Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... pengembara kata

Penyiar radio yang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mitoni, Parenting Ala Jawa

26 September 2025   04:01 Diperbarui: 26 September 2025   04:01 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi tingkeban Gusti Kanjeng Ratu Hayu, putri keempat Sultan Hamengku Buwono X (sumber: kratonjogja.id)

Soal apa itu mitoni, saya kira sudah terlalu banyak tulisan yang membahasnya. Yang jelas, alasan mengapa tradisi mitoni itu ada tidak lain didasarkan atas pandangan orang Jawa mengenai angka pitu (tujuh). Angka pitu dalam falsafah Jawa mengandung makna pituduh (pedoman), pitutur (nasihat), dan pitulungan (pertolongan).

Lain dari itu, angka pitu juga dimaknai sebagai kesempurnaan. Makna ini didasarkan pada jumlah hari dalam satu minggu. Angka pitu menjadi penyempurna dari perputaran hari dalam seminggu. Angka pitu juga melambangkan perlindungan. Sehingga, angka ini kerap digunakan pada berbagai benda pusaka.

Dikaitkan dengan konsep parenting, makna angka pitu dalam tradisi mitoni menunjukkan betapa budaya Jawa memiliki konsep parenting yang tidak kalah keren dari konsep modern. Tradisi mitoni menjadi titik tolak bagi calon orang tua. Mereka dipersiapkan agar dapat dengan sempurna menjalankan peran sebagai orang tua sejak anak mereka terlahir hingga tumbuh dewasa.

Bekalnya, ajaran-ajaran luhur Jawa dan nilai-nilai agama yang dijadikan pedoman. Di dalamnya terdapat petunjuk dan nasihat-nasihat bijak. Sehingga, saat kelak mereka menghadapi masalah dalam keluarga, seyogyanya mereka kembali pada petunjuk dan nasihat itu. Dengan kata lain, pedoman itu pula yang sesungguhnya menjadi sarana untuk mendapatkan pertolongan.

Pada pemahaman ini, pedoman yang memuat ajaran-ajaran luhur dan nilai-nilai agama itu pula yang dijadikan sebagai pusaka. Sehingga, di dalam menjalankan peran, orang tua mesti menjunjung tinggi dan menghormati ajaran-ajaran itu. Melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

Begitulah, orang Jawa memaknai konsep pusaka sebagai sarana perlindungan. Ia mesti dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Diperlakukan dengan bijaksana.

Dalam makna lain, anak yang akan dilahirkan juga bermakna sebagai pusaka. Maka, bagi calon orang tua, mereka mesti memahami bagaimana seyogyanya anak diperlakukan. Dididik dengan penuh kasih sayang dan rasa tanggung jawab, agar saat tumbuh dewasa dapat menjadi penjaga kehormatan keluarga.

Sebagai penjaga atau pelindung kehormatan keluarga, perilaku anak di kemudian hari adalah cerminan usaha orang tua mendidik. Didikan itu sangat bergantung pada kesanggupan orang tua menanamkan nilai-nilai ajaran luhur dan nilai-nilai agama yang dipedomani. Apakah pedoman itu cukup mampu dijalankan dengan sebaik-baiknya atau tidak akan memengaruhi perilaku anak di kemudian hari.

Begitulah orang Jawa menanamkan pemahaman mengenai parenting kepada calon orang tua. Penanaman pemahaman itu lantas diwujudkan dalam simbol-simbol prosesi mitoni. Uniknya, simbol-simbol itu tak sekadar memberi pengajaran tentang praktik pengasuhan. Akan tetapi, juga bermakna sebagai doa pengharapan serta permohonan kepada Tuhan atas keselamatan bagi seluruh keluarga. Tidak hanya saat melahirkan, doa itu juga dimaksudkan agar seluruh anggota keluarga menetapkan diri untuk setia di jalan keselamatan.

Doa simbolis itu dirupakan ke dalam tata cara, perlengkapan, peralatan, busana, dan bahan-bahan tertentu yang harus disediakan. Lantas dirangkai dalam sebuah upacara yang sakral. Dimulai sungkeman, siraman, pantes-pantes (ganti busana), brojolan, belah cengkir gading, dodolan rujak, dan kenduri (makan bersama).

Menariknya lagi, tiap-tiap tahapan upacara itu juga mengandung makna tersendiri. Tentu, saya akan mengulas makna tiap tahapan prosesi itu pada tulisan lain. Ditunggu ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun