penjualan produk mereka hampir berhasil dikendalikan, tanpa adanya iklan indutsri mereka tetap menghasilkan keuntungan.

Urungnya ratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau

Tahukah kamu? Jika Indonesia adalah salah satu dari dua negara yang belum melakukan ratfikasi konvensi pengendalian tembakau atau yang lebih dikenal dengan sebutan FCTC (Framework Concention on Tobacco Control). Indonesia dan Somalia adalah negara yang hingga saat ini belum menandatanganinya, padahal Indonesia ikut andil dalam perumusan kerangka kerja tersebut. Satu sikap yang ditujukkan oleh pemerintah dan terpaksa saya katakan, SBY TIDAK TEGAS.

Presiden berdalih jika ia mementingkan nasib petani, padahal dalam FCTC sangat jelas bahwa tidak akan merugikan petani dan petani tetap produktif menghasilkan. FCTC bukan suatu momok yang dianggap permasalahan besar, tapi FCTC sangat diperlukan. Produk rokok di Indonesia harus segara di kendalikan, saya rasa presiden harus membaca seksama isi dari FCTC ini. Banyak pihak yang awalnya enggan mendukung, setelah tahu isi dari FCTC mereka berbalik arah untuk mendukung. Sebut saja, rektor UIN sekaligus tokoh nasional, Komarudin Hidayat. Beliau pernah berkomentar “Saya baru tahu, jika isi FCTC tidak akan merugikan petani. Indonesia memang perlu FCTC”. FCTC bisa disebut sebagai platform pengendalian produk rokok, jangan sampai kelak produk rokok di jual legal dengan mudah dan dikonsumsi anak-anak. Saya harap, Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatagani FCTC sebelum masa jabatannya selesai. Buktikan, jika Bapak memihak kepada kepentingan rakyat bukan golongan. Cukai yang diterima pemerintah tidak sebanding dengan jumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk penyakit akibat rokok. Renungilah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun