Mohon tunggu...
Richardus Beda Toulwala
Richardus Beda Toulwala Mohon Tunggu... Penulis - Dosen STPM St. Ursula, Pengamat Politik dan Pembangunan Sosial

Menulis dari Kegelisahan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keberdayaan Pemuda Bahari Nangadhero tanpa Tangan Negara

12 Mei 2019   18:40 Diperbarui: 12 Mei 2019   19:16 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Yohanes Lado - Nangadhero - Nagekeo

Pemuda manakah di pelosok lokalitas negeri ini yang menginisiasi sebuah gerakan atau event besar tanpa mengharapkan bantuan financial dari pemerintah? Mungkin ada namun tak banyak. Pertanyaan ini merupakan residu dari sebuah kegelisahan publik tentang dekadensi kesadaran generasi muda abad ini.

Kemandirian menjadi nilai yang paling mahal dan sulit dijangkau oleh pemuda yang bermental instan. Bila demikian adanya, maka kehadiran pemuda di tengah masyarakat dianggap sebagai produsen yang cenderung menghasilkan penyakit sosial kemasyarakatan.

Sejenak memeriksa situasi seputar kita tentang posisi kaum muda di tengah masyarakat, saya mengangkat komunitas Pemuda Bahari Nangdhero pada diskursus publik sebagai sebuah temuan anomali di negeri ini.

Geliat Keberdayaan Pemuda Bahari sebuah Anomali
Realitas kegelisahan publik tentang pemuda yang tampil sebagai masalah di kebanyakan wilayah tidak berlaku di Desa Nagadhero, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Komunitas Pemuda Bahari di wilayah terpencil pulau Fores ini sukses mereduksi kegelisahan itu dan muncul sebagai sebuah anomali. Pemuda yang dinilai sebagai biang kerok masalah sosial justru menjadi solusi dalam diri komunitas ini.

Sepanjang bulan Mei 2019 komunitas Pemuda Bahari yang berasal dari himpunan pemuda-pemuda asal Nangadhero merevitalisasi diri dan mencoba untuk bangkit dari titik nol. Mulai dari perombakan sistem nilai dan opini penegasian terhadap kaum muda perlahan-lahan dibongkar melalui sebuah pergerakan mandiri.

Menariknya, kelompok sosial ini tak memiliki modal finansial dan hanya bersumber pada kepercayaan diri dan bekal pengetahuan praktis di tanah rantau yang tak pernah mereka temukan di dunia pendidikan. Hal ini menjadi sebuah kewajaran karena memang anggota kelompok ini tak ada satu pun yang menyabet pengetahuan di dunia pendidikan.

Festival Seafood yang sedang diinisiasi Pemuda Bahari dengan tanpa satu rupiah pun dari pihak pemerintah merupakan bukti bahwa kelompok pemuda ini tidak membutuhkan tangan negara. Ini adalah sebuah anomali di tengah ketergantungan masyarakat terhadap puluhan program pemberdayaan yang ditawarkan negara.

Pemuda Bahari secara eksplisit menunjukkan bahwa sebuah masyarakat menjadi mapan dan mandiri tidak sepenuhnya bergantung pada proyek pemberdayaan negara. Justru dalam konteks dan perspektif tertentu proyek pemberdayaan muncul sebagai sebuah aib yang menjual kemiskinan sebagai dalil dalam pelanggengan kekuasaan.

Geliat pergerakan Pemuda Bahari muncul dari sebuah strategi pengorganisasian masyarakat yang kedap terhadap berbagai kepentingan (interest). Bayangkan saja, festival tanpa rupiah yang berskala kabupaten ini suskes menyedot perhatian publik NTT padahal personil yang menghuni komunitas ini tak memiliki jejaringan dan keterjangkakuan akses terhadap link pemerintah.

Di negeri ini, bebas kepentingan menjadi penyakit yang tak pernah sembuh-sembuh. Inilah nilai langka yang diangkat oleh Pemuda Bahari, kelompok sosial merem politik yang tak pernah dilirik negara.

Keberdayaan Pemuda Bahari yang bebas kepentingan itu awalnya mendapat banyak kecaman. Hidup dalam dinamika protes sosial, Pemuda Bahari justru tampil prestisius dan dalam hitungan minggu menyedot banyak simpatisan. TNI dan beberapa OPD menaruh perhatian dengan membangun sinergitas untuk menyukseskan Festival Seafood. Belakangan ini Pemuda Bahari memanfaatkan momentum ABDIMAS STPM St. Ursula-Ende di desa tersebut sebagai peluang menggandeng lembaga perguruan tinggi dalam melegitimasi keberlangsungan festival.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun