Setidaknya, membuka kesempatan bekerja bagi orang-orang di lingkungan sekitar tukang babar. Bahkan, ekosistem tersebut memberi kemudahan bagi para pengusaha dari luar Kota Pekalongan untuk turut serta memproduksi batik.
Hanya memang, sebagaimana diakui Pak Amak, secara hitungan ekonomi, marjin keuntungan yang didapat tukang babar tidak terlalu banyak.
Akibatnya, upah yang diberikan kepada buruh-buruhnya pun tak terlalu besar. Belum lagi ketika mereka harus dihadapkan pula dengan dampak lingkungan yang diakibatkan buangan limbah dari rumah produksi mereka.
Seperti diketahui, dalam menjalankan seluruh proses itu, mereka juga menggunakan bahan-bahan yang berpotensi menimbulkan masalah lingkungan setelah sisa-sisa bahan itu tak terpakai dan dibuang.
Seperti yang terlihat, sejumlah kawasan sumber air terbuka di Kota Pekalongan ini warnanya sudah tak lagi jernih. Bahkan, kata Ahmad Ilyas, sudah seperti pelangi.
Sayangnya, dalam menyikapi dampak lingkungan tersebut, kata Ahmad Ilyas, agaknya belum terjadi pembiayaan yang cukup dari pengusaha untuk mengatasinya. "Marjin keuntungan yang mereka dapatkan tak cukup untuk memaintenance masalah lingkungan," ungkapnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI